jpnn.com - JAKARTA--Pemerintah sudah menaikkan harga BBM bersubsidi. Tarif listrik juga telah ditingkatkan secara bertahap. Namun, pemerintah masih waswas terkait potensi lonjakan beban subsidi energi.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan, hingga 30 Agustus lalu, realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp 132,4 triliun. Sedangkan subsidi listrik telah menembus Rp 62,2 triliun. "Jadi, total subsidi energi sudah mencapai Rp 194,6 triliun," ujarnya, Jumat (6/9).
BACA JUGA: PLN Siapkan Listrik untuk Pabrik Sagu di Papua Barat
Agus menyebut, realisasi subsidi BBM tersebut sudah mencapai 66,3 persen dari pagu yang disediakan dalam APBN Perubahan 2013 sebesar Rp 199,9 triliun. Sedangkan subsidi listrik mencapai 62,2 persen dari jatah Rp 100 triliun. "Kita berharap besaran subsidi bisa terjaga," katanya.
Namun, hal itu sepertinya bakal sulit dicapai. Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengakui, kenaikan harga BBM subsidi memang bisa menekan potensi ancaman lonjakan konsumsi. "Dari sisi volume, sepertinya cukup aman," ucapnya.
BACA JUGA: Tudingan Didik Rachbini Dinilai Salah Alamat
Data Pertamina menunjukkan, konsumsi BBM subsidi periode Januari - Juli 2013 tercatat 25,83 "juta kiloliter (kl) atau 53,8 persen dari kuota 48 juta kl. Sementara itu, proyeksi lonjakan konsumsi BBM subsidi pada periode arus mudik dan arus balik Lebaran pada Agustus lalu juga tidak terjadi.
Pertamina mencatat, rata-rata realisasi penyaluran BBM bersubsidi untuk masa mudik dan balik Lebaran 2013 hingga 11 Agustus 2013, Premium mencapai "82.731 kl per hari dan Solar 33.471 kl per hari. Angka-angka tersebut justru di bawah proyeksi Pertamina, bahkan lebih rendah dari realisasi Lebaran tahun 2012.
BACA JUGA: Sepulang dari Amerika, Dahlan Iskan Pecat Dirut Pertani
Lantas apa yang membuat pemerintah waswas" Askolani mengatakan, sebagai net importer minyak, subsidi BBM juga akan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. "Kalau nilai tukar (rupiah) terus turun, berarti biaya impor BBM juga akan makin mahal," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, rupiah berada dalam tren depresiasi. Dalam penutupan transaksi berdasar kurs Bank Indonesia (BI) kemarin, Rupiah ditutup di level 11.200 per USD, jauh di bawah asumsi makro dalam APBN-P 2013 yang dipatok di level 9.600 per USD.
Sebagai gambaran, sepanjang Januari - Juli 2013 lalu impor BBM sudah mencapai USD 16,39 miliar. Jika rata-rata kurs misalnya sebesar Rp 10.500 per USD, maka nilainya sekitar Rp 172 triliun. Sementara impor periode Januari - Juli 2012 tercatat USD 16,13 miliar. Jika kurs tahun lalu di kisaran 9.300 per USD, maka nilainya sekira Rp 150 triliun.
Karena itu, lanjut Askolani, untuk mengompensasi potensi lonjakan subsidi akibat depresiasi rupiah, pemerintah akan berupaya menekan konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun nanti. "Caranya dengan memperketat pembatasan konsumsi BBM subsidi untuk kendaraan dinas, maupun konversi kendaraan umum dari BBM ke BBG (bahan bakar gas)," jelasnya. (owi/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Minta Ekspor Ditingkatkan, Dahlan Kumpulkan Perwakilan BUMN di New York
Redaktur : Tim Redaksi