jpnn.com, JAKARTA - Panasnya tensi di Timur Tengah bakal jadi perhatian pasar pekan ini, dampaknya pada pergerakan nilai tukar rupiah, kata
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Senin.
Pagi ini, Senin (6/1), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, pada pukul 10.10 WIB, rupiah bergerak melemah 35 poin atau 0,25 persen menjadi Rp 13.965 per dolar AS, berbanding posisi sebelumnya di level Rp 13.930 per dolar AS.
BACA JUGA: Lonjakan Harga Minyak Dunia Memakan Korban Nilai Tukar Rupiah
Ibrahim memperkirakan, rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp 13.895 per dolar AS hingga Rp 13.980 per dolar AS.
"Dalam perdagangan hari Senin, rupiah akan ditransaksikan melemah," lanjut Ibrahim.
BACA JUGA: Tiongkok dan Rusia Sepakat Amerika Merusak Stabilitas Timur Tengah
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Senin menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp 13.961 per dolar AS berbanding hari sebelumnya di posisi Rp 13.899 per dolar AS.
Naiknya harga minyak di akhir pekan ini imbas dari serangan udara AS yang menewaskan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, kepala Pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis.
BACA JUGA: Jelang Libur Akhir Tahun, Rupiah Diyakini Tetap Stabil
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, pun berjanji melakukan balasan. Sehingga menimbulkan kekhawatiran terjadi konflik di wilayah tersebut.
Meningkatnya kekhawatiran bahwa ketegangan Timur Tengah dapat mengganggu pasokan minyak dan telah membuat harga minyak naik.
Dari eksternal lainnya, keputusan bank sentral China untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneternya diprediksi akan menjadi sentimen positif di pasar keuangan.
People Bank of China (PBoC) memangkas jumlah uang tunai yang harus disimpan dalam cadangan perbankan, melepaskan dana sekitar 800 miliar yuan (115 miliar dolar AS) guna menopang perlambatan ekonomi negara itu.
Selain itu, PBoC mengatakan akan menggunakan suku bunga pinjaman sebagai patokan baru untuk menentukan suku bunga mengambang. Hal tersebut diyakini akan menurunkan biaya pinjaman yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha