Suhendra Hadikuntono Bekerja dalam Sunyi

Minggu, 14 Juli 2019 – 21:51 WIB
Suhendra Hadikuntono. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Oleh: Rudi S Kamri, pengamat sepak bola dan pegiat media sosial

Saya berkesempatan makan siang dan berbincang banyak hal dengan sosok yang baru saya kenal. Namanya, Suhendra Hadikuntono, seorang pria sederhana dan rendah hati, suami tercinta dari sahabat saya, Kezia Kharisma.

BACA JUGA: Akan Ada Pertemuan Kecil Jokowi dengan Ketum Parpol di Sentul, Mungkin Bahas Kursi Menteri

Berbincang panjang lebar dengan beliau tentang sepak bola dan masalah kebangsaan, membuat saya terpaku dan tercenung. 

Kesan saya tentang Suhendra adalah manusia langka yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak ada ambisi apa pun. Beliau hanya ingin berbuat sesuatu untuk negeri tercintanya.

BACA JUGA: Ali Wongso: Jokowi dan Prabowo Beri Pendidikan Politik Luar Biasa

Dengan kecukupan materi yang dimilikinya saat ini, Suhendra hanya ingin menghabiskan sisa umurnya untuk mengabdi buat bangsa dan negara. 

BACA JUGA: Jokowi dan Prabowo Bertemu, ARJ: Langkah Awal Bangun Bangsa

Rudi S Kamri, pengamat sepak bola dan pegiat media sosial

Pria lulusan University Kebangsaan Malaysia ini merupakan pemilik beberapa perusahaan multinasional yang bernaung dalam bendera Indo Sarana Prima Group.

Perusahaan itu bergerak di bidang security, parking, fumigasi, plantation, furniture, dan PT Indo Cetta Prima, salah salah satu perusahaan besar di Indonesia. 

Pria santun kelahiran Medan 50 tahun lalu ini sengaja menghindari sorotan media massa dalam setiap aktivitasnya. Dia selalu bekerja dan berkarya dalam senyap. Namun, apa yang telah dilakukan untuk negeri ini membuat saya geleng-geleng kepala.

BACA JUGA: Komisioner KPSN Pimpin Tim ke VVIP ASEAN Championship 2019

Kisah keterlibatan Suhendra dalam kasus ini bermula saat dimintai tolong oleh sahabatnya Duta Besar Vietnam di Indonesia pada akhir 2013. Pemerintah Vietnam protes keras kepada Pemerintah Indonesia atas ditahannya 90 warga negara Vietnam di Kepulauan Anambas yang tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia. 

Protes keras dari Vietnam bukan karena untuk membela warganya yang melakukan pencurian ikan, melainkan ternyata 90 orang tersebut telah ditahan oleh otoritas keamanan Indonesia selama setahun tanpa proses hukum.

Selama setahun itu mereka diperlakukan tidak manusiawi. Mereka dipaksa kerja keras tanpa dikasih makan yang layak bahkan tanpa dibayar sepeser pun.

Kondisi mereka benar- benar mengenaskan. Bahkan ada yang sakit jiwa karenanya. Mereka benar-benar diperlakukan seperti budak.

Kejadian ini memicu gelombang protes di Vietnam. Bahkan konon ada demonstrasi besar-besaran di Vietnam sampai Kedutaan Besar RI di Vietnam dibakar massa.

Peristiwa ini sengaja ditutupi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada waktu itu karena akan mempermalukan bangsa dan negara. 

Atas usaha keras melalui lobi-lobi dengan Pemerintah RI, akhirnya Suhendra berhasil memulangkan 90 orang warga Vietnam tersebut dengan biaya dari kantong sendiri.

Semua dilakukan dengan "sillence operation", tanpa terendus media nasional maupun internasional. Tujuannya agar Indonesia terhindar dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Suhendra telah  bekerja keras dalam senyap untuk menyelamatkan kehormatan negara.

Beberapa bulan setelah Joko Widodo menjabat presiden tahun 2014, ratusan ribu perangkat desa dari seluruh Indonesia datang ke Jakarta, menggeruduk Istana Merdeka.

Tujuan mereka menagih janji Jokowi saat kampanye bahwa perangkat desa akan diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, ternyata janji Jokowi tidak kunjung direalisasikan oleh menteri dalam negeri dengan berbagai alasan. Mengamuklah mereka. 

Dalam demonstrasi tersebut, tidak satu pun aparat Kemendagri dan Mendagri Tjahjo Kumolo yang berani menghadapi para demonstran itu. Akhirnya, Suhendra yang saat itu menjabat Penasihat Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) turun tangan.

