Terdakwa Anggap Pasal Pencucian Uang Salah Alamat

Rabu, 27 Februari 2013 – 00:31 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Perdata dari Kantor Pengacara Yusril Ihza Mahendra, Hariman mengatakan jaksa terlalu cepat memberikan penilaian pada perkara penjualan tanah Yayasan Fatmawati yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurutnya, tidak seharusnya tiga terdakwa Yohanes Sarwono, Stevanus Farok, dan Umar Muchsin dikenakan pasal pencucian uang karena kasusnya masuk dalam transaksi biasa.

"Artinya, uang ini dari mana dan harus ada putusan pengadilan, baru diterapkan pasal pencucian uang jika telah terbukti. Perkara ini logikanya melompat, jadi pidana pokoknya tidak ada. Itu harus sesuai undang-undang, harus ada pidana pokoknya," kata Hariman kepada wartawan saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, (26/2).

Hariman menjelaskan jaksa harus membuktikan dulu bahwa uang sebesar Rp 20 milyar yang diterima Yayasan Fatmawati pada jual beli tanah berasal dari tindak pidana kejahatan.  Sehingga kata dia, ada perkara pokok yang dipermasalahkan dalam kasus ini. "Ini tidak ada perkara pokoknya. Ini transaksi biasa, tapi tahu-tahu sudah diterapkan pasal pencucian uang," katanya.

Karena penjualan tanah Yayasan Fatmawati itu merupakan jual beli biasa, makanya kata Hariman tidak ada kewajiban pihak penjual, yakni Yohanes Sarwono cs yang mendapat kuasa dari Yayasan Fatmawati untuk menjual tanah tersebut untuk menanyakan asal uang yang digunakan bertransaksi.

"Itu transaksi jual beli biasa, si penjual tidak perlu mengetahui asal usul uang si pembeli, itu merupakan tugas petugas. Jadi, kalau kita melakukan jual beli,  gak perlu mengetahui uang itu, kecuali petugas PPATK atau petugas yang berhak menanyakan. Secara hukum, jual beli itu sah jika sudah memenuhi Pasal 13 UU No 20 KUH Perdata," bebernya.

Kuasa hukum Yohanes Sarwono cs, Hermawi Taslim menegaskan, kliennya tidak melakukan penipuan sebagaimana yang dituduhkan. Sebagai pihak perantara yang diberikuasa, mereka tidak menggelapkan uang karena dana dari pembeli itu diserahkan ke pihak yayasan.

"Jadi apa dan siapa yang ditipu dan apa yang digelapkan? Uang dari PT GNU, itu yang menerima Yayasan Fatmawati," tegasnya ditemui usai persidangan di PN Jakpus yang terpaksa ditunda majelis hakim pimpinan Bagus Irawan karena terdakwa Sarwono masih dirawat di Rumah Sakit Husada akibat terserang stroke.

Dalam kasus sengketa tanah Yayasan Fatmawati ini, oleh jaksa penuntut umum Yohanes Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar Muchsin didakwa telah melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, b dan c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Selain itu, Yohanes juga didakwa Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Atas dakwaan tersebut Hermawi menilai, dakwaan tersebut tidak cermat, sehingga ia yakin kliennya dibebaskan dari semua tuntutan. Pasalnya, selain dakwaan jaksa dinilai lemah dan tanpa pokok perkara yang jelas, barang bukti yang disita, yakni uang sebesar Rp 20 milyar dari rekening Yayasan Fatmawati, diduga merupakan bukti yang telah direkayasa, alias bukti palsu.
 
Menurutnya, tudingan itu dilontarkan, karena menurut keterangan beberapa orang saksi saat diperiksa penyidik Polri, dana sebesar itu telah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati."Di antaranya, berdasarkan keterangan mantan Sekretaris Yayasan Fatmawati, Mutia Prihatini. Dia menyebutkan, dana tersebut sudah habis dibelanjakan Yayasan Fatmawati. Jadi bagaimana bisa menyita uang yang sudah habis dibelanjakan?" pungkasnya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Tunjuk Pengganti Tito Karnivian di BNPT

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler