Suud Rusli, Terpidana Mati yang Jadi Instruktur Kedisiplinan di Lapas Porong

Napi Wajib Presensi, Tidak Ada Hukuman Penyiksaan

Sabtu, 07 Januari 2012 – 00:07 WIB
Terpidana mati Suud Rusli saat ditemui secara eksclusif di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Surabaya, Porong, Jawa Timur, Rabu (3/1). Foto : Fedrik Tarigan/Jawa Pos

Masih ingat Suud Rusli? Mantan anggota Marinir yang menjadi terpidana mati kasus pembuhan Dirut PT Asaba Budyharto Angsono itu kini mendekam di Lapas Porong, Sidoarjo. Sambil menanti eksekusi, Suud mengabdi sebagai ketua instruktur AO (admisi orientasi), program peningkatan disiplin untuk para napi.
 
  MAYA APRILIANI, Surabaya
 
 SUDAH lebih dari tiga tahun Suud menghuni blok D Lapas Porong. Itulah blok dengan sistem pengamanan tingkat tinggi. Menilik riwayat kejahatan Suud, wajar bila dia dijebloskan di sel dengan pengamanan superketat. Pria 43 tahun itu adalah narapidana kasus pembunuhan yang divonis mati!
 
Suud adalah salah seorang pelaku pembunuhan bos PT Asaba Boedyharto Angsono dan pengawalnya,  Edy Siyep, di Pluit, Jakarta Utara, pada 19 Juli 2003. Suud tidak beraksi sendiri. Dia "berkolaborasi" dengan sesama anggota Marinir, yakni Syam Ahmad (tertembak mati pada 17 Agustus 2007). Keduanya kemudian divonis mati oleh pengadilan militer.
 
Saat menunggu eksekusi, Suud dan Syam melarikan diri dari Rumah Tahanan Militer (RTM) Cibinong pada 5 Mei 2005. Suud tertangkap pada 31 Mei 2005 di Malang dengan dua tembakan di kaki. Lima bulan berselang, dia kembali melarikan diri dari RTM Cimanggis.

Namun, pelariannya tidak lama. Suud dibekuk pada 23 November 2005 dan menghuni Lembaga Pemasyarakatan Militer Pilang, Wonoayu, Sidoarjo. Pada pertengahan 2008, dia dipindah ke Porong.
 
Latar belakang Suud sebagai mantan personel militer membuatnya didapuk sebagai instruktur AO (admisi orientasi) di Lapas Porong. Itu adalah program pelatihan kedisiplinan untuk para napi. Mereka menjalani latihan kedisiplinan selama satu jam setiap Senin hingga Jumat.
 
Pada Selasa pagi (3/1), Suud nongol di lapangan. Dia tampak segar. Senyumnya mengembang. Suud mengenakan seragam instruktur AO berupa kaus lengan panjang warna cokelat muda dipadu celana hitam. Wibawanya sebagai seorang pemimpin begitu kentara. "Di sini tidak ada hukuman dengan penyiksaan," ungkap Suud.

Untuk melatih kedisiplinan, hukuman yang diberikan paling-paling berupa lari atau push-up. Metode latihannya bervariasi. Misalnya, kegiatan baris-berbaris dan mengibarkan bendera. Para napi juga dilatih teliti. Hal itu terlihat ketika mereka diminta untuk mengecek perlengkapan. Para napi pun bergegas memegang bagian tubuh, mulai kaki, lutut, dada, pundak, hingga kepala.
 
Suud mengatakan, sebenarnya dirinya sudah lama memiliki pemikiran untuk melatih sesama napi. Dia menginginkan ada kegiatan pembinaan yang bermanfaat. Semua itu berawal dari keprihatinnya melihat napi yang sering keluar masuk penjara.

Usut punya usut, Suud menyimpulkan bahwa hal itu terjadi karena napi tersebut memiliki mental yang kurang baik. Karena itu, pembinaan mental dilakukan lewat program AO.
 
Setiap napi wajib mengikuti AO. Bagi yang tidak hadir, mereka wajib lapor. Suud menerapkan aturan ketat. Napi yang absen dipanggil satu per satu. Dengan cara itu, kegiatam AO yang di back up bagian pengamanan lapas pun berjalan lancar. "Ada buku presensi untuk peserta AO," kata Suud.
 
Suud benar-benar bersemangat menjalankan tugas sebagai instruktur. Dia bahkan kerap mengabaikan kesehatannya sendiri. Belum lama ini dia baru saja menjalani operasi usus buntu di sebuah rumah sakit di Surabaya. Akibatnya, dia tidak bisa maksimal saat memberikan pelatihan. Suud tetap memaksakan diri dengan memimpin latihan dengan duduk di kursi.
 
Dalam setiap kesempatan, Suud memberikan semangat bagi para napi yang mengikuti kegiatan AO. "Kita ini bukan orang jelek. Mari tunjukkan bahwa kita bisa," katanya melalui pengeras suara.
 
Siapa sangka, program tersebut mendapat respons positif dari para napi. Meski kegiatan AO hanya diwajibkan selama tiga bulan, ternyata ada beberapa napi yang "ketagihan". Mereka tetap ikut AO meski sudah lewat dari tiga bulan.
 
Salah seorang napi yang terus mengikuti AO adalah Budi Santoso, 61. Napi kasus narkoba yang divonis penjara selama empat tahun itu mengaku senang dengan kegiatan AO. Meski usia sudah kepala enam, dia tetap fit dan betah berpanas-panas di lapangan. "Kalau tidak ada kegiatan, malah tidak enak," imbuh penghuni blok A itu.
 
Hal senada juga disampaikan Sugeng. Penghuni blok B itu malah pernah menitikkan air mata saat berhasil mengibarkan bendera. Dia merasa terharu karena selama ini tidak pernah mendapat pelajaran seperti itu. Karena itu, ketika tidak ada AO pada Sabtu dan Minggu, Sugeng malah sedih. "Diam saja membuat badan sakit," kata napi kasus narkoba itu.
 
Banyak dampak positif dari program AO. Selain meningkatkan disiplin, beberapa napi berhasil lepas dari ketergantungan kepada narkoba. Ada juga yang sukses menurunkan berat badan setelah mengikuti program AO.
 
Kalapas Porong Nur Achmad S. menyatakan senang dengan suksesnya program AO. Salah satu bukti sukses itu adalah prestasi kelompok pramuka mereka menjadi peringkat kedua nasional dalam Raimuna Pemasyarakatan se-Jawa-Bali di Cibubur.
 
Keberhasilan itu tidak terlepas dari peran Suud. Dia berhasil mendidik para napi anggota pramuka. "Suud baik sekali selama menjalani pembinaan di sini," kata Nur. (*/c4/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasuran, Dusun yang Seluruh Penduduknya Tidak Berani Tidur di Kasur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler