T20 Mengajak Dunia Kembali Fokus Menangani Perubahan Iklim

Sabtu, 04 Juni 2022 – 19:30 WIB
Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro dalam Webinar T20 Indonesia di Jakarta, Kamis (2/6/2022). ANTARA/Agatha Olivia.

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu berharap konflik Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung tidak memengaruhi agenda perubahan iklim. 

Menurut dia, hal itu menjadi penting karena dengan menekan terjadinya perubahan iklim diharapkan memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di masa mendatang. 

BACA JUGA: Pemerintah dan DPR Diharapkan Membuat UU Perubahan Iklim

“Akan tetapi, memang kenyataannya ruang fiskal menjadi jauh lebih terbatas," ujar Mari Elka Pangestu dalam Webinar Think 20 (T20).

Dalam jangka pendek, Mari menjelaskan, beberapa negara maju dan banyak negara lain kemungkinan menunda langkah keluar dari bahan bakar fosil hanya karena masalah keamanan energi yang disebabkan oleh perang kedua negara. 

BACA JUGA: Di Hadapan Anggota Forum G7, Menteri Siti Beber Langkah Indonesia Atasi Perubahan iklim

Saat ini, terdapat isu ketahanan energi yang bercampur antara argumen penundaan baru transisi kepada energi terbarukan dengan percepatan transisi energi terbarukan yang lebih besar.

"Ini menjadi semacam salah satu ketegangan," ungkapnya.

BACA JUGA: Baru Diperkenalkan, 300 Wuling EV Sudah Dapat Tugas di KTT G20

Mari mengatakan pentingnya  memiliki ketahanan energi, serta aksesibilitas, keterjangkauan, dan keandalan melalui diversifikasi seluruh sumber energi, termasuk energi terbarukan.

Saat ini, banyak dunia berfokus pada transisi energi dalam agenda perubahan iklim lantaran sektor tersebut merupakan penyumbang emisi karbondioksida terbesar.

Di sisi lain, penghasil emisi karbondioksida terbesar adalah negara maju dan beberapa grup negara berpenghasilan menengah. 

Namun, lanjut dia, di saat bersamaan beberapa negara masih menangani akses energi di negara-negara termiskin. 

Terdapat sekitar 760 juta orang di dunia yang tidak memiliki listrik serta satu miliar orang tak memiliki akses ke listrik yang andal.

"Jadi, ini menjadi pertanyaan besar. Bagaimana kita bisa melakukannya dengan benar? Bagaimana kita bisa sampai di sana?” kata Mari.

Sementara, Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan dunia membutuhkan investasi terkait iklim sebesar USD 125 triliun untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050, jika mengutip data The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). 

"Ini termasuk investasi tahunan USD  32 triliun di enam sektor utama yang menyumbang sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) dunia tahun 2021," ungkapnya.

Keenam sektor yang dimaksud adalah listrik yang membutuhkan USD 16 triliun, transportasi USD 5,4 triliun, dan gedung  USD 5,2 triliun. 

Kemudian, sektor industri yang membutuhkan investasi USD 2,2 triliun, bahan bakar emisi rendah USD 1,5 triliun, serta agrikultur, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya sebanyak USD 1,5 triliun.

Bambang berpendapat terdapat permasalahan mengenai kesenjangan yang lebar antara kapasitas pembiayaan ekonomi hijau negara berkembang dengan negara maju. 

"Kapasitas ekonomi negara berkembang secara alami lebih rendah daripada negara maju. Tidak mengherankan bahwa mereka memiliki kapasitas fiskal dan moneter yang lebih kecil," ungkapnya.

Menurut dia, hal tersebut diperburuk dengan pandemi yang telah mengambil ruang pembiayaan dan membutuhkan tindakan transisi iklim yang lebih besar.

Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memiliki komitmen terhadap dekarbonisasi, sering terhambat oleh ruang fiskal yang terbatas dan kendala pembiayaan eksternal yang mengikat.

Sebelum Covid-19, lanjut dia, upaya dekarbonisasi skala besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengorbankan anggaran lainnya yang penting untuk agenda pembangunan ekonomi jangka panjang seperti infrastruktur dasar, sekolah, dan rumah sakit.

“Covid-19 makin memperparah kendala fiskal yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah," ucap dia.

Oleh karena  itu, Bambang berharap kolaborasi antarnegara sangat diperlukan untuk menjawab tantangan yang ada dalam mengatasi perubahan iklim. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler