jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Etik Persatuan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Prof. Hamdi Muluk menilai survei opini publik tentang kinerja menteri bisa menyesatkan.
Di mana survei opini publik biasanya menanyakan kepada masyarakat luas yang sampelnya ditarik secara random, ditanya tentang kepuasan responden terhadap kementerian tertentu dan nama menterinya.
BACA JUGA: Cerita Gede Pasek soal Keikhlasan Anas Urbaningrum dan Pengkhianatan SBY
Hal ini dia sampaikan menanggapi bermunculnya hasil survei mengenai kinerja menteri.
"Mungkin kita perlu lebih hati-hati, membaca sebuah pekerjaan ilmiah bernama survei opini publik. Ini ada problem kalau di pemberitaan disimpulkan bahwa menteri ini mempunyai kinerja bagus," ujarnya.
BACA JUGA: Benarkah Iis Dahlia dan Cita Citata Bertengkar Hingga Saling Unfollow Akun Instagram?
Menurut Hamdi, jika ada kepuasan dari sejumlah responden yang ditarik secara random dari populasi umum, bukan berarti secara obyektif bisa ditarik kesimpulan bahwa kinerjanya paling bagus.
"Kita harus pisahkan ini. Kalau misalnya dalam pemberitaan ada framing bahwa kementerian ini kinerjanya paling bagus, itu kesimpulan yang bisa menyesatkan," tegasnya.
BACA JUGA: 5 Cara Mencegah Gula Darah Rendah atau Hipoglikemia
"Kita menghargai jika ada masyarakat yang berpendapat seperti itu, secara subyektif dia merasa puas. Orang-orang banyak merasa puas atau dimata dia bagus, padahal responden itu tidak punya pengetahuan yang memadai untuk menilai kinerja, tapi ditanyakan," imbuhnya.
Kondisi tersebut menurut Hamdi membuat bias popularitasnya akan sangat kuat.
Guru besar psikologi politik UI ini juga menyarankan untuk yang menyangkut kinerja, seharusnya menggunakan metodologi semacam analisa kebijakan publik.
"Jadi dilihat delivered-nya, outcome dan bagaiaman impact-nya, baru kita nilai kinerjanya seperti apa, " tuturnya.
Yang harus ditanya menurut Hamdi adalah orang-orang yang mengerti secara teknis kementerian tersebut.
"Jadi semacam panel ekspert, dari pakar-pakar yang bisa menilai secara objektif. Kumpulkan lah 100, 200, atau 300 pakar, itu akan lebih fair," katanya.
Karena itu, ke depannya dia berharap lembaga survei tidak lagi hanya menggunakan survei opini publik untuk menilai kinerja kementerian saja.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetap Aktif di Masa Pandemi, PDIP Gelar Gowes Bareng
Redaktur & Reporter : Yessy