Suu Kyi Berpeluang Maju Pilpres 2015

Sabtu, 01 November 2014 – 08:39 WIB
REKONSILIASI: Aung San Suu Kyi berjabat tangan dengan Presiden Thein Sein di Istana Kepresidenan di Naypyitaw (31/10). (Aung Myin Yezaw/Reuters)

jpnn.com - NAYPYITAW – Untuk kali pertama, pemerintah Myanmar duduk satu meja dengan oposisi dan militer dalam sebuah pertemuan politik. Jumat (31/10) Presiden Thein Sein mengundang Aung San Suu Kyi beserta tokoh oposisi dan petinggi militer ke Istana Kepresidenan di Kota Naypyitaw. Amandemen konstitusi menjadi topik utama.

Pemandangan langka tercipta di ibu kota Myanmar kemarin. Thein Sein menyambut kedatangan Suu Kyi di Istana Kepresidenan. Dua tokoh yang berseberangan pandangan politik itu bersalaman dan saling tersenyum. Mereka lantas bergabung dengan tokoh-tokoh pemerintahan dan militer yang lain untuk membahas konstitusi dan Pemilu 2015. Pertemuan tertutup itu berlangsung sekitar dua jam.

BACA JUGA: Dua Bocah Tuntut Malaysia Airlines atas Hilangnya Ayah Mereka

Parlemen Myanmar, rencananya, mengubah beberapa pasal dalam konstitusi. Yakni, pasal-pasal yang berkaitan dengan pencalonan mantan tahanan politik (tapol) sebagai presiden. Itu berkaitan dengan misi partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mencalonkan Suu Kyi sebagai presiden dalam pemilihan umum (pemilu) tahun depan.

Saat ini konstitusi alias Undang-Undang Dasar (UUD) Myanmar masih mengganjal langkah Suu Kyi menuju kursi presiden. Sebagai mantan tapol, ikon demokrasi Myanmar itu tidak bisa bebas mengaktualisasikan agenda politiknya. Tapi, tidak lama lagi, pemerintahan Thein Sein melenyapkan hambatan-hambatan itu lewat amandemen UUD.

BACA JUGA: Swedia Dukung Palestina, Israel Berang

’’Mereka sepakat membahas rencana amandemen konstitusi oleh parlemen, sesuai hukum yang berlaku,’’ papar Ye Htut, juru bicara kepresidenan, di hadapan media. Sayangnya, dia tidak mau memerinci lebih jauh tentang amandemen yang dimaksud. Tapi, sebelumnya NLD menyatakan bahwa mereka akan mendesak pemerintah menghapus pasal tentang veto junta militer.

Selama ini, junta militer Myanmar yang sekitar lima dekade mencengkeram pemerintahan punya banyak hak istimewa. Salah satunya hak veto. Dengan hak tersebut, junta militer bisa membatalkan amandemen konstitusi. Karena itu, NLD menuntut pencabutan hak veto militer. ’’Pencabutan hak veto akan membuka banyak peluang bagi parlemen untuk mengamandemen konstitusi,’’ terang NLD.

BACA JUGA: Swedia Akui Negara Palestina

Selain mengamandemen pasal yang menghambat jalan Suu Kyi menuju kursi presiden, parlemen bakal meninjau ulang pasal tentang komposisi militer dalam pemerintahan. Sejauh ini, meski tidak dominan, militer masih menempati porsi yang cukup signifikan di parlemen. Karena itu, meski pemilik kursi presiden adalah sipil, militer masih punya taji dalam pemerintahan.

Lebih lanjut, NLD mengatakan bahwa selain status sebagai tapol, konstitusi mencegat langkah Suu Kyi lewat keluarganya. Karena menikah dengan suami yang berkewarganegaraan Inggris, penerima Nobel Perdamaian 1991 itu tersingkir dari bursa calon presiden (capres). Konstitusi Myanmar yang direvisi pada 2008 tidak mengizinkan siapa pun yang bersuami/beristri warga asing menjadi presiden.

Konstitusi tersebut juga menerangkan bahwa capres Myanmar tidak boleh memiliki keturunan yang mengantongi kewarganegaraan asing. Padahal, dua anak Suu Kyi dari mendiang suaminya tercatat sebagai warga negara Inggris, mengikuti kewarganegaraan ayah mereka. Untuk mengubah pasal tersebut, menurut NLD, kubunya membutuhkan dukungan dari 75 persen anggota parlemen.

Saat ini militer masih menguasai 25 persen kursi di parlemen. Itu berarti, untuk mencabut pasal tersebut, NLD harus memenangkan dukungan dari seluruh anggota parlemen nonmiliter. Langkah tersebut tidak akan mudah mengingat banyaknya kepentingan dalam tubuh parlemen. Namun, tanpa mencoba, NLD akan selamanya tidak punya suara dalam pemerintahan.

Kemarin Trevor Wilson memuji pertemuan tertutup tiga elemen penting pemerintah Myanmar tersebut. Mantan duta besar Australia untuk Myanmar itu mengatakan bahwa momentum pertemuan tersebut tepat. ’’Pertemuan sengaja digelar menjelang kunjungan (Presiden Amerika Serikat) Obama agar Thein Sein punya alasan untuk mengatakan kepada AS bahwa dirinya sudah mengupayakan rekonsiliasi,’’ ujarnya.(AP/AFP/BBC/hep/c17/ami)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasukan Khusus Dikirim untuk Perangi ISIS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler