'Sukhoi Saja Mau Bayar Rp 1,25 Miliar'

Senin, 05 Januari 2015 – 05:20 WIB
Maskapai AirAsia. Foto dok AirAsia

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi maskapai penerbangan nasional (Indonesia National Air Carrier Association/Inaca) menegaskan bahwa ahli waris korban kecelakaan pesawat AirAsia tidak akan mendapat santunan Jasa Raharja. Pasalnya, kecelakaan itu terjadi dalam penerbangan rute internasional.

"Dalam aturannya, santunan Jasa Raharja tidak untuk penerbangan internasional, jadi ahli waris korban tidak akan dapat yang Rp 50 juta itu karena rute Surabaya ke Singapura itu penerbangan internasional. Beda kalau itu terjadi dalam penerbangan domestik, misalkan Surabaya ke Jakarta," ujar Sekretaris Jenderal Inaca, Tengku Burhanudin kepada Jawa Pos kemarin (4/1).

BACA JUGA: Super App Airasia & Netcore Cloud Implementasikan Pengiriman Email Berbasis AI

Namun begitu, Tengku meminta keluarga korban tidak kecewa karena Pemerintah sudah memiliki payung hukum dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 77 tahun 2011 yang mengatur soal ganti rugi kecelakaan pesawat.

Dalam aturan itu ahli waris korban meninggal berhak mendapatkan ganti rugi Rp 1,25 miliar per orang. "Di luar negeri malah dibawah itu," kata Tengku.

BACA JUGA: Gandeng AirAsia, Gojek Berpotensi Makin Kuat di Pasar ASEAN

Meskipun dalam Konvensi Montreal disebutkan bahwa ahli waris korban meninggal kecelakaan pesawat berhak mendapat USD 165.000 (sekitar Rp 2 miliar) per penumpang, namun kata Tengku, belum banyak yang meratifikasi itu.

"Umumnya di negara lain USD 40-70.000 (sekitar Rp 500-875 juta), tapi Indonesia sudah USD 100.000. Angka itu sudah sangat besar," lanjutnya.

BACA JUGA: Bermitra dengan AirAsia, GoJek Perkuat Investasi di Singapura dan Vietnam

Dalam kasus kecelakaan yang merenggut 162 nyawa ini, Inaca mendesak AirAsia untuk mengikuti aturan main di Indonesia. Sebab maskapai yang digunakan memakai maskapai penerbangan dalam negeri, memakai brand Indonesia.

Selain itu para penumpangnya juga mayoritas orang Indonesia. "Sukhoi yang bukan maskapai Indonesia saja mau bayar Rp 1,25 miliar," tukasnya.
       
Seperti diketahui pesawat Sukhoi SSJ-100 yang sedang sedang melakukan joy flight promotion ke salah satu maskapai nasional jatuh di Gunung Salak Bogor pada 9 Mei 2012.

Dalam kecelakaan itu korbannya mencapai 45 orang. Tragedi itu menjadi ujian pertama bagi Permenhub 77 tahun 2011. Nyatanya, Sukhoi mentransfer Rp 1,25 miliar ke rekening ahli waris korban 6-7 bulan setelah kejadian.
       
Tengku menambahkan, para korban kecelakaan pesawat AirAsia bisa jadi juga memiliki asuransi optional yang biasanya ditawarkan pada saat pembelian tiket pesawat. Mengenai hal itu, Inaca yakin AirAsia memiliki catatannya.

"Pihak keluarga korban bisa menanyakan langsung ke AirAsia, saya kira AirAsia tidak akan menutup-nutupi karena itu hak orang lain. Etika bisnis pasti dijaga," ungkapnya.
       
Demikian juga asuransi-asuransi lain kemungkinan dimiliki oleh penumpang secara pribadi. Dalam kasus Kementerian Perhubungan yang menyatakan penerbangan AirAsia di hari minggu (28/12/2014) pada saat terjadi kecelakaan tidak memiliki ijin, Tengku enggan menjawab.

"Itu harus diteliti benar-benar, sepertinya kok nggak mungkin terbang tanpa izin" kata dia.
       
Menurut Tengku, kasus izin itu tidak bisa dijadikan alasan oleh perusahaan asuransi manapun untuk tidak membayarkan kewajibannya. Sebab perusahaan asuransi itu tidak memiliki wewenang untuk menentukan suatu penerbangan ilegal atau tidak ilegal.

"Begitu orang meninggal ya harus bayar. Kecuali kalau mati bunuh diri. Ini kan jelas kecelakaan. Jangan sampai nanti dituntut ahli waris," tegasnya.
       
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim mengatakan, mengenai kewajiban santunan dalam kecelakaan pesawat akan diurusi oleh asuransi umum yang menjadi mitra AirAsia.

"Kami di industri asuransi jiwa itu menangani penumpang yang beli polis kita sebelum terbang sama AirAsia. Jadi kami tidak ikut-ikutan yang Rp 1,25 miliar itu," sebutnya.
       
Hendrisman mengaku beberapa perusahaan asuransi jiwa anggota AAJI sudah melaporkan kepadanya secara lisan mengenai penumpang yang memiliki polis. Namun jumlah totalnya belum bisa ditentukan karena masih harus menunggu laporan dari masing-masing perusahaan."Itu tersebar di banyak perusahaan, jadi saat ini belum bisa kami sebutkan," tukasnya.
       
Dalam pertemuan dengan anggota AAJI, Hendrisman mengaku semua sepakat untuk membayar pertanggungan kepada ahli waris. Untuk itu pihak keluarga diminta untuk menyiapkan syarat-syaratnya.

"Ya seperti biasalah, surat kematian dan lain-lain. Pokoknya kalau proses identifikasi selesai, itu betul orangnya kita segera bayar. Tidak akan dipersulit karena ini jelas kecelakaan," tegasnya.
       
"Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Julian Noor mengatakan klaim asuransi umumnya baru diproses oleh ahli waris korban setelah proses evakuasi, identifikasi dan pemakaman selesai dilakukan.

"Untuk yang sesuai aturan Permenhub Rp 1,25 miliar itu prosesnya pembayarannya bisa langsung oleh pihak asuransi atau lewat maskapai," tuturnya.
       
"Sementara pihak AirAsia juga tidak akan mengalami kerugian materi karena asuransi akan mengganti pesawat yang rusak akibat kecelakaan dengan harga yang sesuai. Dalam kasus AirAsia, pesawat Airbus A320-200 harganya dikisaran Rp 1 triliun per unit.

"Ganti rugi sebesar itu tidak akan membuat perusahaan asuransi kolaps karena mereka sudah memiliki sistem resiko yang disetting bagus," jelasnya. (wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... AirAsia Buka Layanan Taksi Online, Armadanya Mewah


Redaktur : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler