jpnn.com, JAKARTA - Jemaah haji Indonesia pada 2017 atau 1438 Hijriah ini berjumlah 221 ribu. Ada tambahan 52 ribu orang dari jumlah jemaah tiga tahun sebelumnya. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahjid mengatakan sebelum ada penambahan kuota, Kementerian Agama (Kemenag) memang sudah berpengalaman menangani jemaah dengan jumlah tersebut.
Namun, kata dia, karena sampai 2016 atau sebelum ada tambahan jemaah masih ada beberapa masalah, maka Kemenag harus meningkatkan kinerja pengelolaan hajinya.
BACA JUGA: Kinerja Menteri Amran Positif, DPR Optimis Nawacita Terealisasi
"Sehingga bertambahnya jemaah tidak menambah masalah. Bahkan, misi peningkatan mutu pelayanan haji dapat terlaksana," kata dia kepada JPNN.com, Minggu (2/7).
Dia mengingatkan, persiapan manajemen haji telah diputuskan dalam pembahasan dan penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), yang merupakan tahapan perencanaan (planning) pengelolaan haji.
BACA JUGA: Hadapi Terorisme Aparat Harus Diberikan Peraturan Tepat
Tahapan perencanaan ini harus ditindaklanjuti dengan pengorganisasian (organizing) dan pelaksanaan (actuiting) yang tepat serta pengawasan (controling) yang ketat. Dengan bertambahnya jemaah serta berdasarkan evaluasi tahun lalu, maka ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan lebih sungguh sungguh oleh Kemenag.
Misalnya dari sisi kesiapan jemaah. Sesempurna apa pun fasilitas dan regulasi jika jemaah tidak disiapkan dengan baik maka akan selalu menimbulkan masalah apalagi karena haji adalah extraordinary event. "Maka manasik pola baru yang materi, metode dan frekuensi sudah ditambah harus dilaksanakan dengan lebih baik untuk membentuk jamaah yang lebih siap," jelasnya.
BACA JUGA: Ketua DPR: Saya Mendukung Niat Baik Obama
Kemudian kesiapan petugas. Sodik menjelaskan, petugas kloter dan nonkloter harus ditatar lebih baik sesuai perencanaan dan anggaran yang telah ditetapkan dalam penetapan BPIH.
Petugas yang prioritas adalah pemimpin langsung yakni ketua regu, ketua rombongan, petugas kesehatan, petugas perlindungan dan keamanan, pembimbing ibadah, petugas imigrasi, petugas fasilitas umum dan makanan.
Penanganan visa juga harus diperhatikan. Menurut Sodik, proses pendaftaran, pembuatan paspor harus lebih akurat dan cepat agar proses visa juga lebih cepat.
Tahun lalu ada data jemaah yang beda nama dalam paspor. Kasus yang sangat banyak dan menghebohkan tahun lalu adalah keterlembatan visa. "Ini jangan terulang," tegasnya.
Pengelompokan jemaah juga harus menjadi perhatian. Kata Sodik, jemaah suami istri, satu keluarga, satu KBIH, satu kota diusahakan jangan terpisah. "Tahun lalu banyak yang terpisah dan (persoalan ini) meresahkan," kata politikus Partai Gerindra ini.
Sodik juga mengingatkan manajemen jadwal embarkasi dan keberangkatan harus diperhatikan. Rencanakan dan pastikan waktu di embarkasi dengan keberangkatan secara layak. "Tahun lalu ada jemaah yang diembarkasi hanya dua sampai empat jam sehingga bagi jemaah lansia (lanjut usia) dan jemaah risti (risiko tinggi) merepotkan," ungkapnya.
Manajemen jemaah risti dan lansia harus diperhatikan misalnya untuk penanganan tindakan darurat dan kepastian tenaga pendamping. "Jumlah jemaah lansia 26 persen dan jamaah risti 60 persen," tegasnya.
Sodik juga mengingatkan, prioritaskan pemeriksaan Imigrasi untik keluar dan masuk Arab Saudi bagi jemaah lansia dan risti. Kesiapan maktab harus sesuai dengan nomor dan jumlah jemaah.
Ada pengalaman salah memasukan kloter kepada maktab yang lain yang beda jumlahnya. "Ada juga pengalaman kapasitas maktab tidak sesuai dengan jumlah jamaah dalam suatu kloter," kata Sodik.
Penjelasan tentang berbagai dan cara penggunaan fasilitas di pesawat, maktab, bis harus diberikan dengan baik. Maktab, posko, klinik, bis dan lain-lain harus ditandai secara ekslusif dengan bendera, ukuran dan warna yang mudah didentifikasi jemaah.
Jumlah, posko dan militansi petugas perlindungan dan keamanan khususnya pencari jemaah hilang harus ditingkatkan baik di Mekah, Madinah dan terutama di Mina.
Sodik menambahkan, kualitas dan kuantitas fasilitas di Armuba terutama di Mina juga harus menjadi perhatian. Misalnya, kualitas toilet dan kapasitas tenda agar jemaah tertampung dengan layak. "Pernah ada kasus jemaah harus tidur miring karena tenda tidak cukup," kata Sodik mengingatkan.
Lebih lanjut Sodik mengatakan, sosialisasi, edukasi dan persuasi regulasi hari tarwiyah dan waktu jumrah harus dijelaskan dengan mendalam, bijak dan tegas. "Supaya bisa dipatuhi maksimum untuk keamanan jemaah," ungkapnya. Kemudian, koordinasi yang maksimum antarpetugas harus dilakukan dengan baik. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Diminta Siaga Antisipasi Permasalahan Arus Balik
Redaktur & Reporter : Boy