Aksi pawai bendera merah putih ini sebagai bentuk protes terhadap penolakan Qanun Wali Nanggroe, bendera dan lambang Aceh, di wilayah Leuser.
“Kami (mahasiswa-red) tetap menolak keras bendera Aceh dari kawasan Leuser Antara. “Bendera kami hanya merah putih, bukan bendera separatis,” kata Aramiko Aritonang, selaku ketua koordinator aksi, kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN).
Konvoi keliling menggunakan kendaraan roda dua dan roda tiga (becak) dimulai dari depan kampus Universitas Gajah Putih (UGP) menuju Simpang 4, pasar inpres dan kemudian ke gedung DPRK setempat. Bahkan aksi pawai merah putih ini, sempat mendapat tontonan masyarakat, terutama penguna jalan.
Miko, panggilan akrab Aramiko Aritonang, yang juga sebagai ketua GmnI Aceh, mengatakan, sehingga saat ini masyarakat wilayah Leuser Antara, masih berkomitmen menolak Qanun, lambang dan bendera Aceh. Karena dianggap, DPRA dan Gubernur Aceh tidak aspiratif.
Masyarakat Leuser akan menuntut pemerintah pusat apabila Qanun tersebut direstui, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di Aceh serta mengganggu perdamaian yang sedang berjalan.
Menurut Miko, pengesahan lambang dan bendera Aceh hanya kepentingan segelintir kelompok, bukan kepentingan masyarakat Aceh secara umum. ”Ini yang kita sesalkan, seharusnya DPRA-Gubernur Aceh, harus melakukan konsulidasi ke daerah-daerah Aceh,”sesal Miko.
Aksi konvoi bendera merah putih keliling kota Takengon, menurutnya, adalah bentuk protes terhadap keputusan Gubernur dan DPRA. Karena dinilai keputusan pemerintah Aceh membuka luka lama. Seharusnya, Pemerintah Aceh lebih fokus memikirkan bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh, bukan sebaliknya.
“Kami masyarakat Leuser Antara, tetap menuntut pemerintah pusat untuk mewujudkan provinsi ALA, sampai kapan pun demi terjaganya identitas dan budaya masyarakat Leuser,”ujar Miko bersama ratusan mahasiswa.
Karena, kata Miko, 6 tokoh pemuda dan mahasiswa wilayah Leuser seperti, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Singkil dan Subulussalam, sudah berkomitmen tidak menerima Qanun, lambang dan bendera Aceh, yang dinilai hanya kepentingan kelompok.
“Jadi, bendera Aceh, hengkang di wilayah ini. Dan jangan coba-coba menaikan bendera Aceh di wilayah merah putih,” bebernya. Konvoi penolakan terhadap bendera dan lambang Aceh juga dikawal oleh pasukan Ormas yakni, Patriot Nasional (Patron) yang menggunakan seragam.
Salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Bardan Sahidi menyambut baik kehadiran elemen sipil yang datang ke gedung dewan dengan berkonvoi kendaraan roda dua dan sejumlah becak dengan membawa sang merah putih.
“Mengibarkan bendera merah putih harus lebih tinggi dari bendera-bendera yang lain sudah sesuai dengan Undang-Undang. Sedangkan pengibaran bendera Aceh tidak menurut Bardan tidak perlu berlebihan. Demikian juga eforia atas diberlakukannya Qanun Aceh tentang lambang dan bendera Aceh,”katanya.
“Itu hal yang kurang produktif, dan yang terpenting adalah bagaimana menyatukan langkah untuk mensejahterakan rakyat aceh lahir batin, dunia akhirat, bermartabat dan bersyariat dalam bingkai NKRI. Lambang dan bendera merupakan simbol pemersatu, untuk mengejar ketertinggalan Aceh dari daerah lain,”pungkas Bardan.(ron)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Buaya Putih Tersabet Parang Nelayan
Redaktur : Tim Redaksi