Sumbang Pemikiran untuk Muktamar, Generasi Muda NU Gelar Muzakarah Nasional

Selasa, 30 November 2021 – 13:47 WIB
Dari kiri ke kanan, Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi dua periode/Ketua Umum IPNU 2000), Asrorun Niam Sholeh (Sekjen Majelis Alumni IPNU/Katib Syuriyah PBNU), Ali Ramdhani (Dirjen Pendis Kemenag). Foto: Dok. IPNU

jpnn.com, JAKARTA - Menjelang Muktamar ke-34 NU, Majelis Alumni (MA) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) menggelar Muzakarah Nasional di Hotel Millennium Jakarta selama dua hari, pada Senin-Selasa (29-30/11).

Sekretaris Jenderal Majelis Alumni IPNU Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan tak lama lagi Nahdlatul Ulama akan genap berusia 100 tahun. Muktamar Ke-34 menandai akhir abad pertama, sekaligus mengawali abad kedua organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia itu.

BACA JUGA: Jelang Muktamar NU, Banser DKI Jakarta Tingkatkan Kesiagaan

Karena itu, tegas Niam, harus ada desain besar perkhidmatan NU, sekaligus menyiapkan agen perubahannya.

"Momentum muktamar ke-34 ini perlu dioptimalkan untuk menyiapkan rijalul ishlah, aktor reformer untuk membawa NU meneguhkan perkhidmata pada umat dan bangsa dalam masa seratus tahun yang kedua. Nabi menegaskan bahwa dalam 100 tahun akan hadir pembaharu (mujaddid atau reformer). Karenanya, hal tersebut perlu disiapkan dalam Muktamar Ke-34 nanti," ujar Asrorun Ni’am, Selasa (30/11).

BACA JUGA: Aksi Heroik Anak Buah AKP Adrian Menangkap Bandar Narkoba, jadi Tontonan Warga

Muzakarah Nasional yang  bertema ‘Menuju Satu Abad NU: Konsolidasi Kader Muda NU dalam Meneguhkan Perkhidmatan untuk Peradaban Dunia’ ini juga mendiskusikan keberperanan NU di tengah perubahan masyarakat.

“Kita juga perlu mengantisipasi dan mengadaptasi perubahan masyarakat yang begitu akseleratif sehingga pengelolaan organisasi harus didesain di tengah masyarakat yang berubah seperti hari ini,” kata Ni’am.

BACA JUGA: Alasan Anies Menunjuk Sahroni Jadi Ketua Pelaksana Formula E

Era digital telah mendisrupsi tatanan masyarakat, termasuk pengelolaan organisasi. Untuk itu, muktamar perlu merumuskan redesain khidmah organisasi  di tengah masyarakat yang berubah.

“Dengan demikian, keberadaan organisasi NU ini kompatibel atau sejalan dengan perubahan masyarakat yang akseleratif hari ini. Karena khittah kelahiran NU itu kan sebagai respons dari perubahan, bukan hanya masyarakat lokal tetapi juga masyarakat global,” terang Ni’am yang juga Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.

Selain merumuskan gagasan pada aspek pendidikan dan perkhidmatan, MA IPNU juga mendorong agar muktamar merumuskan desain besar dalam menyiapkan rijalul ishlah atau aktor-aktor perubahan sosial. Hal ini dimulai dari penyiapan kader muda NU yang sudah banyak berperan di ruang-ruang publik.

“Panen sumber daya muda NU perlu dikonsolidasikan dan juga dikelola secara baik dalam rumah besar NU. Jadi (pertemuan) ini adalah upaya merumuskan kontribusi gagasan dan pemikiran untuk perkhidmatan NU di satu abad berikutnya,” katanya.

Hadir pula untuk memantik diskusi dalam forum Muzakarah ini Ketua PBNU yang juga Ketua SC Muktamar Muhammad Nuh, Bupati Banyuwangi dua periode Abdullah Azwar Anas, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI Ali Ramdhani, dan Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud Hasan Chabibie.

Pertemuan ini dihadiri oleh alumni IPNU se-Indonesia. Pertemuan dilakukan secara hybrid, diikuti sebanyak 150 orang. Hasil mudzakarah menjadi salah satu masukan bagi penyiapan materi muktamar.

Menanggapi soal waktu pelaksanaan muktamar, Niam menegaskan hal itu adalah domain PBNU.

"Sepelik apa pun masalah, dalam tradisi NU selalu ada jalan terbaik untuk menyelesaikan, apalagi soal tanggal pelaksanaan. Majelis alumni menyerahkan kepada PBNU dan para masyayikh. Kematangan khazanah keagamaan pasti akan memandu guna mencari titik temu dan jalan keluar. Metode "aljam'u wat taufiq" (komromi dan konsensus) serta Kaedah fikih "Dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalb al-mashalih", (mencegah mafsadah didahulukan dari pada menarik kemenfaatan) menjadi salah satu pemandunya. Di samping pertimbangan teknis, ada pertimbangan spiritual yang perlu ditempuh. Setelah mempertimbangan aspek keselamatan dari pandemi, aspek kesiapan teknis kepanitiaan, selanjutnya, istikharah dan tawakkal," harap Sekretaris SC Muktamar ini.

Ketua Panitia Pengarah Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama Muhammad Nuh menjelaskan bahwa memang muktamar ke-34 berupaya menyiapkan peta jalan utama untuk melahirkan pembaharu.

"Muktamar ini momentum untuk menyiapkan fondasi," ujar pria yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2009-2014 itu.

Bagian integral dari pembaharuan itu adalah kemandirian dalam perkhidmatan kepada masyarakat. Mandiri, menurutnya, bukan sekadar secara pengetahuan saja, melainkan kesatuan pengetahuan, pola pikir, dan perilaku.

Dia bertekad NU memiliki sebuah ekosistem tersendiri di usianya ke-100. Ekosistem tersebut mencakup sistem dakwah, layanan kesehatan, hingga pusat perekonomian.

Oleh karena itu, semangat yang harus dibangun dalam mewujudkan cita bersama itu adalah spirit kekitaan, bukan lagi personal. Ke depan, tidak ada lagi 'saya'. Sebab, menurutnya, yang ada hanyalah 'kita'.

Jembatan menuju kemandirian itu juga harus dibangun oleh orang-orang yang sudah expert. Sebab, pembangunan rumah sakit, misalnya, tidak cukup dengan hanya niat dan tekad, tetapi juga membutuhkan modal, pelaksanaan pembangunannya, hingga pengelolaannya, bukan sekadar percobaan.

"Expert itu tahu persoalan dan jawaban dan melaksanakan," kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU 2000-2001 Abdullah Azwar Anas menegaskan perlunya membuat digital leadership ini yang sering dipraktikkan sehari-hari tetapi belum terkonsolidasi dengan baik.

Hari ini, masyarakat sedang melakukan bagaimana digital leadership itu terjadi. Orang bisa tidak hadir secara fisik, tetapi bisa memberikan inspirasi kepada semua.

"Model-model dakwah, konsolidasi kita ke depan saya kira demikian. Ini tantangan kita semua," ujarnya.

Di masa podcast tengah menjadi tren sekarang, banyak kiai yang belum mengenalnya. Padahal kemampuan pengetahuan keagamaanya lebih mumpuni.

"Jadi, digital leadership ini sekarang sudah menjadi model, bagaimana kita sekarang rapat semua sudah pakai hp. Sangat mungkin besok, diklat-diklat, pengkaderan, tidak lagi dilakukan secara tatap muka, tetapi melalui online dengan modul-modul yang disiapkan," katanya.

"Tentu mungkin NU dan IPNU dalam jangka panjang, digital leadership ini bisa dikembangkan karena ini keniscayaan," ujar Bupati Banyuwangi 2010-2020 itu. (dkk/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler