Survei LSI, Makin Saleh Masyarakat, Organisasi Ekstrem Tak Laku

Jumat, 05 Mei 2023 – 15:12 WIB
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil riset tentang Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem, Toleransi, dan Kehidupan Beragama di Indonesia. Ilustrasi. Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil riset tentang 'Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem, Toleransi, dan Kehidupan Beragama di Indonesia' yang digelar Mei 2022.

Survei ini digelar LSI pada 16-29 Mei 2022 dengan melibatkan 3.090 WNI yang telah memiliki hak pilih sebagai responden. Mereka diwawancarai tatap muka oleh pewawancara terlatih.

BACA JUGA: Survei LSI: Elektabilitas Ridwan Kamil sebagai Cawapres Mengalahkan Sandiaga dan AHY

Penentuan sampel dengan metode acak bertingkat (multistage random sampling). Adapun toleransi kesalahan (margin of error) penelitian ini sekitar 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, dalam paparannya menyatakan bahwa makin saleh seseorang kian tidak pro kekerasan dan organisasi ekstrem.

BACA JUGA: Survei LSI Dirilis, Elektabilitas Erick Beda Tipis dengan Sandiaga & AHY

Menurutnya, ada beberapa hal menjadi faktor tinggi atau rendahnya dukungan masyarakat terhadap kekerasan dan organisasi ekstrem.

Pertama, kata Djayadi, kepuasan (approval rating) terhadap kinerja presiden dan kesalehan, baik subjektif (merasa saleh) maupun objektif (frekuensi menjalankan ritual ibadah).

BACA JUGA: Direktur LSI Sebut Jokowi Ingin Duetkan Ganjar dan Prabowo

"Kesalehan, baik subjektif maupun objektif, menurunkan dukungan terhadap kekerasan ekstrem," ucap Djayadi saat mendiseminasikan hasil survei tersebut di Hotel Sari Pacific Jakarta, Kamis (4/5).

Lebih lanjut, kata Djayadi, Makin intoleran seseorang atau memiliki kelompok yang dibenci dan keberatan jika kelompok tersebut mendapatkan haknya sebagai warga negara cenderung pro kekerasan ekstrem.

Meningkatnya dukungan terhadap hukum syariah juga membuat seseorang kian pro dengan kekerasan ekstrem.

"Deprivasi relatif secara signifikan meningkatkan dukungan terhadap kekerasan ekstrem. Artinya, bagi muslim yang menilai kelompok mereka diperlakukan tidak adil, cenderung setuju terhadap kekerasan ekstrem," katanya.

Faktor lain yang menguatkan dukungan terhadap kekerasan ekstrem adalah norma gender regresif. Selain itu, faktor usia. Semakin berumur, seseorang kian tidak mendukung kekerasan ekstrem dan begitu sebaliknya.

Menurutnya, umat muslim menunjukkan dukungan secara terbatas terhadap organisasi kekerasan ekstrem. Dari empat organisasi, Front Pembela Islam (FPI), yang telah dibubarkan pemerintah, menjadi kelompok yang paling banyak didukung.

"Front Pembela Islam paling banyak mendapat dukungan dari kalangan muslim. Akan tetapi, tingkat dukungan terhadap Front Pembela Islam cenderung menurun apabila dibandingkan dengan temuan survei empat tahun lalu," ujarnya.

Adapun kepuasan seseorang terhadap kinerja presiden menjadi salah satu penentu tinggi atau rendahnya dukungan terhadap organisasi ekstrem.

"Muslim yang puas terhadap kinerja presiden cenderung tidak mendukung organisasi kekerasan ekstrem. Begitu juga sebaliknya, bagi muslim yang tidak puas terhadap kinerja presiden cenderung mendukung organisasi kekerasan ekstrem," sambungnya.

Selain itu, intoleransi secara signifikan dan dukungan terhadap hukum syariah. Keempat, deprivasi relatif.

"Artinya, bagi muslim yang menilai kelompok mereka diperlakukan tidak adil, cenderung mendukung organisasi kekerasan ekstrem," jelasnya.

Selain itu, dukungan terhadap organisasi ekstrem juga dipengaruhi pesan-pesan intoleransi.

Menurutnya, makin sering mendengar peringatan akan bahaya kelompok minoritas agama dan etnis tertentu, maka seseorang akan semakin mendukung organisasi kekerasan ekstrem.

"Keenam, kontak antaragama secara signifikan justru meningkatkan dukungan terhadap organisasi kekerasan ekstrem. Artinya, semakin banyak kontak antaragama akan cenderung mendukung organisasi kekerasan ekstrem. Hal ini perlu didiskusikan lebih lanjut," terangnya.

Kemudian, lanjut Djayadi akses media.

Djayadi menuturkan dukungan seseorang terhadap organisasi ekstrem akan rendah jika mengakses media konvensional. Namun, dukungan meningkat kala lebih banyak mengakses media internet.

Selanjutnya, dukungan terhadap organisasi ekstrem lebih banyak diberikan laki-laki daripada perempuan. Dukungan tersebut semakin mengecil terhadap masyarakat yang tinggal di perkotaan, tetapi membesar pada kelompok dengan pendidikan dan pendapatan leih tinggi.

"Temuan-temuan survei ini menunjukkan di antara variabel-variabel diuji hubungannya dengan dukungan publik terhadap kekerasan ekstrem dan organisasi kekerasan ekstrem. Beberapa variabel signifikan sebagai kontributor dukungan, yaitu sikap intoleransi, dukungan terhadap hukum syariah, deprivasi relatif, norma gender regresif, dan sosio-demografi berupa kalangan usia muda," papar Djayadi.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler