Tepat Setahun PSSI Beku, Lantas?

Senin, 18 April 2016 – 07:59 WIB
Presiden Jokowi saat membuka laga final Piala Bhayangkara 2016. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - TIDAK sedikit yang mencibir ketika pada 17 April 2015 lalu, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi membekukan PSSI.

Bahkan, banyak yang mengatakan bahwa langkah sang menteri itu hanyalah keputusan emosional akibat problem individu antarelit. Tapi, setelah ditelusuri, PSSI memang pantas dibekukan.

BACA JUGA: Susah Payah, Cavaliers Menang di Game Pertama Lawan Pistons

---

KEGAGALAN sepak bola tanah air serta aroganisme para elit PSSI sebagai otoritas tertinggi sepak bola tanah air, akhirnya menemukan batu ganjalannya pada 17 April 2015 lalu.

BACA JUGA: Ikatan Motor Indonesia Dambakan Sirkuit Balap di Daerah Ini

Itu setelah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menerbitkan Surat Keputusan (SK) No 01307 Tentang Pembekuan PSSI.

Terbitnya surat pembekuan tersebut membuat Kongres Luar Biasa PSSI di Hotel JW Marriott, Surabaya, 18 April terasa hambar.

BACA JUGA: Asah Bakat Muda, TMP Gelar Turnamen Antar-SSB

Padahal, salah satu keputusan yang dihasilkan dari kongres tersebut, adalah terpilihnya La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum PSSI menggantikan Djohar Arifin Husin.

Lantas, apa yang membuat Imam Nahrawi mendapat keberanian sebesar itu? Jawabannya hanya satu, menginginkan tata kelola sepak bola yang lebih baik. Sang menteri resah dengan kondisi sepak bola tanah air yang sarat konflik kepentingan antara elit, prestasi tim nasional yang begitu – begitu saja serta tunggakan gaji pemain dan pelatih yang selalu ada di setiap kompetisi berakhir.

Apalagi, tujuh bulan sebelum keluarnya keputusan itu, terjadi sepak bola gajah antara PSS Sleman dan PSIS Semarang yang mengakibatkan lahirnya lima gol bunuh diri dalam laga Divisi Utama pada akhir Oktober 2014 lalu.

Dan, sebelum PSSI dibekukan, otoritas tertinggi sepak bola tanah air itu tidak pernah menemukan aktor intelektual dari peristiwa yang mencoreng citra sepak bola nasional di mata dunia itu.

Kondisi itu kian diperparah dengan sikap keras kepala PSSI serta PT Liga Indonesia sebagai operator kompetisi Indonesia Super League (ISL) yang tetap ngotot memainkan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya United di musim 2015.

Padahal, dua tim itu, oleh Badan Olahraga Prefosional Indonesia (BOPI) tidak direkomendasikan lantaran masih mengalami masalah dualisme klub.

Dan, status pembekuan PSSI tersebut tidak lagi mejadi tanggung jawab  Menpora Imam Nahrawi semata.

Melainkan telah menjadi perhatian serius dari pemerintah kabinet kerja pimpinan Joko Widodo. Sang presiden sengaja mengambil alih reformasi perbaikan tata kelola sepak bola itu karena enggan menyaksikan kondisi sepak bola yang terus terpuruk.

"Ini sesuatu yang salah yang harus kita betulkan, sesuatu yang keliru yang harus kita perbaiki. Kalau tidak, ya kita akan begini terus, saya punya keyakinan itu," kata Presiden Indonesia Joko Widodo di tengah-tengah sambutannya di depan para perwakilan klub eks Indonesia Super League (ISL), Divisi Utama dan asosiasi provinsi PSSI se Indonesia di Istana Presiden, Jumat (15/4) lalu.

Untaian kalimat yang keluar dari mulut orang nomor satu tanah air itu, adalah respon atas masukan yang dia terima dan mendengar langsung dari masyarakat.

Presiden menyampaikan bahwa dirinya banyak menerima permintaan dari masyarakat yang menginginkan sepak bola nasional lebih maju dan bisa bersaing dengan negara lainnya.

Karena, lanjut Joko Widodo, saat ini peringkat tim sepakbola Indonesia berada di bawah negara-negara Asia lainnya, bahkan negara-negara Asia Tenggara.

Dengan begitu, mantan walikota Solo itu meminta kepada para pengurus PSSI dan pengurus klub untuk memikirkan bagaimana mewujudkan tim nasional yang berprestasi.

"Kita (pemerintah,Red)  hanya beri ruang agar prestasi-prestasi itu betul-betul bisa muncul. Itu tugas pemerintah," tegas Joko Widodo dua hari jelang momentum satu tahun pembekuan PSSI oleh Menpora Imam Nahrawi.

Sekian banyak energi serta waktu yang telah dihabiskan selama pembekuan PSSI tersebut harus menghasilkan sesuatu yang lebih baik bagi masa depan sepak bola nasional.

Lanjut sang presiden, reformasi persepakbolaan nasional tidak boleh tanggung-tanggung dan tidak boleh berhenti.

"Saya ingin betul-betul ada sebuah reformasi total dan kita harapkan nanti muncul klub-klub bola, tim nasional yang betul-betul disegani, paling tidak di Asia, syukur nanti bisa masuk lagi ke tingkat dunia. Saya kira itu keinginan rakyat, keinginan kita semua," harap mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Kapten Timnas Indonesia SEA Games Filipina 1991, Ferril Raymond Hattu mengatakan bahwa, langkah pemerintah membekuan PSSI, sejatinya adalah langkah yang tidak keliru. Bahkan, pria berdarah Ambon, Maluku  yang sudah lama berdomisili di Gresik itu menyebutkan Imam Nahrawi sebagai trigger perbaikan tata kelola sepak bola tanah air.

“Karena apa yang sudah dilakukan oleh Menpora kepada PSSI itu, adalah bentuk hukuman atau pelajaran yang harus betul-betul dimengerti oleh pengelola sepak bola di Inodnesia,” kata Ferril.

”Sehingga, dengan peristiwa semacam itu, bisa menjadi catatan, yang harus diperhatikan oleh pengelola sepak bola,” timpalnya.

Sebagai pengamat sepak bola nasional, Ferril menambahkan, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut, harus dilanjutkan. Ya, meski kemudian hari SK Pembekuan PSSI sudah dicabut, Ferril berharap pemerintah tidak lepas tangan melainkan terus memberikan kontrol keras kepada otoritas tertinggi sepak bola tanah air yang telah menjadi lembaga super body itu.

Sebab, tanpa ada kontrol serius dari pemerintah, maka PSSI akan terus menjadi-jadi. Cita-cita besar pemerintah untuk terjadinya reformasi sepak bola tanah air pun, akan berakhir antiklimaks. Sebab, lanjut Ferril, PSSI selama ini selalu bertindak menggunakan standar ganda  yang sesuai dengan kehendaknya sendiri.

“Kalau ada yang dekat dengan para pejabat PSSI atau hanya bisa asal setuju, maka sudah tentu mereka mendapat sejumlah fasilitas, kemudahan serta keringanan atas kewajiban pemenuhan sejumlah syarat sebagai tim profsional,” ujarya.

“Tapi, kalau ada tim atau kelompok yang kritis, maka orang-orang itua akan dipersulit,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu anggota Executive Committee PSSI Toni Aprilani mengatakan, sudah tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mencabut SK Pembekuan PSSI.

Itu setelah adanya putusan Mahkamah Agung yang menolak upaya kasasi Kemenpora terkait gugatan PSSI terkait SK Kemenpora 01307 tentang pembekuan PSSI.

“Negara kita adalah negara hukum, jadi semua harus mematuhi segala keputusan hukum, termasuk pemerintah sekalipun,” kata pria asal Bandung ini.

“Apalagi, segala tuduhan bahwa PSSI adalah sarang mafia dan penjahat sepak bola, sampai saat ini tidak terbukti. Saya yakin, bahwa sepak bola Indonesia akan jauh lebih baik, kalau pembekuan PSSI sudah dicabut,” tandasnya. (ben)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Barcelona Keok Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler