Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan UU Tapera akan menjadi payung hukum bagi penyediaan rumah murah dengan kisaran harga Rp 95 juta untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Karyawan atau buruh swasta nanti juga boleh," ujarnya setelah rapat di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin (5/6).
Dia menjelaskan, Tapera merupakan dana perumahan jangka panjang yang diperuntukkan bagi pemilikan rumah. Program Tapera disusun sebagai salah satu solusi membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar bisa memiliki rumah.
Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 15 juta kepala keluarga (KK) yang belum memiliki rumah layak huni. Selain itu, kebutuhan rumah untuk keluarga yang baru menikah mencapai 400 ribu unit per tahun.
Bagaimana skema pengadaannya? Menurut Djan, pemerintah akan memungut iuran melalui potong gaji dengan besaran 1-5 persen secara sukarela. Potongan gaji tersebut menjadi tabungan yang akan dikelola Badan Pengelola Tapera yang nanti akan dibentuk.
"Kalau DPR mintanya potongan gaji 2,5 persen dan wajib bagi semua pekerja," katanya.
Djan mencotohkan, pegawai dengan gaji Rp 2 juta per bulan, jika dipotong 2,5 persen maka tabungannya Rp 50 ribu. Kumpulan dana dari seluruh pegawai itulah yang akan dijadikan modal bagi yang ingin membeli rumah.
"Jadi kalau ada pegawai yang membeli rumah, selain potong gaji 2,5 persen juga harus mencicil sekitar Rp 600 per bulan," jelasnya.
Dalam draft RUU Tapera, konsep ini sebenarnya mirip dengan bank penyedia kredit pemilikan rumah (KPR). Bedanya, pegawai yang ingin membeli rumah tidak meminjam dana ke bank, melainkan ke Badan Pengelola Tapera. Karena dananya berasal dari iuran, suku bunganya ditargetkan bisa di kisaran 2-3 persen per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari bunga KPR bank yang di kisaran 10 persen.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menambahkan, saat ini pemerintah tengah mencari titik temu dengan DPR terkait poin sasaran Tapera. Pemerintah berpandangan bahwa kewajiban Tapera hanya berlaku untuk PNS dan BUMN atau BUMD, sedangkan swasta bersifat sukarela.
Sedangkan DPR meminta swasta wajib ikut. "Karena itu, kami akan dengar pendapat kalangan swasta dulu seperti apa. Setelah itu kami bicara lagi dengan DPR," ujarnya. (owi/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kartu Penerima Kompensasi Kenaikan Harga BBM Mulai Dibagi
Redaktur : Tim Redaksi