Sumut Ranking Pertama Daerah Terkorup

Sabtu, 20 Juli 2013 – 00:28 WIB
JAKARTA – Sumatera Utara menempati ranking pertama provinsi dengan potensi terkorup di Indonesia. Hal tersebut tergambar dari catatan yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Bahwa dari 278 kasus korupsi yang terjadi di Sumut, jumlah kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 400 miliar lebih.

“Urutan pertama Sumut, kemudian disusul Provinsi Aceh, Papua Barat dan DKI Jakarta. Kerugian negara diketahui setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2012,” ujar Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Jumat (19/7).

Menurut Uchok, secara kuantitas kasus korupsi yang terjadi di Sumut, memang angkanya jauh di bawah DKI Jakarta. Yaitu hanya 278 kasus, sementara di DKI tercatat mencapai 967 kasus. Namun nilai potensi kerugian negara yang ditimbulkan, di Sumut mencapai Rp 400 miliar lebih. Sementara di DKI Jakarta hanya Rp 191 miliar.

“Ini menunjukkan komitmen kepala daerah sangat minim untuk melakukan pemberantasan korupsi pada pemerintahan yang ada. Karena saat terpilih menjadi kepala daerah, yang dipikirkan bukan melayani rakyat. Tapi lebih kepada mencari kembali modal yang telah dikeluarkan agar bisa menang di Pilkada sebelumnya,” katanya.

Sayangnya menghadapi kondisi ini, DPRD yang ada menurutnya justru melumpuhkan fungsi yang dimiliki oleh lembaga tersebut.

Dari hasil investigasi yang dilakukan Fitra menurut Uchok, para anggota DPRD justru cenderung bukan melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Namun justru bekerjasama mencari materi lewat program-program Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) demi kepentingan pribadi dan partai.

“Selama ini wakil rakyat bukannya memerjuangkan aspirasi atau anggaran untuk rakyat. Kalau melihat anggaran untuk daerah, masyarakat tidak bisa membedakan antara anggaran yang boros atau dikorup. Karena semua masuk kantong mereka,” katanya.

Uchok yakin jika BPK melakukan audit yang lebih intensif, maka temuan terjadinya potensi korupsi akan jauh lebih besar.

“Selama ini hanya di bawah 30 persen dokumen program yang dilakukan verifikasi ke lapangan. Sehingga temuannya sedikit. Dan juga kebanyakan teknik auditnya bukan investigasi program, tapi hanya audit program. Jadi temuannya banyak yang dibantah oleh Pemda setempat,” katanya.

Beberapa sektor yang berpeluang terjadinya korupsi di antaranya sektor penerimaan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi.

Untuk sektor penerimaan pajak, modus yang ada berupa penyelewengan dari target yang telah ditetapkan. Kemudian potensi pemerasan kepada wajib pajak melalui penggelembungan nilai pajak. Selain itu juga manipulasi data karena adanya tatap muka secara langsung antara wajib pajak dengan pemeriksa.

Untuk sektor DAU, DAK dan Dekonsentrasi potensi korupsi karena sistem pelaporannya tidak mempunyai strandarisasi. Selain itu juga alokasi penggunaannya tidak transparan.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... FPI Merasa jadi Korban Provokasi Preman Lokalisasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler