BANDARLAMPUNG – Persoalan anak jalanan (anjal) serta gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Bandarlampung perlu mendapat perhatian serius. Dinas Sosial (Dissos) setempat yang menangani persoalan ini secara terbuka mengaku kesulitan menertibkan anjal, gepeng, orang gila, dan pekerja seks komersial (PSK).
Mereka berdalih, salah satu faktor penyebabnya adalah Dissos tak memiliki panti khusus menangani orang gila dan pengemis. Hal tersebut diakui oleh Kepala Dissos Bandarlampung Akuan Effendi.
’’Kami tidak bisa berbuat banyak karena semuanya menyangkut tempat untuk direhabilitasi. Sampai saat ini, kami tidak memiliki tempat khusus yang menangani orang gila dan pengemis,” keluh Akuan, Rabu (6/2).
Dia sendiri yakin jika pemkot telah memiliki panti rehabilitasi, persoalan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) bisa diminimalisasi. Meski demikian, lanjutnya, Dissos tetap berusaha maksimal melakukan upaya penertiban terhadap anjal, gepeng, orang gila, dan PSK.
’’Selama ini, kami memakai pihak ketiga untuk merehabilitasi orang gila. Mereka direhab sampai sembuh. Tetapi rata-rata orang gila yang ada di sini bukan warga asli Bandarlampung. Mereka berasal dari luar yang masuk ke sini,” jelasnya.
Untuk menertibkan masalah orang gila, pengemis, dan bertambahnya PSK seiring munculnya tempat hiburan, sambung Akuan, pihaknya sudah melakukan penertiban. Namun diakuinya, razia belum maksimal. Akibatnya dalam hitungan satu hari saja, para PMKS itu muncul lagi di tengah masyarakat.
’’Jadi untuk pengemis sendiri, mereka tidak kapok-kapok turun ke tengah jalan. Nantinya, kami turun lagi ke jalan untuk melakukan razia agar masyarakat dapat dengan tenang menjalankan aktivitas,” tegasnya.
Sebelumnya, Dissos Lampung memaparkan, jumlah gelandangan di provinsi ini mencapai 218 jiwa. Sedangkan pengemis 550 jiwa. Mereka mayoritas berada di Kota Bandarlampung.
Dissos Lampung mengaku selama ini turut aktif melakukan penjaringan gepeng dan menampungnya di UPTD Pelayanan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (PRSTS) Mardi Guna Lempasing.
’’Di sana banyak warga binaan kita yang diberdayakan dengan cara melakukan pertanian, pembuatan bata, serta ada juga keterampilan membuat gula dari kelapa,” ujar Kepala Dissos Lampung Nurdin Sifrizal.
Di sisi lain, pihaknya turut menyinggung mengenai angka penyandang masalah kesejahteraan sosial. Cukup ironis memang. Di mana berdasarkan penuturan Nurdin, jumlah PMKS saat ini mencapai 752.587. Terdiri 227.540 jiwa dan 525.047 kepala keluarga (KK). ’’Ini berarti 10,75 persen dari penduduk Lampung merupakan PMKS,” ujarnya. (yud/p5/c1/wdi)
Mereka berdalih, salah satu faktor penyebabnya adalah Dissos tak memiliki panti khusus menangani orang gila dan pengemis. Hal tersebut diakui oleh Kepala Dissos Bandarlampung Akuan Effendi.
’’Kami tidak bisa berbuat banyak karena semuanya menyangkut tempat untuk direhabilitasi. Sampai saat ini, kami tidak memiliki tempat khusus yang menangani orang gila dan pengemis,” keluh Akuan, Rabu (6/2).
Dia sendiri yakin jika pemkot telah memiliki panti rehabilitasi, persoalan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) bisa diminimalisasi. Meski demikian, lanjutnya, Dissos tetap berusaha maksimal melakukan upaya penertiban terhadap anjal, gepeng, orang gila, dan PSK.
’’Selama ini, kami memakai pihak ketiga untuk merehabilitasi orang gila. Mereka direhab sampai sembuh. Tetapi rata-rata orang gila yang ada di sini bukan warga asli Bandarlampung. Mereka berasal dari luar yang masuk ke sini,” jelasnya.
Untuk menertibkan masalah orang gila, pengemis, dan bertambahnya PSK seiring munculnya tempat hiburan, sambung Akuan, pihaknya sudah melakukan penertiban. Namun diakuinya, razia belum maksimal. Akibatnya dalam hitungan satu hari saja, para PMKS itu muncul lagi di tengah masyarakat.
’’Jadi untuk pengemis sendiri, mereka tidak kapok-kapok turun ke tengah jalan. Nantinya, kami turun lagi ke jalan untuk melakukan razia agar masyarakat dapat dengan tenang menjalankan aktivitas,” tegasnya.
Sebelumnya, Dissos Lampung memaparkan, jumlah gelandangan di provinsi ini mencapai 218 jiwa. Sedangkan pengemis 550 jiwa. Mereka mayoritas berada di Kota Bandarlampung.
Dissos Lampung mengaku selama ini turut aktif melakukan penjaringan gepeng dan menampungnya di UPTD Pelayanan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (PRSTS) Mardi Guna Lempasing.
’’Di sana banyak warga binaan kita yang diberdayakan dengan cara melakukan pertanian, pembuatan bata, serta ada juga keterampilan membuat gula dari kelapa,” ujar Kepala Dissos Lampung Nurdin Sifrizal.
Di sisi lain, pihaknya turut menyinggung mengenai angka penyandang masalah kesejahteraan sosial. Cukup ironis memang. Di mana berdasarkan penuturan Nurdin, jumlah PMKS saat ini mencapai 752.587. Terdiri 227.540 jiwa dan 525.047 kepala keluarga (KK). ’’Ini berarti 10,75 persen dari penduduk Lampung merupakan PMKS,” ujarnya. (yud/p5/c1/wdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petugas Mogok Kerja, Sampah Menumpuk
Redaktur : Tim Redaksi