Suara PKS Tak Meningkat Drastis Setelah 10 Tahun jadi Oposisi, Begini Analisis Pengamat

Minggu, 17 Maret 2024 – 17:32 WIB
Direktur Eksekutif Voxpol Indonesia Pangi Syarwi Chaniago. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyebut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kurang mendapat apresiasi pemilih meski menjadi oposisi selama sepuluh tahun terakhir.

Menurut Pangi, suara PKS pada praktiknya tidak melonjak drastis meskipun parpol berkelir putih dan oranye itu sepuluh tahun berada di luar pemerintahan era Presiden Jokowi.

BACA JUGA: Dukung Sektor Transportasi, bank bjb Teken PKS Jasa Layanan Perbankan dengan BBKFP

"Ternyata perilaku pemilih kita tidak mengapresiasi hal ini. Seharusnya, mereka memberikan suaranya untuk PKS agar bisa menambah kursi di DPR," kata dia kepada awak media, Minggu (17/3).

Pangi melanjutkan perolehan suara PKS tidak seperti PDI Perjuangan setelah sepuluh tahun berada di luar pemerintahan.

BACA JUGA: NasDem, PKB, dan PKS Lanjutkan Koalisi di Pilgub Jakarta

Menurut pria kelahiran Sumatera Barat itu, PDI Perjuangan memperoleh suara tinggi setelah sepuluh tahun menjadi oposisi bagi pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Fenomena PKS menjadi oposisi selama sepuluh tahun tidak semaksimal apa yang dilakukan PDIP. Hasilnya, PDIP panen pada pemilu kedua yang memperoleh suara terbesar,” ungkapnya.

BACA JUGA: NasDem, PKS, dan PKB DKI Berkumpul, Bahas Kemungkinan Koalisi di Jakarta

Pangi mengatakan, menjadi partai di luar pemerintahan sangat susah, tetapi rakyat seakan tidak memberikan ganjaran sepadan pada Pemilu 2024.

"Rakyat tidak memberikan reward terhadap perjuangan PKS. Saya berpikir bahwa PKS bisa nomor satu atau dua, tetapi faktanya tidak seperti yang dihitung di atas kertas," lanjutnya.

Pangi beranggapan PKS akan memilih rasional menyikapi posisi politik untuk pemerintahan mendatang karena menjadi oposisi tak membuatkan hasil secara maksimal.

“Saya pikir PKS akan rasional, kalau 10 tahun oposisi tidak maksimal membantu rakyat, saya pikir di dalam pemerintah pun tidak membawa kesialan, justru membawa kebaikan," ujar alumnus Universitas Andalas itu.

Toh, kata dia, PKS tidak punya kendala dengan capres nomor urut dua Prabowo Subianto untuk menjadi bagian terhadap pemerintahan mendatang.

"PKS tidak ada kendala dengan Prabowo, telah membersamai dua kali pemilu, dan ini tidak membuat chemistry mereka sulit untuk bersatu," kata Pangi.

Namun, dia bakal mengapresiasi apabila PKS tetap menempuh jalur di luar pemerintah karena tidak ada partai yang bisa menjadi oposisi selama 15 tahun.

“Saya pikir PKS lebih mempertimbangkan kebermanfaatan dan kemudaratannya. Masyarakat masih berharap ada oposisi," ungkap Pangi.

Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung Muhammad Fuady mengatakan persoalan PKS merapat untuk pemerintahan mendatang ialah penerimaan konstituen.

“PKS adalah salah satu partai yang memiliki tingkat pragmatisme rendah. Partai ini relatif konsisten, berbasis ideologi keagamaan, baik di level elite maupun konstituennya. Pilihan menjadi oposisi juga sudah dilakukan sejak lama. Keputusan politik PKS biasanya memiliki resonansi yang sama dengan pemilih, artinya suara partai selaras dengan publiknya," kata dia.

Fuady mengatakan arah politik PKS untuk pemerintahan mendatang memungkinkan dan tidak ada yang salah.

Namun, dia mengingatkan elite PKS bisa memperhatikan suara sukarelawan dan pemilih dalam menentukan sikap terhadap pemerintahan mendatang.

“Partai ini tidak memiliki tradisi mengkhianati suara konstituennya," katanya. (ast/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Kritik Pembatasan BBM Bersubsidi, Pemerintah Jangan Sewenang-wenang


Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler