jpnn.com - JAKARTA - Indonesia terus menawarkan gula-gula untuk menggaet investor. Kali ini pemerintah siap mengobral tujuh insentif investasi sekaligus.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, investasi kini memang menjadi andalan pemerintah untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Siapkan Opsi Pembiayaan Proyek JSS
"Karena itu, (paket insentif) ini akan kita kebut untuk mendorong investasi," ujarnya saat paparan update perekonomian di Kantor Kementerian Keuangan kemarin (30/7).
Apa saja insentif yang ditawarkan? Bambang menyebut, pertama adalah revisi syarat-syarat mendapatkan fasilitas bebas pajak (tax holiday). Di sini pemerintah melakukan relaksasi atau pelonggaran syarat nilai minimal investasi, dari saat ini Rp 1 triliun menjadi lebih rendah. "Prioritas akan kita berikan untuk perusahaan yang menyerap banyak tenaga kerja," katanya.
BACA JUGA: RI Minta Kompensasi Kerugian Terhadap AS
Insentif kedua adalah relaksasi syarat tax allowance, terutama di bagian prosedur. Bambang menyebutkan, selama ini banyak pengusaha yang mengeluh karena kesulitan mendapatkan fasilitas insentif pengurangan pajak (tax allowance). "Makanya, kita longgarkan supaya pengusaha tertarik melamar fasilitas ini," ucapnya.
Paket insentif ketiga akan diberikan kepada perusahaan yang berinvestasi pada produksi barang penunjang (intermediary goods), baik berupa bahan baku maupun barang modal.
BACA JUGA: Pemerintah Terus Benahi Layanan Kapal Perintis
Bambang mengatakan, selama ini industri tanah air didominasi sektor hulu dan hilir. Sektor penunjang belum berkembang. Akibatnya, ketika industri hilir tumbuh cepat untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, perusahaan terpaksa mengimpor bahan baku dan barang modal dalam jumlah besar. Kondisi ini memperbesar defisit neraca dagang. "Dengan insentif ini, kita harap missing link di sektor penunjang bisa mulai tumbuh," jelasnya.
Insentif keempat disiapkan untuk investor yang masuk ke kawasan ekonomi khusus (KEK). Setelah Sie Mangke dan Tanjung Lesung, pemerintah kini juga memfinalisasi penetapan Palu dan Bitung sebagai KEK di Kawasan Timur Indonesia (KTI). "Insentif dalam KEK ini juga bisa dimanfaatkan oleh industri pariwisata," ujarnya.
Insentif kelima, lanjut Bambang, adalah pembebasan bea impor untuk produk-produk buku dari luar negeri. Ini dimaksudkan agar harga buku menjadi lebih terjangkau dan meningkatkan minat baca masyarakat. "Tentu, yang berhak mendapat fasilitas ini adalah buku-buku pendidikan, tidak termasuk komik atau buku fiksi," katanya.
Insentif keenam adalah double deduction dalam perhitungan pajak untuk perusahaan yang berinvestasi pada penelitian dan pengembangan atau research and development (R and D). Artinya, investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk mengembangkan R and D, bisa digunakan sebagai pengurang perhitungan pajak.
"Selama ini banyak perusahaan, misalnya otomotif, yang membangun fasilitas R and D di Jepang. Dengan ini kita coba tarik mereka supaya kembangkan juga di Indonesia sehingga ada transfer teknologi," urainya.
Adapun insentif ketujuh disiapkan untuk sektor migas, khususnya perusahaan yang berinvestasi pada teknologi tinggi seperti enhance oil recovery (EOR) atau pengeboran di laut dalam. "Ini dalam rangka mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari," ucapnya.
Namun, apakah strategi obral insentif ini bakal efektif? Sebelumnya, lembaga internasional organisasi untuk kerja sama ekonomi dan pembangunan atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pernah memberikan pandangan menarik terkait program insentif yang banyak ditawarkan Indonesia.
Sekretaris Jenderal OECD Angela Gurria mengatakan, pemerintah Indonesia mestinya tidak gampang mengeluarkan kebijakan fiskal berupa insentif karena akan menggerus potensi penerimaan pajak. "Itu akan menciptakan distorsi," ujarnya.
Menurut Gurria, saat ini Indonesia justru sangat butuh pemasukan dari sektor pajak untuk membiayai pembangunan infrastruktur, meningkatkan fasilitas sektor pendidikan, serta investasi dalam mendorong inovasi serta produktivitas usaha kecil menengah (UKM).
"Karena itu, tax ratio yang saat ini masih cukup rendah di kisaran 12 persen harus bisa ditingkatkan," katanya.
Gurria menyebut, selain mengurangi insentif pajak, pemerintah harus memberlakukan pajak yang lebih tinggi untuk sektor-sektor yang terkait dengan sumber daya alam, seperti pertambangan. Selain itu, perluasan basis pajak serta pembenahan administrasi perpajakan juga harus menjadi prioritas. "Termasuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang kaya," ucapnya.
Bagaimana jika pengurangan insentif akan menurunkan minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia? Gurria mengatakan, pemerintah tidak perlu takut. Dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang cemerlang, Indonesia akan tetap menjadi incaran investor. Apalagi, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. "Bauksit, alumina, itu di Indonesia. Tidak ada di tempat lain," jelasnya. (owi/c2/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan: Orang Miskin Saat Ini Masih Bisa Nge-Mall
Redaktur : Tim Redaksi