Taur Matan Ruak, Presiden Ketiga Timor Leste Pascamerdeka

Rela Tanggalkan Pangkat Jenderal Bintang Dua

Sabtu, 21 April 2012 – 00:02 WIB
Taur Matan Ruak saat menyapa pendukungnya di Dili, Timor Leste. Foto : Justin Maurits Herman/Jawa Pos

Presiden Timor Leste terpilih, Taur Matan Ruak,  tak bisa melupakan jasa rakyat yang berkali-kali menyelamatkan nyawanya dari kejaran pasukan TNI. Itulah sebabnya, dia berjanji membela rakyatnya sampai mati sekalipun.

JUSTIN MAURITS  HERMAN, Dili

TAUR Matan Ruak terlahir dengan nama Jose Maria de Vasconcelos di  Ossu Huna, Subdistrik Baquia, Baucau, 10 Oktober 1956. Daerah kecil di kaki Gunung Matabean, sekitar 300 km arah timur Dili, itu pun bisa berbangga karena putra daerahnya  menjadi presiden. Ya, anak pasangan Antonio de Vasconcelos dan Albertina Amaral ini bisa mengatasi rival, yang juga sejawatnya, Lu Olo, dalam perebutan kursi presiden Timor Leste , Senin lalu (16/4).
   
Nama Taur Matan Ruak dipakai sejak dia menjadi gerilyawan di pedalaman Timor Leste semasa kekuatan militer dan politik Indonesia menguasai wilayah ini selama 24 tahun (1975-1999). Taur Matan Ruak adalah istilah dalam bahasa Tetum (bahasa asli Ossu Huna, Red) yang diberikan kepada pejuang kemerdekaan Timor Leste. Sama dengan nama Xanana, Lu Olo, Lasama, dan lainnya.
   
Taur  berarti burung rajawali, sedangkan  matan ruak berarti memiliki dua mata. Jika nama itu digabung, Taur Matan Ruak,  berarti rajawali yang memiliki dua mata. Yakni, mata yang bisa mendeteksi musuh yang datang dari kejauhan dan mata yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Itulah sebabnya, meski diburu pasukan TNI selama 24 tahun, Taur tak pernah bisa ditangkap  seperti tokoh-tokoh pemberontak Fretilin terdahulu.
   
Konon, dengan kemampuan suprantural yang dimiliki sejak lahir, Taur bisa tahu dari mana musuh bakal datang. Karena itu, dia bisa secepatnya mengantisipasi serangan musuh atau memukul balik musuh yang ingin mengejar dan menangkap mereka. Kemampuan inilah yang membuat dirinya bisa leluasa beroperasi mengoordinasi pasukan Falintil  yang dipecah-pecah di wilayah tengah dan timur Timor Leste saat itu.
   
Nama  Taur Matan Ruak, menurut beberapa teman seperjuangannya, dikenakan sejak dia resmi bergabung dengan gerilyawan Falintil (Frente Armadas Libertacao Indenpendente Timor Leste), sayap militer Partai Fretilin yang dibentuk pasca penyerangan TNI ke wilayah itu, 7 Desember 1975. Taur lari ke Aileu, kemudian bergabung ke markas Falintil Maubesi, Same, Viqueque, Venilale, dan Ossu. Setelah tiga tahun, Taur begerak menuju ke Baguia, kemudian tinggal di Laga, masih Distrik Baucau, hingga  1976.
   
Selama periode 1976-1979, Taur menjabat adjunto (wakil komandan) Kompi I Falintil di Laga  untuk wilayah  Loro Klaran (sektor tengah) dan Loro Sae (sektor timur). Kemudian, dia naik menjadi komandan Kompi I Falintil untuk sektor yang sama.
   
Karirnya di Falintil moncer. Selain menjadi  komandan kompi I, dia merangkap menjadi komandan kompi intervensi untuk kekuatan basis di Gunung Matebian. Selepas itu, Taur  dinominasikan sebagai asisten politik untuk wilayah Baquia dan bertanggung jawab untuk operasi di wilayah timur.
   
Saat konferensi nasional untuk mereorganisasi kembali kekuatan perjuangan kemerdekaan pada Maret 1981 dan pembentukan  CNRR (Conseillu Nacional Rezistensia Revolusionario/Dewan Nasional Perlawanan Revolusi) yang kemudian berganti nama menjadi CNRM (Conseillu Nacional Rezistensia ba Maubere), Taur  dipilih menjabat kolaborator (penghubung) untuk semua kekuatan bersenjata Falintil sekaligus wakil panglima Falintil. Saat itu Xanana Gusmao sebagai panglima Falintil.
   
Nama Taur mulai diperhitungkan sebagai salah satu komandan Falintil setelah penangkapan Xanana Gusmao pada 1992. Namun, Xanana bukannya menyerahkan jabatan kepada Taur. Dia justru menunjuk Konis Santana, orang dekatnya, sebagai panglima Falintil. Saat itulah hubungan Taur dengan Xanana agak renggang.
   
Namun, pada 1998 Konis tertembak mati pasukan TNI. Maka, giliran Taur yang naik menjadi panglima Falintil menggantikan Konis. Dan, pascajajak pendapat 1999, Taur langsung memimpin angkatan bersenjata Timor Leste F-FDTL dengan pangkat brigadir jenderal. Tugas pertamanya mentransformasi seluruh gerilyawan Falintil menjadi pasukan F-FDTL. Dia terus memimpin F-FDTL hingga 6 Oktober 2011. Dia baru berhenti dari jabatan itu setelah memutuskan menjadi calon presiden.
   
Taur menikahi wanita Timor bernama Izabel Ferreira. Dari perempuan aktivis HAM dan  pernah bekerja di Kontras Jakarta itu, Taur dikaruniai dua laki-laki dan seorang perempuan.
   
Sebagai orang pertama Timor Leste yang menyandang pangkat jenderal, Taur selalu berjanji untuk membela hak-hak dan martabat rakyat Timor Leste. "Saya dan Xanana akan mempertahankan kalian sampai mati," kata  Taur yang selalu mengenakan kacamata hitam di mana pun berada.
   
Penegasan itu sebagai ungkapan "balas budi" Taur kepada rakyat Timor Leste yang telah banyak membantu perjuangannya merebut kemerdekaan dari Indonesia. "Tanpa bantuan rakyat, kami semua habis (mati). Buktinya, saya dan Xanana sampai sekarang masih hidup," tutur Tuar kepada Jawa Pos yang menemuinya di sela-sela perhitungan suara pemilu, Selasa (17/4).
   
Karena itu, setelah Timor Leste merdeka, Taur dan Xanana berjanji mempertahankan hak dan martabat rakyat Timor Leste sampai mati. "Pengorbanan rakyat selama ini yang membuat hidup kami jadi lebih panjang. Tanpa mereka kami sudah mati muda," paparnya.
   
Lantaran cintanya kepada rakyat pula, Taur rela melepas pangkatnya yang sudah jenderal dengan dua bintang. "Ini semua demi rakyat," tegasnya.
   
Keputusannya mundur sebagai jenderal aktif  ternyata membawa berkah positif. Dia akhirnya terpilih menjadi presiden yang maju sebagai kandidat independen. Taur merupakan presiden ketiga yang dipilih langsung rakyat setelah Xanana Gusmao dan Jose Ramos Horta. (*/c2/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Alfred Riedl, Mantan Pelatih Timnas yang Dipanggil Lagi oleh PSSI KLB


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler