Dua minggu menjelang puncak musim haji, suasana Makkah semakin penuh sesak. Jutaan calon jamaah haji (CJH) dari seluruh dunia mulai berduyun-duyun memadati Masjidilharam dan tempat-tempat penampungan haji. Berikut laporan wartawan Jawa Pos M. SHOLAHUDDIN dari Makkah.
BEGITU keluar menuruni tangga pesawat Garuda yang membawa saya dan CJH asal Jatim, suhu udara di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Senin malam (30/9) terasa cukup panas. Padahal, jarum jam sudah menunjuk pukul 23.00 waktu setempat.
Melihat di aplikasi smartphone, suhu udara malam itu ternyata mencapai 37 derajat Celsius. Bisa dibayangkan ketika siang, pasti lebih dari 40 derajat Celsius. Bahkan, dalam Oktober ini suhu udara di Makkah bisa mencapai 46 derajat Celsius. Panasnya kira-kira hampir separo suhu air mendidih. Di Surabaya atau Jakarta, suhu 35 derajat Celsius saja, panasnya sudah begitu menyengat dan membuat badan sumuk.
Perbedaan suhu itulah yang kerap membuat kesehatan rombongan jamaah haji asal Indonesia rentan terganggu. Terutama para jamaah lanjut usia (lansia) atau risiko tinggi (risti). Beberapa anggota tim media center haji (MCH) yang bertugas pun merasakan kepala sering pening.
"Kepala ini rasanya pleng-pleng" kata Fikri Syaukani, salah seorang anggota MCH dari sebuah stasiun televisi swasta, yang berangkat bersama saya.
Sejumlah anggota rombongan jamaah haji khusus (dulu disebut ONH plus) asal Kalimantan yang sepesawat dengan rombongan saya juga merasakan sengatan suhu udara musim panas di Jazirah Arab itu. Bagi yang sudah terbiasa, mungkin tidak masalah. Tetapi, mereka yang baru pertama masuk Arab perlu mengantisipasi. Misalnya, harus banyak mengonsumsi air dan memakan buah segar sehingga tidak mengalami dehidrasi.
Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, tampak sangat luas. Bandara yang dibangun pada 1974 hingga 1980 itu memiliki kedekatan dengan Tanah Suci Makkah. Terminal hajinya bisa menampung sekitar 85 ribu orang dalam waktu bersamaan. Banyak fasilitas yang tersedia. Termasuk sebuah masjid besar di dalamnya. Masjid itu menjadi salah satu tempat miqat untuk berumrah atau awal CJH mulai berpakaian ihram.
Sekitar pukul 08.30 waktu Arab Saudi, Selasa (1/10), rombongan saya memasuki Kota Makkah untuk berumrah. Suasana di area Masjidilharam tampak sangat padat. Terlebih di area tawaf dan sai. Orang terlihat begitu menyemut. Mereka datang dan pergi, terus silih berganti. Berdesak-desakan. Padahal, terik matahari pagi itu juga terasa begitu menyengat.
BACA JUGA: Tiga Kali Gagal, Lima Pesawat Jatuh dan Hilang
Semula ada pikiran untuk memilih melaksanakan tawaf (tujuh kali mengelilingi Kakbah) saat tengah hari saja. Harapannya, kondisi areal Kakbah mulai longgar karena panas yang menyengat. Namun, perkiraan dan harapan itu ternyata meleset. Jamaah yang bertawaf justru semakin padat. Mereka bagaikan tidak peduli dengan udara yang panas. Suasana seperti tidak berubah dari waktu ke waktu hingga menjelang subuh sekalipun.
Pada hari-hari menjelang wukuf (puncak haji), CJH yang masuk Kota Makkah terus mengalir. Jutaan umat muslim berduyun-duyun memadati kompleks Masjidilharam hampir setiap hari. Tidak ada waktu sedikit pun yang longgar. Mulai subuh hingga subuh lagi Masjidilharam penuh sesak orang beribadah.
Renovasi Masjidilharam di sana-sini memang membuat pelataran Kakbah lebih sempit. Lantai 2 dan 3 masjid yang sebelumnya bisa digunakan untuk tawaf kini tidak bisa lagi. Praktis tawaf hanya bisa dilakukan di bawah. Bangunan semipermanen di atas yang melingkari Kakbah khusus untuk jamaah yang menggunakan kursi roda saat bertawaf.
Karena itu, rasanya wajar pemerintah Arab Saudi harus mengeluarkan kebijakan mengurangi kuota 20 persen untuk masing-masing negara pengirim jamaah haji. Kalau tidak, Masjidilharam hampir pasti tidak mampu menampung jamaah haji yang setiap tahun jumlahnya lebih dari 2,5 juta orang.
BACA JUGA: Semula Hanya Lulus SD, Kini Ada Yang Kuliah
"Memang, sejak awal kami menegaskan bahwa renovasi Masjidilharam sangat berpengaruh terhadap kapasitas jumlah jamaah. Karena itu, saya mengimbau kepada jamaah untuk tidak memaksakan tawaf berkali-kali kalau kondisinya sedang sangat padat," kata Kepala Daerah Kerja Makkah Arsyad Hidayat kepada Jawa Pos.
Kondisi kepadatan Masjidilharam saat ini, kata dia, masih belum sampai puncak. Jamaah haji asal Indonesia yang datang saja belum sampai 100 persen. Hingga kemarin (2/10), baru sekitar 114 ribu jamaah atau 74 persen yang masuk ke Arab Saudi. Padahal, total CJH Indonesia mencapai 154 ribu orang (jumlah itu setelah kuota Indonesia dikurangi 20 persen). Belum jamaah dari negara-negara lain.
BACA JUGA: Anna Budiman, Pemenang The Best Design Miss World 2013
Saat puncak haji nanti (15/10), dipastikan area Masjidilharam superpadat. Karena itu, jamaah mesti ekstrahati-hati. Peran ketua regu, ketua rombongan, dan petugas haji sangat menentukan nasib jamaah. Baik menyangkut kesehatan, keselamatan, maupun keamanan mereka. Diperkirakan, 3 juta jamaah akan terkonsentrasi di Makkah sebelum bergeser ke Armina (Arafah, Mina, dan Muzdalifah) saat pelaksanaan wukuf dan melempar jamarat.
"Jangan sampai kekhidmatan kita beribadah haji terganggu karena kita kurang hati-hati atau sakit," ujar Arsyad. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sang Ibu Belum Tahu, Ayahnya Terus Menangis
Redaktur : Tim Redaksi