Suplai Solar Dibatasi

Kamis, 25 April 2013 – 07:53 WIB
SURABAYA- Pembatasan suplai solar subsidi berdampak pada antrean panjang di sejumlah SPBU di Jawa Timur, seperti di Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, Pertamina Region V melakukan penambahan jumlah SPBU yang menyediakan solar pengganti, yakni solar non subsidi dan Pertamina Dex

General Manager PT Pertamina Fuel Retail Marketing Region V Affandi mengatakan pembatasan solar berlaku efektif sejak awal April. Tapi tiap daerah berbeda, kalau memang sudah melebihi kuota yang ditetapkan maka dilakukan pengetatan. "Apalagi sejak awal tahun kuota solar lebih rendah 8,3 persen dibandingkan dengan realisasi penyaluran tahun lalu," katanya. Secara nasional, kuota solar bersubsidi tahun 2012 sebesar 15,56 juta KL, lalu tahun ini turun menjadi 14,28 juta KL.

Sesuai penugasan Pemerintah, kuota solar bersubsidi yang menjadi tanggung jawab Pertamina tahun ini lebih rendah 8,3 persen dibandingkan dengan realisasi penyaluran tahun lalu. Secara nasional, kuota Solar Bersubsidi tahun 2012 sebesar 15,56 juta KL, turun menjadi 14,28 juta KL tahun ini. Sedangkan di Jawa Timur sendiri, kuota Solar Subsidi tahun 2013 ini sebesar 1.91 juta KL, lebih rendah dari realisasi tahun 2012 lalu sebesar 2.08 juta KL.

"Oleh karena kuota tahun ini lebih rendah daripada realisasi 2012, kami sebagai badan usaha yang menyalurkan BBM bersubsidi dengan melihat kondisi tersebut melakukan pengendalian supaya kuota cukup sampai akhir tahun. Saat ini rata-rata konsumsi solar sudah melebihi empat persen, itu sudah dilakukan pengetatan, bagaimana kalau tidak?" tandas dia.

Sebagai solusi, pihaknya menambah suplai untuk solar non subsidi. Karena tidak disubsidi, makanya relatif mahal. Harga solar subsidi sebesar Rp 4.500 per liter, sedangkan non subsidi Rp 10.600 per liter. "Nah ini yang konsumen kita tidak mau, namanya barang subsidi pasti terbatas dong. Mereka pilih antre menunggu stok datang. Kalau di tempat lain sudah terjadi lama di Kalimantan. Sementara kita baru menerapkan itu," urainya.

Affandi mengungkapkan lantaran kebanyakan konsumen lebih memilih antre untuk mendapatkan solar subsidi, selama tiga bulan terakhir penjualan solar subsidi relatif masih rendah. Disebutkan, selama tiga bulan terakhir penjualan solar non subsidi mencapai 2.500 KL. Sedangkan, rata-rata penjualan solar subsidi dalam sehari bisa 5.600 KL.

"Ada masyarakat yang memang membutuhkan, sehingga tidak mau antre. Tapi itu tidak banyak, secara rasio masih satu persen. Secara harian, penjualan solar non subsidi sebesar 300-500 liter per hari." tutur dia. Saat ini konsumsi solar subsidi terbesar di Surabaya, Gresik dan wilayah sekitarnya.
Assistant Customer Relation External Relation PT Pertamina (Persero) - Marketing Operation Region V Rustam Aji menambahkan kebijakan pembatasan solar tersebut diberlakukan sampai menunggu kebijakan dari pemerintah. Alternatif lain, kebijakan tersebut diterapkan sampai konsumsi solar sesuai dengan kuota berjalan. Diyakini, kalau tidak dibatasi, kuota tahun ini akan habis sebelum akhir tahun.

Secara terpisah, Anggota DPR RI Komisi VII Dito Ganinduto meyakini banyak solar subsidi yang diselundupkan ke industri. "Jadi, solar dibeli sedikit demi sedikit, kondisi itu ditunjang disparitas harga yang relatif tinggi. Diperkirakan, penyerapan solar yang tidak sesuai peruntukannya bisa mencapai 30 persen," katanya.

Dito menegaskan, pengendalian tidak akan berjalan dengan lancar. Menurut dia, satu-satunya cara ialah dengan mengurangi disparitas harga dengan menaikkan harga. "Kita bisa mendisiplinkan BBM bersubsidi tersebut, mendidik masyarakat untuk lebih hemat dan efisien. Karena BBM kita terus terang murah, kalau naik masyarakat akan lebih hemat serta mendorong alternatif lain. Yakni, program konversi ke BBG akan sukses," urainya. (res)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan: PLN dan KAI Butuh Direksi Wanita

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler