Terancam Penggusuran, Warga Rawajati Datangi Ombudsman

Jumat, 12 Juli 2013 – 19:49 WIB
JAKARTA - Perwakilan warga Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, mendatangi kantor Ombudsman RI (ORI) di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (12/7). Mereka bermaksud mengklarifikasi lahan seluas 12 hektar yang mereka tempati saat ini di tengah ancaman penggusuran.

Dalam kesempatan itu Ketua Umum Forum Perjuangan Hak Tanah Rawajati (FPHTR), Bambang Soebroto, Penasehat FPHTR, Achmanu Arifin serta beberapa warga Rawajati lainnya menanyakan tindaklanjut pengaduan mereka ke ORI sebelumnya. Kedatangan mereka diterima oleh Asisten Ombudsman, Indra Wahyu, di Lantai V, Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Jumat (12/7).  

“Kita melaporkan soal permasalahan sengketa tanah di Rawajati. Kita berharap Ombudsman bisa menjadi mediasi permasalahan ini,” kata Achmanu Arifin.

Seperti diketahui, puluhan ribu warga di Kelurahan Rawajati dan Kalibata, Jakarta Selatan, terancam tergusur dari tempat tinggal mereka. Pasalnya, sekitar 5000 kepala keluarga harus siap-siap hengkang karena dianggap menempati lahan seluas 12 hektar yang dianggap bermasalah.

Menurut Achmanu, warga yang terancam tergusur itu ada di RW 03, RW 04 dan RW 08 Rawajati Komplek Perindustrian dan RW 10 Kalibata.  Warga resah karena tiba-tiba ada pihak yang mengklaim berhak atas tanah yang ditempati ribuan warga, dengan menunjukkan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4 dan Nomor 5 sebagai bukti kepemilikan atas tanah di empat RW itu.

Ia menjelaskan, pihak yang mengklaim berhak atas tanah warga itu memegang sertifikat atas nama ahli waris Said Gasim bin Abdullah Al Haddad dan Sarifah Aisyah Binti Ali bin Taha Al Hadad. “Kita minta Ombudsman memanggil Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk dimintai klarifikasi, tapi belum juga ada jawaban,” kata Achmanu Arifin.
       
Mengacu pada putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung no 92/PK/Pdt/1986 tgl 29 Juni 1987 yang ditindaklanjuti surat MA Nomor 358/701/II/Um-Tu/Pdt tgl 23 Juli 1988, sebenarnya tanah itu telah dibebaskan oleh Departemen Perindustrian  berdasarkan SK Gubernur Daerah Chusus Ibukota (DCI) Jakarta Raya Nomor 20089/BS tanggal 31 Oktober 1961. Namun beberapa warga pensiunan Departemen Perindustrian yang tinggal di tanah bermasalah itu mengaku telah membangun rumah, membayar PBB, listrik dan lainnya atas biaya sendiri sejak pembebasan tanah pada tahun 1961.

Tapi, FPHTR menduga adanya pihak yang bermain dalam kasus ini.  “Tidak pernah ada surat ukur tanah sampai sekarang,” kata Bambang

Karenanya warga mengharap persoalan tanah yang telah berlangsung lebih dari 50 tahun segela tuntas. “Kita berharap permasalahan ini bisa segera tuntas,” kata Bambang.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhir 2013, Jabatan Kepala Sekolah Dilelang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler