jpnn.com, JAKARTA - Polisi belum berhasil mengungkap pelaku penyerangan menggunakan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Padahal, usia kasus ini sudah 200 hari.
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak sangat menyayangkan gelapnya penanganan kasus penyerangan Novel.
BACA JUGA: Raker Polri-Komisi III Bahas Kasus Spa Gay hingga Novel
Kondisi itu bertolak belakang dengan proses pengobatan mata Novel di Singapura yang cenderung membaik.
”Kami hanya bisa berdoa karena polisi masih gelap gulita proses penyidikannya,” ujar sahabat Novel itu kepada Jawa Pos.
BACA JUGA: 6 Bulan Penyerangan Novel, Fahri Singgung Kasus Mangkrak KPK
Pengobatan mata Novel menunjukan progress positif meski jadwal operasi pada 20 Oktober lalu urung terlaksana lantaran belum meratanya pemulihan gusi yang terpasang di mata.
Dokter yang menangani Novel memperkirakan operasi mata kiri baru bisa dilakukan 1-2 bulan kedepan atau setelah proses pemulihan gusi mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu itu membaik.
BACA JUGA: Insyaallah Novel Baswedan Pulang ke Indonesia Bulan Depan
“Hilangnya” sosok Novel di KPK selama 6 bulan terakhir memang secara tidak langsung berdampak pada penanganan korupsi.
Selain berharap kasus Novel terungkap, Dahnil kembali mendesak KPK segera merekrut penyidik independen. Sebab, penyidik yang berasal dari intitusi lain yang saat ini bertugas di KPK berpotensi memiliki double loyality.
Untuk diketahui, selain mengusut laporan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Brigjen Aris Budiman terhadap Novel, Polda Metro Jaya kini kembali menangani perkara baru terhadap dua penyidik komisi antirasuah.
Kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan pada Senin (23/10). Dua penyidik yang dilaporkan adalah Arend Arthur Durna dan Edy Kurniawan.
Mereka dilaporkan Arief Fadillah, saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.
Kedua penyidik tersebut dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana tercantum pada pasal 421 KUHP dan Pasal 335 KUHP.
Dikonfirmasi soal kasus-kasus para penyidik KPK, Polda Metro Jaya terkesan saling lempar. Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombespol Nico Afinta, misalnya, meminta Jawa Pos menanyakan status penyidikan dua penyidik KPK ke Wadirreskrimum AKBP Didik Sugiharto. ”Silahkan tanya ke Wadirreskrimum AKBP Didik Sugiarto,” tuturnya.
Didik Sugiarto pun bersikap sama dengan Nico. Dia mengarahkan Jawa Pos ke Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono. Argo membenarkan kasus tersebut telah naik ke penyidikan.
Hanya, ketika disinggung jumlah saksi yang diperiksa, dia belum bisa memaparkan. ”Kami juga belum menetapkan tersangka dalam kasus ini,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, salah seorang narasumber Jawa Pos yang enggan disebutkan namanya menuuturkan, laporan Arief tersebut dibuat pada 6 Oktober lalu.
Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/4843/X/2017/PMJ/Ditreskrimum. ”Untuk saksi belum sampai belasan kok yang diperiksa. Saya lupa ada berapa,” tuturnya.
Bukan hanya penyidik KPK saja yang dilaporkan ke kepolisian. Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya dilaporkan Madun Hariyadi atas dugaan korupsi tujuh item pengadaan di komisi antirasuah.
Laporan 4 Oktober lalu itu merujuk pada kejanggalan dalam dokumen informasi pemenang lelang di situs resmi layanan pengadaan secara elektonik (LPSE) Kementerian Keuangan. Laporan itu ditangani Bareskrim Polri.
Sementara itu, KPK belum mau berkomentar terkait ancaman kriminalisasi terhadap para penyidiknya. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku belum tahu menahu perihal itu.
Hanya, dia percaya pada kepolisian bakal bertindak profesional terhadap setiap laporan yang menyasar penyidik maupun pimpinan KPK. ”Kami percaya Polri profesional,” ungkapnya. (sam/tyo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aneh, DPR Tak Pernah Galak ke Jaksa dan Polisi
Redaktur & Reporter : Soetomo