jpnn.com, JAKARTA - Profesi guru menjadi sasaran empuk para elit politik. Siapa yang menguasai guru diyakini bisa menjadi kepala daerah, bahkan presiden.
"Sudah rahasia umum itu guru dan kepsek sasaran empuk saat Pilkada maupun Pilpres. Makanya jangan heran pemerintah mengeluarkan kebijakan yang proguru;" ujar Indra Charismiadji, pengamat pendidikan, di Jakarta.
Kebijakan yang dinilai sarat politik adalah rencana mengangkat guru honorer menjadi CPNS.
Padahal ratio guru di Indonesia sudah 1:16. Artinya satu guru melayani 16 siswa. Di Amerika saja rationya 1:60 karena menerapkan e-learning.
"Buat apa mengangkat guru honorer menjadi CPNS padahal kualitasnya rendah. Coba tanya orang tua murid, apa ikhlas anaknya diajari guru yang tidak berkualitas," bebernya.
Indra melihat, mengangkat guru honorer potensial mengangkat suara calon kepala daerah maupun capres.
Angkat 400 ribu honorer sama artinya meraup suara suami/istri, keluarga, orang tua murid.
"Banyak kok guru dan kepsek yang diangkat karena faktor kolusi dan nepotisme. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun makanya jangan heran PNS Dinas Pertamanan atau instansi yang tidak linear jadi kepsek," paparnya.
Dia menambahkan, selama guru tetap menjadi komoditi politik, mutu pendidikan tidak akan pernah meningkat. Sebab, proses rekrutmennya dari cara-cara yang tidak profesional. (esy/jpnn)
BACA JUGA: Ssstt..Awas Tawaran Muluk Pengangkatan Calon PNS
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kantongi SK Menkumham, Golkar Langsung Pasang Target Tinggi
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad