INDONESIA kembali gagal membawa pulang Piala Thomas-Uber. Langkah pebulu tangkis Merah Putih terhenti di babak perempat final. Sebenarnya kegagalan tersebut diprediksi sejak awal. Bukan lagi karena makin majunya negara lain, tapi faktor internal yang tak lagi mendukung Indonesia menjadi juara.
"Komitmen pebulu tangkis Indonesia agar bisa juara sangat minim," kata Taufik Hidayat, tunggal putra senior tim Thomas Indonesia, sebelum meninggalkan Wuhan, Tiongkok, kemarin (24/5).
Buktinya, dengan minimnya komitmen itu, pebulu tangkis Indonesia harus susah payah mengalahkan Inggris yang di atas kertas lawan ringan dalam babak penyisihan grup A. Selain itu, lanjut Taufik, masalah yang paling prinsip adalah kesolidan tim Indonesia masih jauh dari kata kompak.
"Kekalahan kami kali ini bukan kekalahan satu atau dua pebulu tangkis, tapi kegagalan tim. Namun, yang saya sayangkan, tidak ada kekompakan dalam tim sebelum kami ada di sini (Wuhan, Red)," ucap menantu mantan ketua KONI pusat Agum Gumelar itu.
Kondisi pemain yang pecah-pecah tersebut diperparah dengan sikap Markis Kido yang selalu indisipliner dari program latihan tim. Dia baru bergabung dengan tim seminggu sebelum berangkat ke Wuhan. "Padahal, dia sebagai pemain ganda kan butuh banyak latihan agar lebih kompak. Ini yang menurut saya komitmen dari pemain untuk juara itu sangat tipis di diri setiap pemain," tegas peraih emas Olimpiade Athena 2004 itu.
Menurut Taufik, Kido terlambat karena mengikuti turnamen antarkampung (tarkam) di Papua. "Itu kenyataan yang harus diperbaiki dalam tim ini. Masa orang sekelas juara dunia masih mau bermain di kompetisi kampung," ucapnya.
Kido pun mengungkapkan, kegagalannya dalam menyumbangkan poin bagi Indonesia dalam kejuaraan kali ini disebabkan usia yang tidak muda lagi. (dik/c13/diq)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerrard Ingin Nikmati PD Brazil
Redaktur : Tim Redaksi