“Kebijakan tersebut malah memaksa orang yang berkecukupan untuk memiliki kendaraan lebih dari satu sebagai upaya untuk tidak melanggar aturan. Tapi substansi dari peraturan tersebut dengan sendirinya tidak tercapai," kata Sutiyoso, di Jakarta, Minggu (16/12).
Sementara, orang yang hanya memiliki satu kendaraan lanjutnya dikhawatirkan akan mengakali peraturan dengan cara bertukar kendaraan dengan tetangga atau saudara.
Selain itu, orang akan terpacu untuk mengakali peraturan. Misalnya, dengan membuat plat nomor ganda. Sebagai contoh pemberlakuan 3 in 1 juga diakali dengan menggunakan boneka atau menyewa joki, ungkapnya.
Dikatakan Sutiyoso, dia adalah yang pertama kali ingin menerapkan nopol ganjil-genap yang terbilang sukses mengatasi kemacetan di Bogota, Colombia.
“Tapi setelah mendalami sejumlah efek negatif yang mungkin timbul, kebijakan itu tidak saya terapkan," tegasnya.
Dikatakannya, kelas menengah mampu menambah kendaraan. "Namun bagaimana dengan mereka yang kurang mampu? Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban saat produsen atau pedagang kendaraan mendapat untung."
Lebih lanjut Sutiyoso mengingatkan Jokowi bahwa di Jakarta ini banyak satu rumah tangga hanya punya satu mobil untuk digunakan berbagai kegiatan seperti ke kantor, mengantar istri ke pasar, mengantar anak ke sekolah. "Dari sisi kuantitas, mereka ini sangat banyak jumlahnya dan akan menjadi korban kebijakan Jokowi,” tegasnya.
Atas pertimbangan itulah, Sutiyoso membatalkan rencana tersebut. "Terlalu bertele-tele dan tidak efektif. Bahkan akan memancing masyarakat mengakali segala peraturan-peraturan yang ada," tegas Bang Yos. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala Daerah Tak Perlu Malu Tiru Jokowi-Ahok
Redaktur : Tim Redaksi