jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding meminta Presiden Joko Widodo menindaklanjuti kasus kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib yang meninggal akibat diracun.
Politikus Hanura itu menegaskan, pemerintah harus mengedepankan asas persamaan di muka hukum (equality before the law) dalam mengusut kasus yang terjadi pada tahun 2004 silam itu. Hal itu juga mesti berlaku pada AM Hendropriyono yang menjadi kepala Badan Intelijen Negara (BIN) saat Munir meninggal akibat racun dalam penerbangan Garuda Indonesia menuju Belanda pada 2004.
BACA JUGA: Panitera PN Jakpus Penerima Rasuah Mengaku Salah
"Siapa pun yang ada dugaan kuat terlibat dalam satu kasus harus diperlakukan sama, kedudukan sama di hadapan hukum, tanpa memandang siapa dia, kan begitu," tegas Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10).
Dia menuturkan, banyak desakan ke pemerintah agar mengungkap aktor atau dalang di balik kematian pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) itu. Dia yakin, hal tersebut tidaklah sulit.
BACA JUGA: 2 Tahun Jokowi-JK, Bukti Nyata Kemenkes Jaga Kesehatan Rakyat
Apalagi, sudah ada sejumlah pihak yang sebelumnya dijerat hukum atas kasus tersebut. "Saya kira tidaklah terlalu sulit untuk mengorek dari yang bersangkutan, siapa dibalik kasus ini yang menginginkan kematian Munir," pungkasnya.
Sudding menambahkan, aktor intelektual kasus itu memang masih belum jelas. Sejauh ini baru orang yang dihukum, yakni mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan dan Pollycarpus Budihari Priyanto yang tercatat sebagai pilot di maskapai BUMN itu.
BACA JUGA: Ingat, Abdi Negara Jangan Pilih-Pilih Wilayah Penugasan
Munir meninggal akibat racun arsenik ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana, pada 7 September 2004, di atas pesawat Garuda dengan Nomor GA-974. Kasus Munir kembali ramai usai Komisi Informasi Pusat (KIP) mengeluarkan putusan agar laporan akhir Tim Pencari Fakta (TPF) Munir dibuka untuk publik.
Namun, dokumen tersebut dinyatakan hilang setelah Kementerian Sekretariat Negara mengaku tidak memilikinya. Hingga kini dokumen asli tersebut tidak ditemukan walaupun Presiden VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menggelar konferensi pers kemarin, Selasa (25/10) mengaku memiliki salinannya.(dna/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bocah Lumpuh Ini Punya Prestasi dan Segera Mendunia
Redaktur : Tim Redaksi