JAKARTA -- Bekas Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir, mengaku takut salah bila harus mengembalikan uang ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Uang itu ditransfer oleh Yurida Adlaini, pegawai Soetrisno Bachir Foundation, orang kepercayaan Nuki Syahrun, pegawai PT Heltindo International. Keduanya sama-sama bekerja di Sutrisno Bachir Foundation (SBF).
"Saya waktu diperiksa diminta seperti itu (mengembalikan). Nanti kalau saya beri, salah. Ini orang bayar hutang ke saya. Nanti saya kembalikan ke negara, saya salah. Bahwa uang itu atas hasil bisnis alkes, saya tidak tahu," kata Soetrisno bersaksi dalam perkara dugaan korupsi proyek alat kesehatan dan perbekalan untuk wabah flu burung tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Kamis (20/6) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Soetrisno disebut menerima komisi pengadaan alat kesehatan di Kemenkes pada 2006 yang masuk lewat rekening pribadinya senilai Rp 222,5 juta dan perusahaannya, PT Selaras Inti Internasional, senilai Rp 1,23 miliar.
"Saya transfer Rp 222,5 juta ke rekening pribadi dan Rp 1,23 miliar ke perusahaan milik Soetrisno Bachir dari sekitar Rp 1,7 miliar yang diterima Nuki," kata Yurida Adlaini, pegawai Soetrisno Bachir Foundation saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis, 13 Juni 2013.
Yurida merupakan orang kepercayaan Nuki Syahrun, pegawai PT Heltindo International. Keduanya sama-sama bekerja di SBF. Nuki yang dimintai bantuan oleh Direktur PT Prasasti Mitra, Sutikno, untuk mencarikan perusahaan yang memiliki Mobile X-Ray.
Soetrisno mengaku uang dari Nuki melalui Yuri itu adalah untuk bayar hutang. Dia mengaku tak tahu jika asal uang itu berasal dari fee proyek alkes flu burung. "Saya tidak mengerti," tegasnya.
Saat ditanya hakim dimana uang itu sekarang, Soetrisno mengaku tidak tahu. Pun demikian saat ditanya apakah uang itu sudah dikembalikan ke KPK, Soetrisno mengaku tak tahu.
"Di perusahaan uang keluar masuk biasa. Saya kira kalau uang saya tidak tahu juga," kata dia.
Hakim kemudian bertanya, "Tidak pernah titipkan uang sebesar itu ke KPK sebagai barang bukti." Soetrisno menjawab, "Tidak."
Soetrisno mengaku sebagai pemilik perusahaan tidak mengurus detail soal keuangan. Ia menyatakan, di grup usahanya ada Board of Direction yang mengurus segala persoalan di perusahaan-perusahaannya itu. (boy/jpnn)
Uang itu ditransfer oleh Yurida Adlaini, pegawai Soetrisno Bachir Foundation, orang kepercayaan Nuki Syahrun, pegawai PT Heltindo International. Keduanya sama-sama bekerja di Sutrisno Bachir Foundation (SBF).
"Saya waktu diperiksa diminta seperti itu (mengembalikan). Nanti kalau saya beri, salah. Ini orang bayar hutang ke saya. Nanti saya kembalikan ke negara, saya salah. Bahwa uang itu atas hasil bisnis alkes, saya tidak tahu," kata Soetrisno bersaksi dalam perkara dugaan korupsi proyek alat kesehatan dan perbekalan untuk wabah flu burung tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Kamis (20/6) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Soetrisno disebut menerima komisi pengadaan alat kesehatan di Kemenkes pada 2006 yang masuk lewat rekening pribadinya senilai Rp 222,5 juta dan perusahaannya, PT Selaras Inti Internasional, senilai Rp 1,23 miliar.
"Saya transfer Rp 222,5 juta ke rekening pribadi dan Rp 1,23 miliar ke perusahaan milik Soetrisno Bachir dari sekitar Rp 1,7 miliar yang diterima Nuki," kata Yurida Adlaini, pegawai Soetrisno Bachir Foundation saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis, 13 Juni 2013.
Yurida merupakan orang kepercayaan Nuki Syahrun, pegawai PT Heltindo International. Keduanya sama-sama bekerja di SBF. Nuki yang dimintai bantuan oleh Direktur PT Prasasti Mitra, Sutikno, untuk mencarikan perusahaan yang memiliki Mobile X-Ray.
Soetrisno mengaku uang dari Nuki melalui Yuri itu adalah untuk bayar hutang. Dia mengaku tak tahu jika asal uang itu berasal dari fee proyek alkes flu burung. "Saya tidak mengerti," tegasnya.
Saat ditanya hakim dimana uang itu sekarang, Soetrisno mengaku tidak tahu. Pun demikian saat ditanya apakah uang itu sudah dikembalikan ke KPK, Soetrisno mengaku tak tahu.
"Di perusahaan uang keluar masuk biasa. Saya kira kalau uang saya tidak tahu juga," kata dia.
Hakim kemudian bertanya, "Tidak pernah titipkan uang sebesar itu ke KPK sebagai barang bukti." Soetrisno menjawab, "Tidak."
Soetrisno mengaku sebagai pemilik perusahaan tidak mengurus detail soal keuangan. Ia menyatakan, di grup usahanya ada Board of Direction yang mengurus segala persoalan di perusahaan-perusahaannya itu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi V Setujui Anggaran Lapindo Rp 845,1 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi