Sudah 7 Bulan Guru Honorer tak Gajian

Jumat, 13 Oktober 2017 – 00:10 WIB
Bu Guru dan siswa di kelas. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, PALEMBANG - Dana Program Sekolah Gratis (PSG) ke seluruh SMA/SMK di Provinsi Sumatera Selatan, untuk triwulan II dan III hingga kini tak kunjung cair.

Padahal, dana itu dipakai sekolah untuk membayar gaji honorer dan kegiatan operasional.

BACA JUGA: Guru Honorer Tolak Kehadiran Lulusan SM3T

Akibatnya, beberapa guru honorer tak gajian sampai 7 bulan. Itu terjadi di beberapa SMA/SMK di daerah, contohnya OKU Timur.

"Sudah 7 bulan ini saya mengajar tanpa mendapat gaji sepeser pen. Tak jarang saat perjalanan ke sekolah, motor saya mogok karena kehabisan bensin dan tidak punya uang untuk membelinya," ujar Giyem, seorang guru honorer SMA Negeri di Kecamatan Semendawai Timur, OKU Timur kepada Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group).

BACA JUGA: Ingat Guru Honorer di Sorong, Politikus Gerindra Ini Mewek

Alasan sekolahnya, lanjut Giyem, dana PSG triwulan II yang selama ini untuk bayar gaji belum dicairkan Provinsi Sumsel.

"Jadi apa boleh buat, cuma pasrah," ujarnya. Setali tiga uang dengan dana PSG untuk SD-SMP yang menjadi wewenang kabupaten/kota.

BACA JUGA: Guru Honorer di Sorong Minta Diangkat jadi CPNS atau PPPK

"Tahun ini baru cair tingkat TK dari pos APBD OKU Timur, tapi untuk SD-SMP masuk APBD Perubahan.

Saat ini masih menunggu pengesahan anggarannya oleh DPRD OKUT,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) OKU Timur, Drs Muhammadali Pasyai, kemarin.

Diakuinya, PSG memang dominan untuk membayar gaji guru honorer. Tapi meskipun ngadat, untuk gaji honorer SD-SMP sejauh ini tak masalah.

"Kami membayar gaji guru honorer sharing dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) 15 persen dan sisanya ditalangi APBD OKUT. Sejauh ini dana BOS lancar tanpa kendala," bebernya.

Kasus serupa juga dialami guru-guru honorer di Banyuasin. "Dana PSG mandek sudah 7 bulan lamanya, jadi banyak rekan honorer di sini pun belum menerima gaji selama itu. Tak hanya guru honorer juga staf honorer (operasional sekolah)," ujar seorang guru honorer SMA negeri berinisial BY di Kecamatan Sembawa, kemarin.

Terpaksa, beberapa rekan seprofesinya pun berhenti dan mencari pekerjaan lain. "Karena mereka terdesak kebutuhan rumah tangga dan menafkahi keluarga," sebutnya. Tak menutup kemungkinan, ada rekan honorer lain yang bakal menyusul.

Menurut BY, ada juga honorer yang terpaksa double job, mengajar ke sekolah lain supaya tetap mendapat penghasilan.

"Kami berharap pemprov segera mencairkan dana PSG itu karena dana itu digunakan untuk bayar gaji," sebutnya.

Komariah, wakil kepala SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III mengaku agar tetap bisa memberikan gaji kepada honorer, pihaknya terpaksa menalangi gaji mereka dulu. Salah satu kepala sekolah lain yang enggan disebut namanya, sekolahnya bahkan ngutang.

"Kalau ada uang kas, kita bayar dulu pakai uang kas,” bebernya. Sebenarnya dia sedih, honorer tak kunjung gajian, tapi sekolah juga kesulitan dana.

”Jika pakai dana BOS, kegiatan sekolah akan menjadi tidak efektif,” imbuhnya.

"Solusi lain Pemprov Sumsel melalui instansi terkait harus ada solusi, misalnya melegalkan memungut uang dari wali murid," ujarnya.

Kalau sekarang pihaknya tak berani memungut iuran karena bisa dipermasalahkan. Di Kabupaten OKU Selatan, SMA/SMK juga kesulitan memenuhi kebutuhan operasional sekolah karena dana PSG menggantung.

Kepala SMA Negeri 2 Muara Dua, Sulaiman Efendi mengakui dana PSG triwulan II dan III sejak April sampai September belum cair.

“Termasuk untuk bulan Oktober hingga Desember juga belum ada informasi kapan akan dibayarkan,” katanya.

Pihaknya kini dibuat bingung bagaimana menyiasati operasional sekolah yang mengandalkan dana PSG.

Sementara, sebut dia, sekolah sendiri tak diberi kewenangan memungut biaya dari wali murid. “Inilah dilema kita. Jika memang PSG ditiadakan, tolong buatkan pergub yang isinya PSG ditiadakan dan sekolah boleh menarik SPP. Jadi kami bisa mengumpulkan dana dari wali murid untuk ini,” ujarnya.

Kasubag Keuangan Disdik OKU Selatan, Evlyn Komerta menjelaskan untuk SD-SMP pengelolaannya sudah jadi wewenang kabupaten/kota.

"Kalau ini sejak Januari 2017, sharing dana PSG sudah disetop provinsi, jadi untuk menjalankan sekolah gratis kita andalkan dana APBD dan BOS dari APBN," imbuhnya.

Sementara, Kepala SMAN 1 Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Marhen mengaku dana PSG triwulan II memang belum cair hingga saat ini.

"Kita terpaksa memberikan pengertian kepada para guru honorer dan menunggu rapat komite untuk mencari langkahnya," kata Marhen.

Kepala SMP Negeri Indralaya Utara, Nirwan mengaku tak tahu persis sudah berapa bulan dana PSG tidak cair.

"Saking lamanya belum cair, jadi sampai lupa sudah berapa bulan. Padahal para guru honor dan guru ekskul menunggu-nunggu kapan dana PSG cair," kata Nirwan.

Kadisdik Pemkab Ogan Ilir, Islah Cori melalui Kabid Pendidikan Menengah Marsudi mengaku akan berusaha mencairkan dana PSG, tapi khusus SD-SMP. "Saat ini kami lagi berusaha," ujarnya. Sebab untuk SMA/SMK wewenang provinsi.

Di Kabupaten OKU, salah satu guru SMK berinisial DN menerangkan dia gajian tak tentu. "Kadang awal bulan, atau pertengahan. Bulan ini saja belum gajian," kata DN, Rabu (11/10).

Dia mengaku digaji sesuai banyaknya jam mengajar, senilai Rp25 ribu per jam. "Dalam satu bulan dapat sekitar 15 jam," imbuhnya.

Karena penghasilan masih kurang, dia terpaksa mengambil orderan fotografi untuk mendapatkan uang tambahan.

Di Kabupaten Muratara, Dedi, guru honorer SMA di Kecamatan Rupit mengaku jika dana PSG untuk SMA/SMK di kabupaten ini pun mandek.

"Itu sudah terjadi lama sekitar 7 bulan, memang faktanya seperti itu," ucapnya. Untuk itu, dia meminta pemerintah responsif dan memperhatikan nasib guru honorer di seluruh wilayah.

Pasalnya nasib mereka cukup miris, dan cukup banyak guru merangkap profesi demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Nasib guru honorer sekarang seperti guru magang, bekerja tanpa digaji. Kami makan tanpa lagi memikirkan gizi karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami harus mengutang di warung," ucapnya.

Makanya usai mengajar, Dedi pun langsung mengojek. Di Palembang juga senasib, beberapa guru maupun kepala sekolah yang ditemui koran ini di kantor Disdik Sumsel kemarin mengakui yang sama.

"Tapi untuk menutupi itu, kami mengambil dana komite yang disepakati sebelumnya. Kita talangi gaji guru honorer dengan itu, sambil menunggu dana PSG. Jadi tak masalah," bebernya.

Untuk dana PSG SD-SMP di Palembang, Kasubag Keuangan Disdik Kota Palembang, Hj Juita mengklaim tanpa masalah.

"Dana PSG rutin kita bayar per triwulan di akhir bulan. Kalaupun terlambat paling satu dua hari karena kendala teknis,” ungkapnya. Dana dana PSG SD-SMP itu pun di-cover oleh APBD.

Di Empat Lawang, dana PSG triwulan II SD-SMP juga tanpa masalah. Sudah ditransfer ke rekening sekolah penerima. Kabid Pembina SMP Disdikbud Empat Lawang, Sayana menjelaskan pihaknya mencairkan Rp1,448 miliar ke 213 sekolah. "Kami selalu awasi penggunaan dana ini, ada tim monitoring dari Disdikbud," cetusnya.

Pihaknya pun mengingatkan setiap sekolah jangan memungut biaya apa pun kepada siswa dan wali murid.

"Karena itu melanggar aturan. Namun kalau atas nama komite itu bukan lagi tanggung jawab pihak sekolah apa lagi Disdikbud," tegasnya.

Di Prabumulih, PSG SD-SMP juga tetap berjalan dan dianggarkan Pemkot di APBD 2017. Kepala Disdikbud Prabumulih, HM Rasyid SAg dana dari provinsi memang tidak ada sejak awal tahun, tapi pihaknya tetap menyiapkan.

"Selain PSG, sumber pembiayaan sekolah dari BOS," sebutnya. Dengan demikian sekolah yang mendapat bantuan dana PSG, tidak boleh lagi memungut bayaran bulanan.

"Semua sudah ditanggung di sana," ucapnya. Kepala Disdik Lubuklinggau, Tamri mengatakan dana PSG SD-SMP miliaran. "Sejauh ini tidak ada kendala," sebutnya. (sal/qda/dwa/sid/gsm/cj13/nni/kms/eno/kos/wek/fad/ce2)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran Gaji Honorer Lebih Besar Dibanding Guru Tetap


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler