Target Neolib Cabut Pasal 33 UUD 45

Senin, 25 Juni 2012 – 22:58 WIB

JAKARTA - Dosen Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Revrisond Baswir mengatakan upaya imperealisme untuk menguasai perekonomian Indonesia hingga kini masih belum berhenti.

Kemerdekaan RI yang telah diproklamirkan tahun 1945, menurut Revrisond, justru menjadi inspirasi bagi imperealisme untuk membuat kemasan-kemasan baru yang lebih dikenal dengan Neo Liberalisme (Neolib).

"Peperangan terhadap ekonomi Indonesia melalui neo liberal belum akan berhenti karena target dari perperangan neo liberal adalah mencabut Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 45," kata Revrisond Baswir  saat jadi narasumber dalam diskusi Membangun Keindonesiaan, "Sudahkah Sumberdaya Alam Dikelola Untuk Sebesar-besarnya Kehidupan Rakyat", di kantor Akbar Tandjung (AT) Institute Jakarta, Senin (25/6).

Meski upaya neo liberal mencabut Pasal 33 UUD 45 belum terwujud, di sisi lain neo liberalisme telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai negara pecundang melalui intervensi sejumlah UU yang terkait dengan energi dan mineral.

Beda dengan Republik Rakyat China (RRC), menurut Revrisond, dihajar bagaimana pun ekonominya, RRC akan tetap aman karena China punya taktik, strategi dan daya tahan untuk meredam tipu-daya neo liberalisme. "Indonesia, secara sengaja memberi peluang bagi neolib untuk intervensi sektor perekonomian bangsa melalui UU yang dibuat DPR," ujar Revrisond.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie mengtakan agen-agen kolonialisme sudah masuk dan berada di dalam pusat-pusat kekuasaan dan pusat-pusat pengambilan keputusan politik di pemerintahan, parlemen dan institusi negara lainnya.

"Agen-agen kolonialisme ada di pusat-pusat pengambil keputusan. Bahkan terhadap proses pembahasan sejumlah UU yang terkait dengan ekonomi, harus di supervisi oleh kolonialisme," kata Kwik Kian Gie.

Bahkan dia menyebut negara Indonesia telah dijerumuskan kedalam lubang neo kolonialisme oleh ekonom-ekonom Indonesia sendiri yang sebelumnya berhasil dididik dan diindoktrinasi dengan pola pemikiran neo kolonialisme. Karena itu Kwik mengajak seluruh elemen bangsa untuk menempuh berbagai cara guna mengubah keadaan yang makin parah ini.

Sementara pakar hukum tata negara Jimly Assiddiqie menegaskan, bangsa Indonesia telah menempatkan politik sebagai panglima, tapi dengan kosentrasi kepentingan ekonomi. "Sebaliknya hukum diabaikan, padahal yang harus dikedepankan adalah konsep negara hukum dalam arti yang sesungguhnya."

Untuk memutus neo kolonialisme menurut Jimly, harus ada keputusan politik bangsa dan negara untuk menggunakan pendekatan politik ekonomi alternatif.

“Demokrasi dan keputusan bangsa yang sangat fundamental tidak boleh didominasi penguasa atau suara terbanyak. Demokrasi ekonomi yang sehat harus memperhatikan kenyataan dalam  masyarakat dan harus ada alternatif keputusan politik yang berpihak pada rakyat,” kata Jimly. (fas/jpnn)





BACA ARTIKEL LAINNYA... Pindad Siap Produksi Ribuan Mobil Listrik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler