Tantangan Implementasi Model Kompetensi Kepala Sekolah di Indonesia

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada, dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta

Selasa, 12 Maret 2024 – 16:19 WIB
Direktur Perkumpulan Strada, dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Membaca salinan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 7327/B.B1/HK.03.01/2023 tentang Model Kompetensi Kepala Sekolah, memunculkan perasaan gembira bercampur dengan antusiasme.

Akhirnya, terdapat suatu format yang memberikan penahapan dan indikator penilaian yang lebih jelas terkait dengan profesi Kepala Sekolah.

BACA JUGA: Pelaku Seni Berharap Dana Abadi Kebudayaan Dipertahankan

Hal ini menandai langkah positif dalam peningkatan profesionalisme kepala sekolah, yang selama ini sering kali terasa ambigu dan kurang terdefinisi dengan baik.

Model kompetensi yang dijelaskan dalam peraturan tersebut memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk menilai kualitas kepemimpinan seorang Kepala Sekolah, dan fokus pertama-tama pada aspek-aspek kepribadian seperti moral, emosi, dan spiritual, menegaskan pentingnya perilaku yang sesuai dengan kode etik, pengembangan diri melalui refleksi, serta orientasi yang berpusat pada peserta didik.

Selanjutnya, kedua, kompetensi sosial yang dijelaskan dalam peraturan pemerintah merangkum dimensi krusial kepemimpinan pendidikan.

Kemampuan Kepala Sekolah untuk memberdayakan warga satuan pendidikan menonjolkan esensi pemberdayaan dan keterlibatan seluruh komponen sekolah dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya.

Hal ini membentuk lingkungan inklusif dan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama terhadap tujuan pendidikan.

Kolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta keterlibatan dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas, menjadi unsur yang tidak hanya memperkuat keterikatan antara sekolah dan masyarakat, tetapi juga meningkatkan keterbukaan serta daya saing satuan pendidikan dalam dinamika global.

Ketiga, kompetensi profesional yang turut diakui dalam peraturan tersebut menegaskan keterkaitan antara kepemimpinan yang kuat dan peningkatan kualitas satuan pendidikan.

Kemampuan Kepala Sekolah dalam mengembangkan visi dan budaya belajar pada satuan pendidikan mencerminkan peran strategis dalam membentuk identitas sekolah dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan potensi peserta didik.

Penerapan kepemimpinan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjadi kunci dalam menyelaraskan praktik pendidikan dengan kebutuhan individual dan kolektif siswa. Kemampuan mengelola sumber daya secara efektif, transparan, dan akuntabel memastikan optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia, yang pada giliran mendukung tercipta sistem pendidikan yang berkelanjutan dan efisien.

Melalui integrasi kompetensi profesional, Kepala Sekolah diharapkan mampu menjadi agen perubahan positif dalam mencapai tujuan pendidikan yang holistik dan inklusif.

Dari tiga definisi kompetensi Kepala Sekolah yang diturunkan pada penahapan ukuran dan indikator, terlihat bahwa peraturan pemerintah telah berupaya menyajikan kerangka yang sangat baik dan komprehensif.

Meskipun demikian, sinyal kuat muncul yang mengindikasikan bahwa, meski kompetensi tersebut terlihat bagus secara teoritis, implementasi masih menghadapi sejumlah kendala serius.

Tanggung jawab untuk memastikan keberhasilan implementasi kompetensi Kepala Sekolah sepenuhnya jatuh pada pengawas sekolah, kepala dinas, atau pengurus yayasan yang secara langsung mengelola sekolah-sekolah tersebut.

Mereka harus memiliki keterampilan motivasi dan inspirasi yang tinggi untuk mendorong dan memotivasi kepala sekolah dan pendidik agar dapat meningkatkan kompetensi mereka.

Melalui kritisisme konstruktif, beberapa aspek perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Terdapat kebutuhan untuk memastikan bahwa model kompetensi ini tidak hanya menjadi bentuk formalitas administratif, tetapi juga benar-benar mampu meningkatkan kualitas kepemimpinan di tingkat sekolah.

Selain itu, implementasi dan pengawasan peraturan ini perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mencegah potensi penyalahgunaan atau penyimpangan dalam penilaian Kepala Sekolah.

Dalam konteks ini, juga penting untuk menjamin bahwa penilaian tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga kualitatif, memberikan ruang untuk konteks dan situasi yang mungkin mempengaruhi kinerja seorang Kepala Sekolah.

Sebagai pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, penting bagi kita untuk bersikap kritis dan proaktif dalam mendukung perbaikan sistem pendidikan yang berkelanjutan.

Penting untuk diakui bahwa mewujudkan kompetensi yang diinginkan oleh Kemendikbudristek tidak akan mudah, mengingat disparitas kualitas sekolah di Indonesia yang masih belum merata. Perlu adanya kerja keras dan komitmen kuat untuk menjalankan peraturan ini dengan efektif dan efisien.

Oleh karena itu, perlu langkah konkret dalam mengawal implementasi peraturan pemerintah ini ke semua level kompetensi Kepala Sekolah.

Salinan Peraturan Dirjen GTK tersebut tidak boleh hanya menjadi dokumen formal yang diabaikan, melainkan harus dijalankan dengan kontrol yang jelas dan ketat.

Hanya melalui kolaborasi yang solid antara pemerintah dan pengurus yayasan, dapat diharapkan peningkatan kualitas sekolah di Indonesia, dengan memiliki kepala sekolah yang memiliki kompetensi tinggi sesuai dengan standar yang ditetapkan.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler