JAKARTA - Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) terus mempermudah peraturan pemilikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Selain memberi kelonggaran, pemerintah juga memperpanjang tenor FLPP dari 15 tahun menjadi 20 tahun.
"Kami baru saja membuat Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) baru untuk mempermudah penyaluran FLPP kepada masyarakat luas. Peraturan tersebut termuat dalam Peraturan" Nomor 13 dan 14 tahun 2012. Permenpera baru ini sifatnya lebih melonggarkan Permenpera sebelumnya," ujar Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo, Senin (6/8).
Permenpera Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit / Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan FLPP. Sedangkan Permenpera Nomor 14 Tahun 2012 mengatur tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Perumahan Melalui Kredit / Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan FLPP. "Oleh karena itu, kita berharap Permenpera ini bisa direspons sebaik-baiknya seperti pengembang, perbankan dan masyarakat," ujarnya.
Lantaran ada Permenpera Nomor 13 dan 14, maka Permenpera Nomor 4,5 7, 8 tahun 2012 secara total diganti dan dicabut. Oleh karena itu, sosialisasi Permenpera ini akan terus dilaksanakan. "Kalau peraturan yang ada diubah untuk menjadi lebih baik kan nggak apa-apa. Permenpera ini malah membantu masyarakat yang ingin memiliki rumah. Nah, agar bank lebih giat, kita akan berupaya agar masa tenor FLPP bisa menjadi 20 tahun," sambungnya.
Dia mengatakan, untuk tenor 15 tahun, porsi FLPP pemerintah dan perbankan 50 : 50. Sedangkan tenor 20 tahun porsi FLPP pemerintah dan bank sekitar 70 : 30. KPR FLPP diberikan bagi MBR, baik berpenghasilan tetap maupun berpenghasilan tidak tetap. "Tentunya yang belum memiliki rumah dengan batas penghasilan pokok tertentu dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah," tandasnya.
Beberapa persyaratannya antara lain pertama belum pernah memiliki rumah baik yang perolehannya melalui pembiayaan bersubsidi maupun tidak bersubsidi, kedua penghasilan pokok maksimal Rp3,5 juta untuk rumah tapak (non-susun) dan Rp5,5 juta untuk rumah susuk, ketiga memiliki NPWP dan SPT atau Surat Pernyataan Penghasilan. "Ini syarat mutlak dan tidak boleh dimain-mainkan," tegasnya.
Sedangkan spesifikasi rumah yang diperbolehkan antara lain rumah tapak dengan luas minimal 36 meter persegi dan rumah susun yang luas paling sedikit 21 meter persegi dan tidak melebihi 36 meter persegi. Untuk meningkatkan pasokan rumah sejahtera dapat berasal dari orang perseorangan dan atau badan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman. "Hal itu juga menjadi tantangan untuk kalangan pengembang untuk menambah suplai perumahan untuk MBR," jelasnya. (wir/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Harus Utamakan Kebijakan Pangan
Redaktur : Tim Redaksi