Dia pasang badan berjibaku menenangkan para demonstran yang sudah mengancam akan membuat kerusuhan. Masalah pun teratasi dengan baik. Mendagri Tjahjo Kumolo mendapat pujian dan tepuk tangan dari media, sedangkan Suhendra kembali ke dunianya yang sepi.

Seperti biasa, setiap Presiden Jokowi berkunjung ke daerah selalu membagikan sertifikat tanah gratis kepada masyarakat. Hal itu juga dilakukan Presiden Jokowi pada 2018 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Presiden membagi-bagikan sertifikat secara gratis kepada warga Langkat, dan tentu saja warga bahagia tiada tara mendapatkan sertifikat tanah gratis. Seperti biasa pula, Presiden Jokowi juga membagi-bagikan sepeda waktu itu.

Lalu, apa yang terjadi setelah Presiden Jokowi pulang ke Jakarta? Seluruh sertifikat tanah tersebut ditarik kembali oleh perangkat desa yang katanya atas perintah bupati Langkat.

Bagi warga yang mau mengambil sertifikat tersebut harus menebus dengan uang Rp 3 juta-Rp 5 juta. Hal ini tentu saja tak diketahui Jokowi.

Atas jeritan rakyat kecil itu, Suhendra yang dibantu tim kecilnya bergerilya ke beberapa desa, ke seluruh pelosok Kabupaten Langkat. Dia mengancam memidanakan aparat desa yang telah menyandera sertifikat yang merupakan hak rakyat tersebut.

Usaha dari Suhendra tentu saja mendapatkan perlawanan keras dari aparat desa dan kecamatan. Namun, singkat cerita berkat kegigihannya, akhirnya Suhendra berhasil menarik kembali ribuan sertifikat tanah tersebut dari aparat desa dan mengembalikan kepada rakyat.

 Pada saat saya tanya, apa motivasi Suhendra sehingga melakukan hal itu? Jawabnya, "Saya hanya ingin menyelamatkan nama baik Pak Jokowi yang telah berniat baik, tetapi ‘digergaji’ oleh anak buahnya di level bawah," Makjleb!

Anda pasti sudah membaca berita 17 orang oknum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan mafia sepak bola ditangkap dan diproses hukum oleh Polri.

Namun, tahukah Anda bahwa Suhendra Hadikuntono yang merupakan Ketua KPSN (Komite Pembaharuan Sepakbola Nasional) yang menginisiasi pembongkaran kasus itu? 

Suhendra begitu gemas dengan kondisi semakin maraknya mafia sepak bola di Indonesia. Dia dibantu beberapa orang kemudian membentuk KPSN dan hebatnya Suhendra pula yang membiayai semua kegiatan KPSN.

Dia bahkan membiayai sebagian kegiatan operasional aparat kepolisian untuk menangkap para mafia sepak bola.

Suhendra pula yang membiayai beberapa pertemuan KPSN dengan pemilik suara (voters) PSSI. 

Saat saya tanya, sudah habis berapa untuk membongkar mafia sepak bola ini? Beliau hanya tersenyum kecil, "Hanya beberapa M-lah,"

Kemudian saya kejar lagi, apakah Bapak punya niat menjadi Ketua Umum PSSI? Dia menggeleng keras.

"Saya tidak ingin jadi apa-apa. Saya hanya ingin sepak bola Indonesia kembali ke marwahnya sebagai alat pemersatu dan kebanggaan bangsa dan negara,”

Saya diam. Tercenung. Kemudian saya iseng bertanya, kalau ditawari Presiden Jokowi untuk menjadi menteri, Bapak bersedia? Beliau menggeleng,

"Saya tidak ingin jabatan apa-apa, Mas Rudi. Saya hanya ingin jadi pejuang bagi NKRI saja. Kalaupun Pak Jokowi memanggil saya untuk mengabdi membantu beliau, saya akan minta ditempatkan di tempat kering yang tidak ada uangnya, agar saya bisa total dan fokus mengabdi untuk negeri ini. Karena secara materi alhamdulillah saya sudah banyak diberikan rezeki oleh Allah SWT. Kalau tidak dipanggil, saya akan tetap berbuat apa pun yang bisa saya lakukan untuk menjaga keutuhan NKRI,”

Saya terdiam. Saya pandangi dalam-dalam Pak Suhendra yang didampingi istrinya yang cantik itu. Saya malu. Saya merasa belum berbuat apa pun untuk negeri ini.

Terima kasih, Pak Suhendra. Anda telah memberi banyak pelajaran buat saya pribadi. Anda adalah sosok yang patut menjadi teladan dan inspirasi bagi kita semua, bagaimana mengabdi pada negara tanpa pamrih. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Vita Pamela, Rela Berdesak-desakan Demi Foto Bareng Prabowo, Ada Bekas Lipstik di Bajunya


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler