jpnn.com, JAKARTA - Wartsila melaporkan bahwa area seluas Eropa perlu ditopang dengan energi terbarukan untuk mencapai masa depan energi bersih, tanpa integrasi teknologi energi penyeimbang.
Pemaparan hasil laporan berjudul “Crossroad to net zero” hari ini disampaikan oleh Febron Siregar, Direktur Penjualan, Indonesia, Wärtsilä Energy.
BACA JUGA: Pertamina Patra Niaga Regional JBB Hadirkan Energi Bersih
Pemodelan sistem tenaga listrik global Wartsila yang dipublikasikan dalam laporan Crossroads to net zero, membandingkan dua jalur dari tahun 2025 hingga 2050 dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi pemanasan global, sesuai target Perjanjian Paris.
Pada jalur pertama, hanya energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, dan penyimpanan energi yang ditambahkan ke dalam bauran energi.
BACA JUGA: 67 Tahun Wujudkan Swasembada Energi untuk Negeri, Ini Capaian dan Kiprah Pertamina
Pada jalur kedua, teknologi pembangkitan daya yang seimbang, yang dapat ditingkatkan dengan cepat saat dibutuhkan untuk mendukung energi terbarukan yang terputus-putus, juga ditambahkan ke dalam sistem.
Pencapaian target nol emisi bersih Indonesia 2060 dapat dilakukan dengan teknologi yang ada, yaitu dengan menambahkan energi terbarukan dan teknologi penyeimbang tenaga listrik sambil menghentikan secara bertahap pembangkit listrik yang tidak fleksibel.
BACA JUGA: Dorong Transisi Energi, PT Paiton Energy Mendonasikan PLTS Atap di 3 Sekolah
Selain itu, memperluas pembangkit energi terbarukan dengan cepat dalam jangka pendek sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih.”
Febron melanjutkan hasil pemodelan sistem kelistrikan kami sebelumnya, yang disajikan dalam laporan Rethinking Energy in Southeast Asia, telah menunjukkan bahwa kapasitas daya terbarukan di Indonesia harus 3-4 kali lebih tinggi dari target 2030 saat ini.
Di jaringan Sulawesi, total kapasitas tenaga surya yang direncanakan adalah 300 MW pada 2030.
"Namun, agar Sulawesi selaras dengan target emisi nol bersih Indonesia sambil menurunkan biaya sistem, maka target tenaga surya harus ditingkatkan menjadi empat kali lipat dari level ini: 1.200 MW pada 2030," kata Febron.
Mengikuti tren yang sama, pemodelan global menunjukkan bahwa sistem tenaga listrik yang mencakup daya seimbang memiliki keuntungan signifikan dalam hal pengurangan biaya dan CO?. Model tersebut mengungkapkan bahwa jalur ini akan menghasilkan penghematan kumulatif sebesar EUR 65 triliun pada tahun 2050 dibandingkan dengan jalur yang hanya menggunakan energi terbarukan, karena kapasitas energi terbarukan yang dibutuhkan lebih sedikit.
Ini akan menghasilkan rata-rata EUR 2,5 triliun per tahun – setara dengan lebih dari dua persen PDB global 2024.
Laporan tersebut menguraikan bahwa efektivitas energi terbarukan dapat dimaksimalkan jika didukung oleh pembangkit listrik yang seimbang, yang merupakan kunci dalam meningkatkan energi terbarukan.
Temuan-temuan utama:
1. Biaya yang lebih rendahudi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan Energi saja, penerapan pembangkit listrik yang seimbang akan mengurangi biaya sistem tenaga listrik di masa depan hingga 42 persen, yang setara dengan EUR 65 triliun.
2. Pengurangan emisi
Penambahan daya penyeimbang dapat mengurangi total kumulatif emisi CO? di sektor tenaga listrik antara saat ini dan tahun 2050 sebesar 21 persen (19 Gt), dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan saja.
3. Lebih sedikit energi yang terbuang
Pemodelan menunjukkan bahwa penggunaan daya penyeimbang memungkinkan optimalisasi sistem daya yang lebih baik, sehingga menghasilkan 88 persen lebih sedikit energi yang terbuang karena pembatasan energi terbarukan pada 2050, dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan energi saja.
Secara total, pembatasan 458.000 TWh akan dapat dihindari, cukup untuk memberi daya kepada seluruh dunia dengan konsumsi listrik saat ini selama lebih dari 15 tahun.
4. Kapasitas terbarukan dan lahan yang dibutuhkan lebih sedikit
Dengan menambahkan pembangkit listrik yang seimbang, kita dapat mengurangi separuh kapasitas terbarukan dan lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi target dekarbonisasi kita.
Presiden Wartsila Energy & Wakil President Eksekutif Wartsila Corporation Anders Lindberg menyatakan meski kita memiliki lebih banyak energi terbarukan di jaringan listrik kita dibandingkan sebelumnya, itu saja tidak cukup. Untuk mencapai masa depan energi bersih, pemodelan kami menunjukkan bahwa fleksibilitas sangat penting.
“Kita perlu bertindak sekarang untuk mengintegrasikan tingkat dan jenis teknologi penyeimbang yang tepat ke dalam sistem tenaga listrik kita. Ini berarti segera menghentikan aset yang tidak fleksibel dan beralih ke bahan bakar berkelanjutan. Pembangkit listrik yang seimbang tidak hanya penting; tetapi juga krusial dalam mendukung tingkat energi terbarukan yang lebih tinggi.”
Diskusi terbatas itu diikuti Irwan Wahyu Kurniawan, Senior Geothermal Inspector, Direktorat Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Ricky Faizal, Vice President Pengendalian RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PT PLN Persero, dan Alloysius Joko Purwanto, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) sebagai moderator.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul