JAKARTA - Karena dinilai terlalu murah, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan menaikkan tarif izin pinjam pakai atas penggunaan kawasan hutan hingga mencapai 179 persen. Ini berlaku tidak hanya bagi perusahaan pertambangan, namun juga perusahaan yang meminjam cadangan lahan hutan. Kenaikannya bervariasi tergantung dari luasan lahan yang digunakan atau disewa.
"Range kenaikannya antara 55-179 persen. Kalau pinjamnya kecil kenaikannya sekitar 55 persen, kalau yang dipakai besar bisa sampai 179 persen," kata Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan di Jakarta Selasa, (12/2).
Kenaikan tarif tersebut juga dilihat dari kondisi penggunaan area yang dipinjam, apakah mengalami kerusakan berat atau tidak. Kerusakan lahan berat itu disebut L3, sehingga kenaikan tarifnya hingga tujuh kali lipat dari tarif lama.
"Pinjam pakai itu ada yang digunakan untuk penyangga yang disebut L1, kalau ditambang jadinya L2. Ada yang sudah ditambang, tapi tidak bisa diapa-apakan lagi atau lubangnya besar itu L3. Nah L3 itu tarifnya tujuh kali lipat," jelas Menhut.
Sedangkan untuk lahan yang kategori L2 yang sedang ditambang, kenaikannya sekitar 50-100 persen. Untuk kategori L1 yakni, area pencadangan, yang sebelumnya tidak dikenakan tarif, ke depannya harus membayar.
Kebijakan tersebut, bertujuan untuk menciptakan keadilan, terutama menghindari kerugian pendapatan negara. "Makanya, jangan kuasai lahan hutan besar-besar, bahkan sampai 100 ribu hektare (ha) seperti di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Barat. Nambang 1.000 ha, tapi ngambilnya 100 ribu ha," tegasnya.
Zulkifli mengatakan, pihaknya masih menunggu proses penerbitan Peraturan Pemerintah (PP). "Dari Kementerian Perekonomian sudah selesai, tinggal dilimpahkan ke Sekretaris Negara lalu penerbitan PP," ucapnya.
"Diharapkan dengan aturan itu penerimaan negara bisa mencapai Rp 5-6 triliun. Dan ini sudah disosialisasikan ke pengusaha," ujar Menhut.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menambahkan, perusahaan yang memiliki cadangan lahan hutan pun ikut dikenakan kenaikan tarif tersebut. "Kalau dulu berlaku bagi lahan yang ditambang saja, sekarang pencandangannya juga kena. Jadi harus arif dan hati-hati, jangan memberi izin lahan kalau tidak digarap karena banyak daerah pencadangan yang selama puluhan tahun tidak dikerjakan," tuturnya.
RPP ini telah disosialisasikan kepada pengusaha, khususnya perusahaan pertambangan. Kalau mereka tidak mematuhi bakal kena sanksi tegas. (lum)
"Range kenaikannya antara 55-179 persen. Kalau pinjamnya kecil kenaikannya sekitar 55 persen, kalau yang dipakai besar bisa sampai 179 persen," kata Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan di Jakarta Selasa, (12/2).
Kenaikan tarif tersebut juga dilihat dari kondisi penggunaan area yang dipinjam, apakah mengalami kerusakan berat atau tidak. Kerusakan lahan berat itu disebut L3, sehingga kenaikan tarifnya hingga tujuh kali lipat dari tarif lama.
"Pinjam pakai itu ada yang digunakan untuk penyangga yang disebut L1, kalau ditambang jadinya L2. Ada yang sudah ditambang, tapi tidak bisa diapa-apakan lagi atau lubangnya besar itu L3. Nah L3 itu tarifnya tujuh kali lipat," jelas Menhut.
Sedangkan untuk lahan yang kategori L2 yang sedang ditambang, kenaikannya sekitar 50-100 persen. Untuk kategori L1 yakni, area pencadangan, yang sebelumnya tidak dikenakan tarif, ke depannya harus membayar.
Kebijakan tersebut, bertujuan untuk menciptakan keadilan, terutama menghindari kerugian pendapatan negara. "Makanya, jangan kuasai lahan hutan besar-besar, bahkan sampai 100 ribu hektare (ha) seperti di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Barat. Nambang 1.000 ha, tapi ngambilnya 100 ribu ha," tegasnya.
Zulkifli mengatakan, pihaknya masih menunggu proses penerbitan Peraturan Pemerintah (PP). "Dari Kementerian Perekonomian sudah selesai, tinggal dilimpahkan ke Sekretaris Negara lalu penerbitan PP," ucapnya.
"Diharapkan dengan aturan itu penerimaan negara bisa mencapai Rp 5-6 triliun. Dan ini sudah disosialisasikan ke pengusaha," ujar Menhut.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menambahkan, perusahaan yang memiliki cadangan lahan hutan pun ikut dikenakan kenaikan tarif tersebut. "Kalau dulu berlaku bagi lahan yang ditambang saja, sekarang pencandangannya juga kena. Jadi harus arif dan hati-hati, jangan memberi izin lahan kalau tidak digarap karena banyak daerah pencadangan yang selama puluhan tahun tidak dikerjakan," tuturnya.
RPP ini telah disosialisasikan kepada pengusaha, khususnya perusahaan pertambangan. Kalau mereka tidak mematuhi bakal kena sanksi tegas. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Modus Ijon Masih Jadi Favorit
Redaktur : Tim Redaksi