Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman Australia, yakni George Brandis serta Michael Keenan, membahas sejumlah isu keamanan kawasan dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI, Luhut Pandjaitan. Selain terorisme, kedua negara akan fokus pada kerjasama intelijen.
"Ini adalah pertemuan yang sangat penting dan historis bagi arsitektur bilateral kedua negara. Untuk hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia," ungkap Jaksa Agung Brandis tentang pertemuan perdana Dewan Menteri Indonesia-Australia dalam bidang Hukum dan Keamanan, di Jakarta (21/12).
BACA JUGA: Pesawat Jetstar Melbourne - Singapura Mendarat Darurat di Darwin
Di depan pers, George Brandis mengutarakan, pertemuan ini fokus pada urusan keamanan domestik, salah satunya adalah penanganan terorisme, khususnya terorisme yang berakar dari ISIS.
"Ini (ISIS) bukan hanya masalah yang timbul di Timur Tengah. Ini muncul juga di negara kita. Karena itu, sebagai teman dan tetangga, penting bagi kita untuk saling bekerja sama, memastikan kerjasama intelijen, memastikan kerjasama teknik, memastikan apa yang kita punya di antara satu sama lain," terangnya.
BACA JUGA: Penjaga Pantai Gold Coast, Berhasil Selamatkan Pangeran Chri
Pernyataan Brandis-pun diamini rekan sejawatnya, Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan.
"Munculnya ISIS di Timur Tengah menyebabkan ketidakstabilan di Australia dan Indonesia. Kita bisa bekerja sama untuk menangkal kekerasan itu," jelas Michael.
BACA JUGA: Penjahat Narkoba Australia Pilih Jalankan Bisnis Haramnya dari Luar Negeri
Pertemuan George Brandis dan Michael Keenan dengan Menkopolhukam Luhut juga diikuti sejumlah pejabat tinggi RI lainnya seperti Kapolri Badrodin Haiti, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, YM Yasonna H. Laoly (yang tak hadir dalam jumpa pers).
Dewan Menteri ini melengkapi Pertemuan Menteri Luar Negeri dan Pertahanan Indonesia-Australia (Dialog 2 + 2) di Sydney yang merupakan forum utama untuk membahas isu-isu pertahanan dan strategis.
George mengungkapkan, untuk menjaga keamanan kawasan maka Indonesia dan Australia telah menyepakati adanya implementasi formal berupa unit kerja gabungan, salah satunya dengan membentuk Dewan Menteri ini.
"Seharusnya kedua negara semakin sering berbagi informasi intelijen dalam hal penangkalan terorisme yang menguntungkan keduanya."
Kerjasama intelijen yang dibahas kedua negara termasuk diskusi teknis bilateral yang berkelanjutan oleh para pejabat senior, untuk meningkatkan pemahaman tentang arus keuangan terlarang dalam melawan pendanaan teroris.
Pertemuan perdana Dewan Menteri Indonesia-Australia di Jakarta ini menghasilkan 3 poin utama kerjasama.
"Yang pertama menyangkut masalah Counter-terrorist. Yang kedua kita bicara masalah Cyber security, kemudian yang ketiga kita bicara Intelligence cooperation," terang Menkopolhukam RI, Luhut Pandjaitan.
Para Menteri kedua negara menyoroti perlunya peningkatan kerjasama dalam mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh teroris asing bagi keamanan domestik dan regional.
Menkopolhukam tak membantah bahwa pertemuan Dewan Menteri ini juga sempat membahas aliran dana teroris dari Australia hasil temuan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonedia).
"Masalah itu tidak detil dibahas tapi nanti ada pertemuan teknis di bawah. Nantinya, kerjasama ini tak hanya soal berbagi data intelijen tapi ada juga pelatihan. Memperdalam dan memperkuat hubungan baik yang sudah kita bina," jelasnya.
Jaksa Agung George Brandis (pojok kiri): "...terrorisme yang berakar dari ISIS tak hanya ada di Timur Tengah. Ini terjadi juga di negara kita. Karenanya sebagai teman dan tetangga, kita harus bekerjasama." (Foto: Nurina Savitri)
Informasi intelijen asing dibutuhkan
Ketika ditanya soal bentuk kerjasama intelijen seperti apa yang diharapkan kedua negara, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan, "Kerjasama teknis antara polisi ke polisi, ini sudah dilakukan oleh AFP (Kepolisian Australia) dengan Polri di bidang kejahatan transnasional. Dewan Menteri ini akan menguatkan kerjasama yang ada."
Ia lantas mencontohkan insiden yang baru saja terjadi. "Ada info aksi teroris dari Australia dan Singapura. Ini kemudian kami tindak lanjuti dengan memonitor terus pergerakan dari kelompok-kelompok yang sudah terdaftar di kami. Ternyata orang-orang ini adalah eks JI (Jamaan Islamiyah) dan ISIS."
"Kami juga dapat info pergerakan di Jakarta dan Jawa Tengah. Kami respon dengan aksi, kami monitor jaringan terorisme itu. Dan dalam 3 hari terakhir, kami sudah menangkap 9 tersangka," sambungnya.
Kepala BIN, Sutiyoso, menambahkan " BIN sudah ke sana (Australia) dan melakukan kerjasama dengan intelijen. Dibentuklah intelligent community yang tekadnya memberantas terorisme. Ke depan, aplikasinya akan berupa joint operation (operasi gabungan)."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petani Australia Sambut Baik Keputusan WTO Hapuskan Subsidi Ekspor