jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Baktiar Najamuddin menyoroti keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menggelar Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
Senator asal Bengkulu ini mengingatkan KPU agar bertanggung jawab bila dalam proses pilkada serentak Desember 2020 nanti malah menghasilkan klaster baru Covid-19.
BACA JUGA: Keputusan Pemerintah Tetap Menggelar Pilkada Serentak 2020 Dinilai Tepat
“Saya sudah mendengar penjelasan Mendagri (Tito Karnavian) bahwa pilkada nanti dilaksanakan dengan protokol kesehatan, tetapi saya ingatkan tenaga medis yang sudah menggunakan APD saja bisa terpapar," kata Sultan, Selasa (2/6).
Apalagi, lanjut Sultan, proses pilkada ini pasti melibatkan masyarakat luas, mulai dari calon dan timnya, pemilih, serta panitia dari awal pendataan pemilih sampai proses penghitungan suara berjenjang.
BACA JUGA: Bahtiar: Tidak Ada Opsi Lain, Pilkada Serentak 2020 Harus Digelar
Ia berpendapat dalam proses yang multitahap dan melibatkan banyak orang itu bukan tidak mungkin justru menghasilkan klaster baru penyebaran Covid-19. Hal ini mengingat daya tular virus itu tergolong sangat cepat. Terlebih lagi, hingga hari ini, wabah itu belum dinyatakan selesai karena kurvanya relatif meninggi di beberapa daerah.
“Pertanyaan saya, siapa yang tanggung jawab nanti? KPU harus siap lho," tegasnya.
BACA JUGA: Zona Merah Covid-19 Banyak, Ketua DPD Minta Pemerintah Kaji Ulang Jadwal Pilkada
Jadi, ia mengingatkan, jangan hanya karena mengejar sesuatu yang tidak prioritas, tetapi nanti dampaknya menghantam apa yang diprioritaskan yakni sektor kesehatan dan ketahanan sosial. "Ini seharusnya menjadi logika berpikir kita semua, sebelum mengambil keputusan," ucap Sultan.
Ia menambahkan, prioritas Indonesia hari ini adalah kesehatan dan pangan sebagai penguat sosial-ekonomi masyarakat yang menderita, terutama di lapisan bawah. Rakyat membutuhkan jaminan hak kesehatan dan hidup yang sudah tertuang dalam konstitusi.
Proses demokrasi melalui pilkada dalam situasi saat ini, menjadi tidak mutlak untuk dilaksanakan karena masih bisa ditunda, apalagi KPU juga punya simulasi opsi sampai April 2021.
Dari sisi anggaran, Sultan juga mengungkapkan bahwa semua lembaga negara dan kementerian telah dipangkas oleh Kementerian Keuangan. Termasuk anggaran DPD yang tahun ini juga sudah dipangkas.
“Ini KPU RI untuk Pilkada dengan anggaran Rp 9 triliun, malah mengajukan anggaran tambahan Rp 535 miliar lebih karena harus membeli alat pendukung protokol kesehatan. Ini kan seperti tidak punya sensitivitas terhadap apa yang sekarang dirasakan rakyat,” katanya.
Apalagi, jika nanti para pemilih merasa cemas, dan memilih tidak ke TPS, maka jumlah pengguna hak pilih juga menurun, sehingga kualitas pilkada juga menjadi catatan. Selain itu, ditambah lagi dengan masih adanya peluang untuk kembali ke PSBB, bila ternyata konsep new normal tidak berhasil menurunkan kurva wabah.
“Lalu, kalau nanti kembali ke PSBB, bagaimana anggaran yang sudah terlanjur dibelanjakan? Ini juga harus dipikirkan KPU,” pungkas Sultan.
Namun Sultan mengembalikan lagi kepada pemerintah. Sebab, dirinya sebagai wakil daerah di DPD bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan yang diambil pemerintah. “Kami di DPD sudah mengingatkan bahwa negara saat ini lebih membutuhkan prioritas anggaran untuk pangan dan recovery ekonomi, bukan pilkada. Karena beda dengan pilpres yang konsekuensinya apabila ditunda bisa vacum of power,” pungkas dia. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy