jpnn.com, JAKARTA - Makin mendekati hari pencoblosan, situasi politik terasa semakin gaduh.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan pengunduran diri dari kabinet, dengan alasan menghindari persoalan etika karena maju berkontestasi dalam pemilihan presiden.
BACA JUGA: Optimalisasi Pengawasan Melekat Polri Dinilai Dongkrak Kepuasan Publik
Tidak cukup dengan itu, Mahfud juga sempat menerima rombongan tokoh politik yang tergabung dalam Petisi 100 untuk mendesak pemakzulan Jokowi.
Kemudian, kalangan perguruan tinggi tiba-tiba bergerak menyuarakan soal krisis etika dalam penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan Jokowi.
BACA JUGA: Tingkat Kepuasan Publik Jokowi Tetap Tinggi meski Diterpa Isu Negatif
Sebelumnya, kalangan mahasiswa UGM juga sempat menyematkan gelar kepada Jokowi sebagai alumnus kampus yang paling memalukan.
Namun, semua kegaduhan itu berbanding terbalik dengan persepsi publik terhadap kinerja Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Hasil Survei Indikator Politik Indonesia: Tingkat Kepuasan Publik Atas Kinerja Jokowi 80 Persen
Survei yang dilakukan Jakarta Research Center (JRC) menunjukkan approval rating Jokowi sangat tinggi hingga mencapai 82,3 persen.
Di antara yang menyatakan puas, sebanyak 11,3 persen merasa sangat puas dipimpin oleh Jokowi.
Hanya ada 15,7 persen yang menyatakan tidak puas, termasuk 2,3 persen yang merasa tidak puas sama sekali, dan sisanya 2,0 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi juga tercatat naik sejak bulan September 2023 lalu, yang baru mencapai 77,0 persen.
Kepuasan terus naik hingga menembus batas psikologis 80 persen pada Januari 2024 lalu, dan mencapai rekor pada Februari 2024.
Artinya, berbagai manuver politik yang dikemas dengan penyikapan soal etika tidak berkorelasi apa-apa dengan persepsi positif terhadap Presiden Jokowi.
Tingginya tingkat kepuasan publik juga menjadi afirmasi bahwa mayoritas publik cenderung mendukung keberlanjutan program Jokowi.
Hal itu sejalan dengan tingginya elektabilitas Prabowo-Gibran yang mendaku sebagai pasangan capres-cawapres yang paling berkomitmen untuk melanjutkan legacy Jokowi.
Kegaduhan politik yang meletup belakangan tidak berdampak signifikan terhadap pilihan politik mayoritas pemilih.
“Tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi yang mencapai 82,3 persen membuktikan bahwa kegaduhan politik tidak mempengaruhi persepsi dan preferensi publik dalam keputusan memilih pada gelaran Pilpres,” kata Direktur Komunikasi JRC Alfian P di Jakarta pada Sabtu (3/2).
Menurut Alfian, publik sudah cukup cerdas untuk melihat gerakan politik di balik kegaduhan yang muncul menjelang pemilu.
“Pemilih yang mayoritas anak muda tidak lagi menyukai hiruk-pikuk politik semacam itu, apalagi dengan narasi hujatan dan kebencian,” tandas Alfian.
Banyak dari pemilih pada pemilu kali ini merupakan generasi yang terlahir pasca-reformasi dan dibesarkan dalam situasi politik yang stabil.
“Pemilih muda lebih menginginkan perbaikan ekonomi, di mana Jokowi telah bekerja keras untuk meletakkan pondasinya,” tegas Alfian.
Kandidat yang dinilai paling konsisten dalam memajukan perekonomian berpeluang kuat untuk dipilih dan memenangkan Pilpres.
"Lebih-lebih sentimen perubahan, yang praktis hanya didukung minoritas publik yang merasa tidak puas terhadap kepemimpinan Jokowi,” pungkas Alfian.
Survei Jakarta Research Center (JRC) dilakukan pada 25-31 Januari 2024, secara tatap muka kepada 1200 responden mewakili seluruh provinsi di Indonesia.
Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. (dil/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif