jpnn.com, JAKARTA - Talent Hub, sebuah inisiatif dari Manajemen Talenta Nasional (MTN) bidang seni budaya yang menjadi ruang strategis bagi regenerasi talenta muda Indonesia di lima bidang sastra, seni rupa, film, musik, dan seni pertunjukan.
Acara yang digelar di M Bloc Space, Jakarta Selatan, 14-15 Desember 2024, itu tidak hanya mempertemukan talenta muda dengan para profesional, tetapi juga menjadi katalisator bagi terciptanya kolaborasi lintas generasi di industri kreatif.
BACA JUGA: Menteri Budaya Ungkap Peran Penting Para Maestro untuk Kebudayaan
Dalam acara itu ada lebih dari 80 pelaku seni dan budaya, 15 karya pameran, dan 18 pertunjukan yang terlibat.
Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha menyampaikan apresiasi terhadap Talent Hub dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung talenta seni budaya Indonesia.
BACA JUGA: Ahlulbait Indonesia Gelar Muktamar IV, Dorong Perkuat Budaya dan Satukan Umat
Menurutnya, Talent Hub adalah bukti bahwa Indonesia memiliki talenta-talenta luar biasa yang perlu kita apresiasi dan dukung.
"Dengan kolaborasi yang erat, seni budaya Indonesia akan terus berkembang dan menginspirasi dunia,” ujar Giring.
Salah satu momen istimewa dalam Talent Hub adalah penampilan gitar solo oleh Ryoma Fransdiarra Irawan, talenta muda berbakat dari Balai Pengembangan Talenta Indonesia (BPTI) yang memukau penonton dengan permainan yang memadukan teknik modern dan klasik.
“Talent Hub adalah ruang yang sangat penting untuk kami yang baru memulai karier. Di sini, kami tidak hanya mendapatkan panggung, tetapi juga peluang belajar dari para profesional,” ujar Ryoma.
Selain itu, pertunjukan tari kontemporer oleh Otniel Tasman.
Otniel menyampaikan pesan tentang pentingnya regenerasi dalam seni budaya.
"Melihat semangat talenta muda di sini (Talent Hub) membuat saya yakin bahwa masa depan seni Indonesia cerah. Tugas kami (profesional) adalah membuka ruang dan akses agar bersama-sama melangkah lebih jauh,” ujarnya.
Talent Hub juga menyajikan diskusi inspiratif yang membahas berbagai topik, termasuk distribusi musik digital, pengelolaan ruang pertunjukan, dan adaptasi media dalam karya sastra. Salah satu sesi yang paling menarik perhatian adalah sesi diskusi “Karya Tulis & Peningkatan Literasi”, yang menghadirkan penulis Ratih Kumala, yang dikenal melalui novel best-seller Gadis Kretek.
Secara terpisah, Ratih berbagi pengalaman bagaimana buku dapat diubah menjadi Intellectual Property (IP) yang bernilai tinggi melalui adaptasi ke berbagai media, seperti serial digital. Ia menuturkan mengadaptasi buku menjadi serial digital adalah proses yang penuh tantangan.
Ketika Gadis Kretek diadaptasi menjadi serial Netflix, ia nengakui harus memahami perbedaan audiens dan treatment yang dibutuhkan.
“Saya belajar untuk ‘mencacah’ karya saya sendiri, lalu menyusunnya kembali menjadi sebuah skenario. Itu pengalaman yang sulit tetapi sangat berharga,” katanya.
Ratih juga menyoroti pentingnya literasi dalam mendorong kreativitas di dunia seni budaya. Menurutnya, literasi bukan hanya tentang membaca, tetapi juga berpikir kritis.
“Saat ini, kita bisa memanfaatkan platform digital seperti Bookstagram untuk memperkuat budaya membaca, terutama bagi generasi muda. Bahkan, Kemenbud sudah mulai memberikan rekomendasi buku untuk siswa SD hingga SMA,” terang Ratih.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul