jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (KNTI), Riza Damanik memberi label Teluk Jakarta sebagai miniatur dan representasi keberagaman Indonesia. Menurut Riza, semua suku ada di sana dengan profesi yang sama yakni sebagai nelayan tradisional.
"Masalah muncul, ketika ide membangun Teluk Jakarta yang mestinya direhabilitasi untuk perbaikan kualitas lingkungan, bergeser ke konsep komersialisasi," kata Riza, dalam Dialektika Demokrasi "Sengkarut Reklamasi", di pressroom DPR, Senayan Jakarta, Kamis (21/4).
BACA JUGA: Tiga Menteri Cuma Omong Doang, Reklamasi Jalan Terus
Kalau konsepnya untuk rehabilitasi Teluk Jakarta lanjut Riza, cukup dengan menggunakan bahan sedimen di Teluk Jakarta. "Tapi karena ide reklamasi tersebut diboncengi oleh kepentingan komersial maka kebutuhan pasir urukan sebanyak lebih dari 870 juta metriks ton diambil dari Provinsi Banten," ujar dia.
Padahal ujar Riza, tanpa reklamasi yang saat ini tengah berlangsung di Teluk Jakarta, pada tahun 2100 diperkirakan akan terjadi lokasi genangan air baru seluas 31 ribu hektar di daratan Kota Jakarta, akibat turunnya permukaan tanah ditambah 100 hektar lagi tenggelam akibat permukaan air laut naik.
BACA JUGA: Transjakarta Khusus Wanita, So Sweet Banget Warnanya
"Pemerintah sebetulnya sudah tahu itu akan terjadi, tapi hingga kini tidak mengambil langkah antisipasi," tegasnya.
Oleh karena itu Riza menyarankan keputusan pemerintah yang menghentikan sementara reklamasi pantai utara Kota Jakarta, dijadikan pintu masuk untuk menghentikan reklamasi secara permanen.
BACA JUGA: Banjir di Cipinang Mencapai 1,5 Meter
"Menurut kami ini pintu masuk untuk menyelesaikannya. Tak perlu ngotot-ngototan dan jangan juga bermunculan ahli nujum yang menyebut bahwa reklamasi ini hanya terhenti untuk waktu enam bulan saja, setelah itu jalan lagi," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hmm...Ahok Tawarkan Beli Rumah Wanita Emas
Redaktur : Tim Redaksi