Tegar Ikuti UN, Meski Lumpuh dan Diinfus

Kamis, 09 Mei 2013 – 07:12 WIB
IKUTI UN: Dua guru mengawasi Bayu Rifandi (12), peserta UN yang mengalami kelumpuhan usai menjalani operasi. Foto: Sopian/Sumut Pos/JPNN
DELAPAN  tahun mengalami kelumpuhan usai menjalani operasi bedah di Klinik  dr Ferdinan di Kota Tebingtinggi, Sumut, tidak menyurutkan semangat Bayu Rifandi (12) untuk mengenyam pendidikan.

Warga Dusun IV Kampung Kerompol Desa Payabagas Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai ini begitu semangat mengikuti ujian nasional (UN) yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia, awal pekan ini.

Bayu Rifandi merupakan anak pasangan Edi Haryanto dan Sugiarni (35). Sejak usia 4 tahun, Bayu sudah mengalami kelumpuhan. Dia tidak dapat berjalan lagi. Infus pun kadang dipasang di pergelangan tangannya. Kendati kondisinya seperti itu, Bayu memiliki semangat untuk belajar.

Buktinya, Bayu masih dapat mengikuti UN yang digelar serentak pada enin pagi (6/5). Hanya saja Bayu tidak melaksanakan di sekolah, melainkan di rumah mengingat kondisinya hari melemah.

Ditemui di rumahnya, Bayu terlihat antusias mengerjakan soal-soal ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Selama mengerjakan soal Bayu diawasi langsung Kepala Sekolah SD Negeri 102103 Marest Lentina Sihombing.

“Bayu tetap bisa mengikuti Ujian Nasional selama tiga hari di rumahnya, hal ini dilakukan karena Bayu ingin tetap lulus sekolah ditambah kondisi badannya yang tidak sehat karena mengalami kelumpuhan, tetapi saya salut, Bayu mampu mengerjakan soal Bahasa Indonesia sebanyak 50 soal dalam waktu hanya satu jam,” beber Marest Lentina.

Usai mengerjakan UN, Bayu menceritakan kisah hidup kepada wartawan Sumut Pos (Grup JPNN).  Menurutnya, di usia 6 tahun Bayu mulai mengenyam pendidikan dasar di SD No 102103 di Komplek Emplasmen Kebun Rambutan.

“Saya ingin sekolah seperti teman-teman hingga ke tingkat lebih atas, walaupun kondisi saya sakit sekarang ini,” tutur Bayu. Orangtua dan keluarga Bayu pun mendukung semangat belajar putranya itu.

Selama enam tahun sekolah, untuk pergi ke sekolah Bayu selalu digendong ibunya. Kadang pamannya turut mengantarkan ke sekolah yang berjarak 1 kilometer dari rumah Bayu.

Tiba di sekolah, Bayu mengaku hanya dapat duduk di dalam ruang kelas. Memasuki waktu istirahat, Bayu tidak dapat ke luar seperti murid-murid lainnya. Bayu hanya bisa di dalam ruangan kelasnya, walaupun begitu murid-murid lainnya ada juga yang menemaninya di dalam kelas.

“Setelah bel sekolah berbunyi, saya kembali dijemput ibu di ruang kelas, saya digendongnya untuk pulang ke rumah, sampai di rumah rumah saya hanya duduk sambil menonton televisi dengan jarum infus terus terpasang. Cita-cita saya ingin menjadi orang yang berguna serta bisa membantu kedua orangtua yang telah banyak menghabiskan uang untuk pengobatan penyembuhan penyakit saya,” tutur Bayu.

Orangtua Bayu, Edi Haryanto (35) mengatakan kelumpuhan yang dialami putra kedua dari dua bersaudara itu. Edi menduga Bayu merupakan korban malapratik di Klinik dr Ferdinan Kota Tebingtinggi.

“Ini terjadi pada delapan tahun silam ketika itu bayu masih berumur empat tahun, tepatnya pada tanggal 12 September 2004,” kenang Adi. (ian)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sajikan Film Komedi Romantis, Libatkan Artis 3 Generasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler