Sudahkan Konsumen Terlindungi Dari Penggunaan AMDK?

Sabtu, 04 Juni 2022 – 11:37 WIB
Ilustrasi - Air minum dalam kemasan galon. Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rita Endang Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan POM menuturkan pihaknya melakukan perlindungan masyarakat dari potensi bahaya produk BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK).

Rita mengatakan, isu BPA bukan hanya isu nasional saja, melainkan sudah menjadi isu Internasional.

BACA JUGA: Dukung UMKM Berkembang, OttoPay & OttoPoint Perluas Layanan ke Mitra Bisnis

“Jadi, BPA merupakan isu global. Beberapa negara sudah meregulasi dan melakukan pelabelan BPA pada AMDK,” ujar Rita dalam webinar yang disiarkan lewat kanal Youtube GATRA TV.

Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan berbagai upaya untuk melakukan pelabelan pada AMDK dengan melakukan revisi peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018.

BACA JUGA: Soal yang Satu Ini, Komisi VII Dukung Upaya Pertamina

Sejauh ini Rita merasa sudah melakukan berbagai macam upaya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Badan POM.

“Kewenangan Badan POM sudah sangat jelas, bagaimana melakukan upaya tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu sesuai dengan UU Nomor Tahun 2012 Tentang Pangan, dan Perpres Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan sesuai dengan Tupoksi Badan POM,” ujar Rita.

BACA JUGA: Minuman Sehat dari Bahan Alami Ini Bisa Meningkatkan Libido Pria, Joss!

Rita mengatakan, BPA pada AMDK menjadi kajian penting dan prioritas untuk menjadi label pada AMDK.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Badan POM, yakni: Pertama, air merupakan kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup manusia dan dikonsumsi oleh seluruh kelompok usia.

Kedua, volume produksi AMDK cukup besar, yakni ada sebanyak 21 miliar liter per tahun, atau sebanyak 70% volume produksi AMDK per tahun.

Ketiga, Jumlah konsumen AMDK galon ada sebanyak 50.204.403 (lebih dari 50 juta) orang atau ada sebanyak 18% dari populasi Indonesia pada 2020.

Keempat, AMDK merupakan produk terbanyak yang terdaftar di Indonesia, dan sebanyak 96,4% dari produk AMDK galon menggunakan plastik polikarbonat.

Sementara, bagi Ujang Solihin Sidik Kasubdit Tata Kelola Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah, KLHK memaparkan soal dampak terhadap AMDK pada lingkungan.

“Berbicara dampak pada lingkungan pada akhirnya tentu saja akan berdampak juga pada kesehatan,” kata Ujang Solihin.

Bagi KLHK kata Sidik, pilihannya adalah ada kemasan daur ulang, sebab hal itu menjadi hal yang utama. Selain itu, industri kemasan harus melakukan inovasi untuk mencari jenis kemasan pakai ulang yang bebas BPA.

Dalam pandangan KLHK, dalam konteks daur ulang maka ukuran kemasan menjadi lebih penting juga.

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Junaidi Khotib mengatakan, paparan BPA bisa menyebabkan perkembangan dan fisiologi hipotalamus neuroendokrin dan pengendalian keseimbangan energi mengalami gangguan, dan proses learning memori pada hipokampus pun mengalami penurunan.

Hasil kajian Prof. Junaidi menunjukkan  bahwa BPA menimbulkan kerusakan yang kompleks dengan melibatkan jalur hormonal dan epigenetik.

"Perkembangan dan fisiologi hipotalamus neuroendokrin dan pengendalian keseimbangan energi mengalami gangguan, dan proses learning memori pada hipokampus mengalami penurunan," kata Prof Junaedi Khotib.

Berdasarkan kajian itu, Prof. Junaidi Khotib merekomendasikan beberapa langkah untuk mencegah paparan dan dampak merugikan pada manusia.

Pertama, edukasi dan peningkatan kesadaran kepada masyarakat terkait dengan kemampuan secara bijak dalam memilih produk makanan atau minuman, yang menggunakan kemasan primer yang bebas BPA.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler