Tak Tahan Suara Tangisan, Bayi 5 Bulan Tewas Dibekap Pengasuh

Selasa, 05 Februari 2013 – 02:45 WIB
JAKARTA - Entah apa yang ada dalam pikiran IA, pembantu rumah tangga di  Gang Buaya I, Jalan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kesal karena anak majikannya yang dia asuh terus menagis, perempuan muda itu membekap mulut bayi tersebut dengan kain. Si bayi berusia 5 bulan itu pun tewas karena kehabisan nafas. Di tengah kepanikan, dia sempat menyusun skenario seolah bayi tersebut tewas karena korban perampokan.

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, tersangka IA tega membunuh korban, Rasya Elfino Azmi, karena tidak tahan dengan suara tangisan korban terus-menerus pada Kamis 31 Januari 2013 lalu. Karena saat bersamaan tersangka tengah menggosok pakaian majikan yang menumpuk.

Perempuan 21 tahun tersebut lantas melilit korban dengan kain panjang pada beberapa bagian tubuh korban. Tujuannya, supaya tangisan korban tidak mengganggunya. Namun sepeninggal gosokan baju selesai, korban ditemukan telah menghembuskan nafas terakhirnya. Tersangka berusaha menghilangkan jejak dengan membuat skenario, yakni terjadi perampokan.

"Dia pun mengikat sendiri. Lalu ditemukan oleh saudara korban. Pada waktu itu keterangan yang diberikan telah terjadi perampokan," ucapnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, diketahui bahwa keterangan tersangka tidak benar. Warga Kampung Kadu Kombong, Gunung Datar, RT 11 RW 06, Cimanu Pandeglang, Banten yang sebelumnya menjadi saksi pun selanjutnya ditingkatkan sebagai tersangka, Sabtu (2/2).

"IA baru bekerja selama tiga bulan. Yang bersangkutan diminta sebagai baby sister, sekaligus mencuci dan menggosok pakaian. Sementara, orang tua korban bekerja dari pagi sampai malam hari," katanya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Toni Harmanto menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan memeriksa kondisi kejiwaan IA. Hal ini dilakukan untuk memastikan adanya unsur kesengajaan atau tidak dalam kasus tersebut.

"Kita akan lakukan pemeriksaan psikologi sore ini. Ia bekerja di sana karena butuh uang, soalnya suaminya hanya penjual daging. Rumahnya dekat dengan lokasi kejadian," jelas Toni.

Tersangka sendiri dijerat Pasal 80 ayat (3) UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat sedikitnya 2,3 juta anak Indonesia rentan mengalami kekerasan. Anehnya, pemerintah dan DPR hingga kini belum secara serius memikirkan permasalahan tersebut. Padahal, kejadian demi kejadian terus berlangsung di berbagai daerah.

Salah satunya tindak kekerasan terhadap Rasya Elfino Azmi yang dibunuh oleh pembantunya sendiri. Karenanya ia meminta DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Idealnya, bagaimana jika UU Perlindungan Anak sudah jadi, pemerintah daerah juga bisa membuat peraturan daerah," ucap Ketua Divisi Pengawasan KPAI Muhammad Ihsan di Mapolda Metro Jaya, Selasa (4/2).

Ihsan menyinggung bagaimana perlindungan terhadap korban Rasya yang tanpa perlindungan orangtuanya karena sama-sama bekerja, berangkat pagi pulang malam.

Di sisi lain, kekerasan terhadap Rasya juga bisa jadi karena keberadaan babysitter yang diberi wewenang untuk merawat anaknya tidak jelas sertifikasinya. Apakah sudah mendapatkan pelatihan dan keterampilan secara mumpuni, bagaimana seharusnya kondisi kejiwaan seorang babysitter, termasuk bagaimana jika kondisi babysitter tengah hamil seperti tersangka IA.

"Selama ini kan tidak ada kontrol dari Pemda. Ini yang bahaya. Harusnya Pemda juga punya kebijakan khusus soal itu. Masalah cuti cuma 3 bulan juga jadi masalah," jelas Ihsan.
   
Diungkapkan, pemantauan KPAI selama tahun 2012 tercatat ada 85 juta anak di Indonesia. Di mana dari jumlah itu tercatat ada 2,3 juta anak rentan mengalami kekerasan, 4,8 juta anak terlantar. Ditemukan juga bahwa saat KPAI menanyakan 1026 anak, pihaknya mendapatkan angka hingga 57 persen anak pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Pelaku kekerasan yakni ayahnya sendiri, ibunya hingga saudaranya hingga orang-orang terdekat lainnya. Penyebab munculnya kekerasan ini karena berbagai alasan, bisa karena kondisi ekonomi keluarga, lingkungan yang tidak kondusif hingga pendidikan orang tua.

"Kekerasan anak itu disebabkan oleh lingkungan yang tidak kondusif, orang tua yang tidak berpendidikan, masalah ekonomi, lingkungan padat dan kumuh yang tidak mempunyai kesadaran yang tinggi. Jadi kembali ke background anak itu sendiri dari keluarga mana," pungkas Ihsan. (tro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Isyaratkan Hanya Setuju 2 Ruas Tol Baru

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler