Takut Keluar Rumah karena Diancam Akan Dibunuh

Kamis, 09 Januari 2014 – 06:22 WIB
Bayu Anggara saat membela Bontang FC musim lalu. Foto: M Jumri/Bontang Post/JPNN.com

Lolosnya Bayu Anggara dari hukuman Komdis PSSI dalam kasus match fixing di playoff  IPL justru berbuntut hujatan dan teror. Padahal, eks kiper Bontang FC itu tak pernah menyebut adanya pengaturan hasil pertandingan. Karirnya pun jadi ikut mandek.
   
MUHAMMAD AMJAD, Jakarta
 
TIAP kali ada telepon masuk dari nomor tak dikenal ke ponsel (telepon seluler)-nya, Bayu Anggara memilih membiarkan. Padahal, tak hanya sekali-dua kali nomor-nomor yang tak dikenal itu berusaha mengontak kiper yang membela Bontang FC di Indonesian Premier League (IPL) musim lalu tersebut.
 
Sejak Komisi Disiplin (Komdis) PSSI menjatuhkan sanksi kepada para pemain Bontang FC yang terlibat pengaturan hasil pertandingan (match fixing) pada playoff  IPL Oktober, hari-hari Bayu jadi tak tenang lagi. Pemain kelahiran 5 Februari 1991 itu dihujat beberapa rekan setim serta pengurus klub karena dianggap berkhianat.
 
Bayu memang satu-satunya pemain yang belum dihukum komdis. Dia dianggap kooperatif karena mau bercerita. Sanksi untuknya belum diputuskan karena komdis akan memanggil dia lagi.  
 
Meski masih punya kemungkinan juga akan kena sanksi, tetap saja dia kadung dicap pengkhianat. Buntutnya, selain hujatan, Bayu pun beberapa kali menerima telepon gelap dan layanan pesan pendek (SMS) yang mengancam akan membunuh karena dirinya dinilai buka mulut kepada komdis.
 
"Padahal, saya cerita apa adanya. Saya tidak cerita aneh-aneh. Tapi, kok hukuman saya berbeda, saya juga tidak tahu," kata pemain bertinggi 185 cm itu.
 
Sayang, Ketua Komdis PSSI Hinca Pandjaitan tak merespons pertanyaan Jawa Pos tentang pernyataan Bayu yang menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyebut adanya match fixing. Pesan yang dikirimkan melalui BlackBerry Messenger hanya dibaca tanpa ada balasan.
 
Bontang FC dan PSLS Lhokseumawe divonis melakukan match fixing saat kedua tim berlaga di playoff  IPL pada 16 Oktober 2013. Ketika itu Bontang FC menang 4-3. Laga playoff  IPL lainnya yang melibatkan Bontang FC dan dianggap diatur hasilnya adalah saat mereka kalah 0-6 oleh Pro Duta (24/10/2013).
 
Buntutnya, 17 pemain Bontang FC dihukum tak boleh aktif di lapangan hijau selama 24 bulan karena dianggap diam meski terlibat. Mereka, antara lain, Tirta Bayu, Usman, Sudirman, Ridwansyah, Basri B.S., Achmad Setiawan, Arbadin, Deden Ridwan, dan Jimmy Kidega. Juga Yossi Aditya P., Hendri Satriadi, M. Alamin S., R. Ajend, Firman Usman, Gantarkan, Achmad Ramadhan, dan Nur Cholis Hamdi.
 
Sedangkan Manajer Camara Fode dilarang aktif di sepak bola seumur hidup plus didenda Rp 100 juta karena menerima suap dari pihak ketiga dan membagi-bagikannya kepada pemain. Hukuman serupa ditimpakan kepada Asisten Manajer Haeradi yang dinilai tahu tentang penyuapan itu dan membiarkannya. Sedangkan pelatih kepala Dedi Siswanto dilarang aktif di sepak bola selama 24 bulan karena dianggap tahu, tapi mendiamkan saja.
 
Adapun Bontang FC dihukum degradasi ke Divisi III, dilarang berkompetisi dua tahun, dan didenda Rp 100 juta. Seluruh pemain PSLS Lhokseumawe juga disanksi tak boleh aktif di sepak bola selama 24 bulan. Asisten pelatih serta salah satu ofisial klub dari Aceh itu, Nyak Rani dan Mahyudin, masing-masing dihukum lima tahun. PSLS, seperti halnya dengan Bontang FC, juga didegradasi ke Divisi III.   
 
Pengurus Bidang Luar Negeri PSSI Azwan Karim memastikan bahwa keputusan komdis itu sudah dikirimkan kepada FIFA. "Setelah muncul putusan itu, langsung diserahkan ke FIFA," katanya beberapa waktu lalu.
 
Dugaan pengaturan hasil pertandingan itu muncul setelah FIFA memberikan hasil early warning system (EWS) di sela kongres IASL (International Association of Sport Law) di Bali Oktober tahun lalu. Karena mendapat tugas dari FIFA, Ketua Umum PSSI Djohar Arifin lantas memerintahkan komdis untuk bertindak, yang akhirnya bermuara pada keluarnya keputusan itu.
 
Menurut Bayu, sebagaimana juga disampaikannya kepada komdis, kemenangan atas PSLS dan kekalahan oleh Pro Duta merupakan hasil yang wajar. Saat melawan PSLS, misalnya, mantan pemain PSPS Pekanbaru itu menyebutkan bahwa timnya memang tampil lebih bersemangat karena sebelum laga para pemain menerima duit pembayaran setengah bulan gaji.
 
Bayaran setengah bulan itu bak seteguk air di padang pasir. Sebab, sebelumnya klub menunggak bayaran semua pemain selama lima bulan. "Kami menang karena permainan kami bagus. Kami main dengan semangat," ujarnya.
 
Begitu pula kekalahan Bontang FC oleh Pro Duta. "Saya ceritakan apa adanya. Secara permainan dan kualitas, tim kami memang kalah. Sebab, kami jarang latihan saat itu," terang pemain dari Deli Serdang yang dibesarkan PS Palembang tersebut.
 
Karena itu, dia bingung kenapa rekan-rekannya begitu marah kepadanya. Padahal, seharusnya yang layak ditanya tentang mengapa dirinya diperlakukan berbeda adalah komdis.
 
"Teman-teman membaca berita, katanya saya buka mulut. Mereka negative thinking dulu, tidak tanya jelasnya seperti apa," ujar pemain 22 tahun tersebut.
 
Yang pasti, karena banyaknya teror lewat telepon dan SMS itu, Bayu akhirnya lebih sering berada di rumah. Sebab, dia benar-benar mengkhawatirkan keselamatannya.
 
"Saya jarang keluar rumah kalau tidak penting. Saya terus hati-hati kalau keluar. Waswas saja dengan ancaman itu," papar mahasiswa semester I Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Tjut Nyak Dhien, Medan, tersebut.
 
Bukan hanya kegiatannya menjadi terhambat dengan keputusan komdis itu, karirnya di sepak bola juga terancam mandek. Sebab, setelah komdis menghukum pemain Bontang FC, kecuali dirinya, klub-klub ISL (Indonesia Super League) yang berniat mengontraknya mengurungkan niat.
 
"Klub-klub langsung membatalkan tawarannya, Bang. Padahal, saya sudah dites," ujarnya dengan mimik sedih.
 
Bayu belum berniat melaporkan berbagai teror yang dia terima itu kepada polisi. Yang bisa dia harapkan kini hanyalah komdis segera mengumumkan sanksi bagi dirinya. Sebab, jika statusnya menggantung seperti saat ini, dia akan terus menjadi sasaran kemarahan dan teror dari mereka yang tidak terima atas keputusan komdis. (*/c11/ttg)

BACA JUGA: Bikin Lembaga Keuangan Tandingan, ITB Beri Dukungan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ingin Jauh Dari Olahraga, Siap Menjadi Politisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler