SANGATTA-Hampir semua sungai di Kutai Timur (Kutim) dihuni buaya-buaya ganas yang kerap memangsa manusia. Aliran sungai-sungai itu berhubungan dengan laut. Buaya yang mendiaminya banyak berukuran monster. Itu seperti dikatakan Andi Hanan, salah seorang pawang buaya yang tinggal di desa Sangkimah Lama, Sangatta Selatan, Kutim.
“Hampir tidak ada sungai yang tidak dihuni buaya. Oleh karena itu, warga harus hati-hati beraktivitas di sungai,” katanya.
Sebagai contoh, di Sungai Sangkimah saat ini masih ada monster berukuran mencapai 8 meter dengan bobot mencapai 1,5 ton. Di Sungai Sangkimah sendiri, Andi Hanan mencatat sudah ada serangan buaya sebanyak empat kali. Bahkan, salah satu korban serangan adalah keluarganya. Sejak 1999 lalu, sudah ada empat korban keganasan buaya di Desa Sangkimah. Mereka yang menjadi korban adalah Ratna (1999), Rahmatia (2000), Daeng Malewa (2003) dan Selamet (2004).
Serangan teranyar terjadi pada Usman (50), warga Desa Sekerat, Bengalon, Kutim. Dia disambar buaya di Sungai Sekurau pada Minggu (22/1) sekira pukul 18.15 Wita. Jasadnya ditemukan keesokan harinya sekira pukul 13.30 Wita.
Keterangan dari seorang saksi, Jumran, serangan buaya itu datang secara tiba-tiba dan sangat cepat. Korban yang sedang mandi di pinggir Sungai Sekurau yang agak keruh langsung diterkam dan diseret buaya ke dalam air yang arusnya cukup deras.
Kembali ke Andi Hanan. Dia mengaku, pernah menangkap buaya hidup-hidup karena sering mengganggu. Buaya itu kerap melintang di tengah jalan saat malam hari.
Buaya yang ditangkap bobot mencapai 400 kilogram, panjangnya 4,3 meter dengan lebar perut 70 cm. Buaya ditangkap Sabtu (5/3) tahun lalu.
Buaya itu dipancing dengan kulit kambing sebanyak 3 kilogram. Buaya yang diamankan itu saat dibentangkan kakinya, lebar mencapai 1,5 meter.
Sebelumnya, pemerhati lingkungan serta flora dan fauna dari The Nature Conservancy (TNC), Neil Makinuddin mengatakan, buaya memakan apa saja yang berdarah. Baik itu hewan bahkan manusia sekalipun. Mengapa buaya berani ke pemukiman warga, sebenarnya sangat masuk akal. Sebab buaya tersebut sedang kelaparan. Namun makanan di habitatnya telah habis. Mungkin karena kerusakan alam atau karena diburu manusia sendiri. “Karena sifat asli binatang seperti ini. Hidup untuk makan,” kata Niel.
Dari catatan Kaltim Post, dibandingkan daerah lain di Kaltim, buaya di Kutim paling sering memakan manusia. Lokasi serangan pun menyebar hampir di seluruh kecamatan. Bahkan, ada serangan buaya di sungai yang lokasinya puluhan kilometer dari muara. (dea/far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jejak Kaki Raksasa Hebohkan Warga
Redaktur : Tim Redaksi