Meski diberi kesempatan untuk bebas dari penjara, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir tak bisa keluar dari bui jika tak memenuhi syarat perundang-undangan.
Pada hari Selasa (22/1/2019), Presiden RI Joko Widodo menegaskan sikapnya untuk menaati prosedur hukum terkait pembebasan Ba'asyir dari lembaga pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
BACA JUGA: Susui Anaknya 7 Tahun, Ibu Ini Dilabeli Pedofil Oleh Netizen
"Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Syaratnya itu harus dipenuhi. Contohnya setia pada NKRI, setia pada Pancasila. Itu sangat prinsip sekali," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
Jokowi menyerahkan sepenuhnya urusan kepatuhan terhadap syarat pembebasan yang diajukan kepada Ba'asyir sendiri.
BACA JUGA: Priska Nugroho Maju Ke Babak Ketiga Junior Putri Australia Terbuka 2019
"Ini ada sistem dan mekanisme hukum yang harus kita tempuh. Saya disuruh menabrak (sistem) kan enggak bisa. Apalagi sekali lagi ini sesuatu (persyaratan) yang basic, setia NKRI, setia Pancasila. Itu basic sekali," sebutnya.
Sebelumnya, pada akhir pekan lalu, Presiden Jokowi diberitakan akan membebaskan Ba'asyir dalam waktu dekat demi alasan kemanusiaan.
BACA JUGA: Kadal Langka Berlidah Biru Berkepala Dua Ditemukan di Australia
Photo: Abu Bakar Ba'asyir (tengah) dan pengacara Jokowi, Yusril Ihza Mahendra (kanan). (ABC News: David Lipson)
Ba'asyir juga dinilai telah memenuhi syarat hukum, yakni telah menjalani dua pertiga masa kurungan.
"Ustaz Abu Bakar Baasyir sudah sepuh dan kesehatannya sering terganggu. Ya bayangkan kalau kita sebagai anak melihat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu. Itulah (sebelumnya) yang saya sampaikan secara kemanusiaan," tutur Jokowi saat melakukan konferensi pers di hadapan wartawan (22/1/2019). External Link: Postingan Twitter Kantor Staf Presiden RI
Rencana pembebasan Ba'asyir tersiar saat Presiden Jokowi berkunjung ke Pondok Pesantren Darul Arqam di Garut, Jawa Barat (19/1/2019). Rencana pembebasan itu artinya Ba'asyir bisa bebas 6 tahun lebih awal dari masa hukumannya, yakni 15 tahun.
Ia divonis atas dakwaan mendirikan kamp pelatihan paramiliter di Aceh, yang anggotanya memiliki ambisi untuk membunuh Presiden dan mengacaukan perekonomian negara.
Menurut sumber ABC di Kantor Staf Kepresidenan, Ba'asyir seharusnya mendapatkan pembebasan bersyarat pada tanggal 13 Desember 2018. Namun ia tak jadi keluar karena tak patuhi aturan.
"Salah satunya itu adalah membantu dan menaati proses hukum. Yang kedua, setia pada undang-undang dasar, Pancasila dan NKRI. Itu dia tidak mau tanda tangan. Karena itu petugas LP (lembaga pemasyarakatan) tidak memberikan hak dia untuk bebas berdasarkan instrumen pembebasan bersyarat," jelas sumber yang tak bersedia disebutkan namanya tersebut kepada ABC.
Wacana pembebasan Ba'asyir sendiri mendapat kritikan tajam dari sejumlah media dan pengamat di Australia serta membuat banyak warga Australia yang menjadi korban kecewa.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... WhatsApp Kurangi Jumlah Pesan Bisa Dibagikan Untuk Tanggulangi Fake News