jpnn.com - SURABAYA – Panti Pijat Bu Melati di Jalan Petemon Barat Nomor 109 Surabaya, digerebek Polrestabes Surabaya.
Tempat pijat ini diduga memberikan layanan plus-plus. Penggerebekan itu membuat para terapis ketakutan dan menangis.
BACA JUGA: Uang Hasil Pinjaman Dirampok Tukang Ojek
Salah satunya Nof, 27, menangis histeris saat handphone (HP)-nya diamankan oleh polisi.
Selain Nof, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim ini mengamankan dua terapis Suh,37, dan Har,53, serta mucikari Sut,53.
BACA JUGA: Suami Raja Tega, Celdam Istri pun Dijual Demi WIL
Penggerebekan ini dilakukan Minggu (16/10) malam setelah polisi mendapatkan informasi ada praktik prostitusi berkedok panti pijat.
Setelah melakukan pengintaian, polisi langsung menggerebek panti pijat Bu Melati yang memang melayani pijat plus-plus.
BACA JUGA: Ampun... Mas Jerri Tak Berdaya Dihajar Mbak Amalia
Saat polisi masuk, Nof langsung kebingungan. Wanita yang bekerja sebagai pencatat tamu ini langsung histeris ketika ia tahu jika enam pria yang melakukan penggerebekan itu adalah polisi.
Polisi merangsek masuk ke dalam kamar mendapati Suh dan Har sedang tanpa busana bersama dua tamunya.
Setelah diberi waktu untuk berpakaian, keduanya lantas digiring ke ruang tamu dan berkumpul bersama Nof.
Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata pemilik dari panti itu yakni Sut tidak ada.
Kemudian, polisi memeriksa milik Nof untuk menghubungi Sut pemilik panti pijat itu. Saat itulah Nof mencoba merebut HP-nya kembali dari tangan polisi dengan alasan di HP-nya tidak ada nomor kontak Sut.
"Pak kembalikan HP saya, saya tidak punya nomor pemiliknya. Tolong kembalikan HP saya. Bagaimana saya menghubungi orang tua saya," rengek Nof sambil menangis histeris.
Meski demikian, polisi tetap menjalankan tugas dengan mencari nomor HP Sut.
Setelah dicari, akhirnya polisi berhasil menemukannya. Polisi mencoba mencari keberadaan tersangka dengan bermodal nomor itu.
Saat itulah, polisi mengetahui keberadaan Sut. Namun saat hendak ditangkap, Sut sudha tidak ada.
"Tersangka baru diamankan saat tersangka ini dalam perjalanan pulang ke tempat pijat itu," ungkap Komisaris Polisi (Kompol) Bayu Indra Wiguno.
Setelah ditangkap, polisi langsung melakukan pemeriksaan terhadap Sut bersama tiga anak buahnya serta dua pelanggan.
Dari hasil pemeriksaan itu, polisi medapatkan fakta bahwa di panti pijat itu digunakan sebagai tempat prostitusi.
"Hanya saja mereka tidak secara terang-terangan menawarkan layanan plus-plus itu. Biasanya tawaran itu dilakukan di sela-sela para terapis ini mengerjakan pekerjaannya yakni pijat normal," lanjut Bayu.
Mantan kasat Reskrim Polres Malang ini mengatakan setelah ada pelanggan yang tertarik, mereka mulai bernegosiasi tarif.
Untuk pijat biasa, biasanya pelanggan dikenakan tarif Rp 100 ribu.
Sedangkan untuk layanan plus-plus pelanggan hanya perlu menambah tarif mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu.
"Sedangkan penghasilannya dibagi, yakni Rp 50 ribu untuk tersangka dan sisanya untuk para terapis," urai perwira degan satu melati di pundaknya ini.
Saat diperiksa, Sut berdalih jika selama ini dirinya tidak mengetahui jika anak buahnya itu melayani pijat plus-plus.
Sebab setoran mereka setiap hari juga sama. Menurut Sut di tempat itu, dia memiliki empat terapis yang selalu berganti shift untuk melayani tamu.
"Saya tidak mengetahui aksi anak buah saya, namun saya akan bertanggung jawab," jelas Sut.
Selain tersangka dan terapisnya, polisi mengamankan uang tunai sebesar Rp 830 ribu, buku tamu, cream otot, sarung sprei serta obat pencegah kandungan. (yuan/no/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kakak dan Adik Kompak Curamor
Redaktur : Tim Redaksi