Tedjo Edhy Cs Dinilai Tak Punya Kompetensi Jadi Menteri

Senin, 26 Januari 2015 – 00:44 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) Melli Darsa mengingatkan tentang “5 Agenda Keadilan” yang diusung Joko Widodo-Jusuf Kalla saat kampanye pemilu presiden lalu. Menurut Melli, ternyata agenda itu belum satu pun terpenuhi setelah pemerintahan yang dikenal dengan sebutan Jokowi-JK itu berjalan lebih dari 100 hari.

Mellu mengungkapkan, “5 Agenda Keadilan” terdiri dari pemberantasan korupsi, penegakkan dan perlindungan HAM, penegakkan hukum lingkungan dan reformasi agraria, reformasi lembaga penegak hukum, serta reformasi legislasi. Hanya saja, Melli menyebut pemerintahan Jokowi tak punya desain untuk merealisasikan “5 Agenda Keadilan”.

BACA JUGA: Kunjungi Desa Nelayan, Marwan Merasa Bernostalgia

"Setelah 100 hari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini berkuasa, yang terjadi justru sebaliknya. Ada indikasi bahwa Jokowi telah menggadaikan agenda hukum untuk kepentingan politik dan belum menyentuh janjinya memberantas korupsi dan mafia hukum," katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (25/1).

Menurut Melli, ada dua cara untuk mengevaluasi kinerja Jokowi-JK di bidang hukum. Pertama adalah program kebijakan hukum nasional yang disusun. Sedangkan yang kedua adalah pelaksanaan hak prerogatif presiden terkait penunjukkan beberapa calon pejabat negara di bidang hukum dan pengawasannya.

BACA JUGA: Momentum Koruptor Mencari-cari Kesalahan KPK

Melli lantas menyebut pejabat di bidang hukum dan keamanan seperti Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo dan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan. Menurut Melli, nama-nama yang ditunjuk Jokowi menggawangi persoalan hukum dan keamanan itu justru tak memiliki kompetensi.

"Tidak satu pun dari empat pejabat hukum yang ditunjuk presiden memiliki kompetensi dan kontribusi memadai dilihat dari track record dan potensinya sebagai motor reformasi kelembagaan dan peraturan hukum. Yang kentara justru sektor pejabat hukum di pemerintah Presiden Jokowi adalah hasil kompromi politik," tegas Melli.

BACA JUGA: Jenazah Perempuan Mengapung Saat Badan Pesawat Terangkat

Yang paling fatala dalah soal Budi Gunawan. Menurut Melli, meski sedari awal petinggi Polri itu sudah jelas punya rapor merah, namun tetap dipaksakan untuk jadi calon Kapolri. Akibatnya, muncul penolakan keras dari publik sekaligus mempertanyakan komitmen Jokowi.

"Proses yang berlangsung semakin memberi kesan bahwa penunjukkan pejabat-pejabat hukum merupakan imbalan atas dukungan politik yang diterima Jokowi saat pilpres," pungkas  Melly.(fas/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingatkan Presiden Jokowi Jangan Obral Hak Imunitas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler