jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah harus cepat memutar otak untuk menyikapi potensi lonjakan subsidi BBM. Jika tidak, APBN-P 2014 bakal menanggung beban berat subsidi emas hitam itu.
City Country Officer Citibank Indonesia Tigor Siahaan mengatakan, pagu subsidi BBM yang tahun ini dianggarkan dalam APBN 2014 Rp 210 triliun sudah pasti akan terlampaui.
BACA JUGA: KPU Tidak Boleh Jadikan Quick Count Jadi Dasar Perolehan Suara
"Proyeksi kami, nilai subsidi BBM bisa membengkak hingga Rp 350 triliun," ujarnya Rabu (16/4).
Menurut Tigor, angka tersebut dihitung dari potensi melesetnya realisasi asumsi makro dalam APBN 2014. Misalnya, nilai tukar yang dipatok di Rp 10.500 per USD, saat ini sudah di kisaran Rp 11.300 per USD. Lalu volume BBM bersubsidi yang dipatok 48 juta kiloliter diproyeksi tidak akan cukup, mengingat pesatnya jumlah kendaraan bermotor.
BACA JUGA: Mahfud Diyakini Mampu Bereskan Persoalan Hukum
Selain itu, asumsi harga minyak USD 105 per barel juga bisa terlampaui seiring membaiknya ekonomi negara-negara maju yang menaikkan permintaan minyak.
Ekonom Citibank Helmi Arman menambahkan, jika berdasarkan depresiasi rupiah yang diperkirakan ada di kisaran Rp 11.400-an per USD, potensi pembengkakan subsidi BBM diproyeksi sampai ke angka Rp 300 triliun.
BACA JUGA: Soal Aliran Dana dari Atut, Rano: Kita Ikuti Proses Hukum Saja
"Mau Rp 350 triliun atau Rp 300 triliun, itu angka yang sangat besar dan membebani APBN," katanya.
Menurut Helmi, pemerintah harus segera menjalankan reformasi kebijakan subsidi baik dengan cara menaikkan harga BBM subsidi ataupun mengendalikan konsumsi BBM dengan melarang mobil jenis tertentu mengonsumsi BBM subsidi.
"Kalau itu tidak dilakukan, pemerintahan yang baru (hasil Pemilu 2014) pasti akan menanggung beban sangat berat," ucapnya.
Di luar kalkulasi politik, lanjut dia, pemerintah mestinya tidak perlu terlalu khawatir dengan dampak kenaikan BBM subsidi. Dia menyebut, berdasar pengalaman 2013, ketika pemerintah menaikkan harga premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter dan solar dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter, inflasi masih bisa dijaga di level 8,38 persen.
"Ini karena industri sudah menggunakan BBM nonsubsidi, jadi dampaknya tidak terlalu besar," tuturnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan, saat ini pemerintah masih terus mengalkulasi potensi tambahan anggaran subsidi BBM.
"Yang jelas, subsidinya pasti lebih besar dari Rp 210 triliun. Tapi kita masih coba hitung berapa angkanya," ujarnya.(owi/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Lembaga Survei Dikecam
Redaktur : Tim Redaksi