Terdakwa Jiwasraya Membeberkan Nama Pihak yang Seharusnya Bertanggung Jawab atas Kerugian Negara

Rabu, 30 September 2020 – 06:32 WIB
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi PT Jiwasraya, Syahmirwan menilai manajemen periode 2018-2023 merupakan pihak yang paling pantas dimintai pertanggungjawaban atas ambruknya kinerja asuransi tertua di Indonesia itu.

Pembelaan Syahmirwan itu tertuang dalam pleidoi Syahmirwan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/9).

Dalam pleidoi itu, Syahmirwan menyebut ketika Hendrisman Rahim menjabat selaku Direktur Utama, Hary Prasetyo menjabat Direktur Keuangan dan dirinya menjabat Kepala Divisi Investasi dan Keuangan serta General Manager Keuangan dan Produksi, Jiwasraya memikul beban insolvensi dengan gap antara aset dan kewajiban tercatat negatif Rp 6,7 triliun. Kendati begitu, pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana PT AJS berjalan sangat baik dan tidak pernah mengalami gagal bayar pada periode 2008-2018.

“Sebagai penekanan saja bahwa yang namanya gagal bayar itu terjadi dan diumumkan kepada publik pada era Hexana dan kawan-kawan Direksi PT AJS periode 2018 sampai 2023," katanya membacakan pleidoi di persidangan.

Kondisi itu tercermin dari tidak adanya sanksi yang diberikan oleh Kementerian Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan kepada PT Jiwasraya pada periode itu.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Akhirnya Jokowi Teken Perpes PPPK, Silvany Pasaribu Luar Biasa! Sederet Fakta soal PKI

“Jadi, yang sangat berperan dalam menciptakan terpuruknya kondisi keuangan PT AJS pada era Direksi Hexana Cs,” kata dia.

Dalam pleidoi itu, Syahmirwan merangkum tiga kesalahan terbesar Hexana Cs terkait pengelolaan Investasi Saham maupun Investasi Reksa Dana PT Jiwasraya.

Pertama, penutupan Produk Jiwasraya Saving Plan secara terburu-buru tanpa analisis yang mendalam tentang sumbangsih produk tersebut bagi keuangan perusahaan. Langkah itu berakibat Jiwasraya kehilangan pemasukan dari premi dan aktivitas investasi yang menurun bahkan berhenti.

Kedua, Hexana Cs mengumumkan gagal bayar Jiwasraya secara terburu-buru tanpa pertimbangan yang mendalam. Dampak dari pengumuman itu sendiri yang berakibat nasabah ramai-ramai menarik dana investasinya.

Poin ketiga, nasib Jiwasraya semakin tidak menentu ketika upaya penegakan hukum untuk penyelesaian perkara perusahaan dipaksakan melalui Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Keputusan ini berdampak pada kehilangan kepercayaan publik pada kegiatan usaha Jiwasraya.

“Jadi, penghentian produk JS Saving Plan, pengumuman gagal bayar dan penegakan hukum melalui Peradilan Tipikor itu ternyata begitu seksi dan menjadi super sensitif di mata masyarakat yang kemudian menjelma menjadi monster yang menggerogoti kondisi keuangan PT AJS,” urainya dalam pledooi.

Lebih lanjut, Syahmirwan menyebutkan dalam nota pembelaan, pengumuman gagal bayar itu wujud nyata kesalahan tata kelola dari manajemen Jiwasraya pada 2018-2023.

BACA JUGA: Kejaksaan Agung Tuntut Eks Direktur Keuangan Jiwasraya Dipenjara Seumur Hidup

Padahal, ketika gagal bayar diumumkan posisi aset Jiwasraya masih sangat besar sekitar Rp 3,2 triliun, sedangkan posisi gagal bayar ketika itu hanya sekitar Rp 802 miliar.

Syahmirwan dalam nota pembelaan itu menyebut Hexana Cs sangat tidak paham karakter bisnis perasuransian yang sangat sensitif terhadap isu gagal bayar.

Selain itu, Hexana Cs terjebak pada skenario yang dirancang oleh pemegang saham karena yang melaporkan dugaan tipikor dalam perkara ini ialah pemerintah.

“Patut diduga, Hexsana Cs justru menjadi bagian dari skenario besar yang dimainkan bersama-sama pemegang saham berkolaborasi dengan Kejaksaan Agung RI dengan tujuan mengorbankan para terdakwa mantan pejabat PT AJS,” terangnya.

Indikasi gagapnya pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana Jiwasraya dan jebakan skenario yang dirancang pihak tertentu terlihat jelas pada kegiatan investasi pada 2018 dan 2019 yang sama sekali hampir tidak bergerak. Dan pada 2018 dan 2019 tersebut, Hexana Cs terkesan mencari kesalahan direksi sebelumnya dengan kemasan analisis dokumen.

Di sisi lain, produk andalan sumber investasi malah dihentikan. Padahal pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana butuh perhatian yang serius mengingat pergerakannya dari hari ke hari.

“Kami melihat, investigasi dan keseluruhan proses pemeriksaan perkara ini tampaknya dengan sangat sengaja disekat atau dibatasi dan atau dilokalisasi oleh pihak pihak yang berkepentingan, mulai dari Kejaksaan Agung, Pemegang Saham PT AJS dan BPK,” tuturnya.

Buktinya, lanjut dia, kasus ini dibatasi hanya pada periode 2008 hingga 2018 sehingga penyelesaian perkara ini tidak akan pernah tuntas.

BACA JUGA: Polemik Korupsi Jiwasraya, Kenapa Rakyat yang Harus Bayar Rp20 Triliun?

"Dan hasilnya hanya berupa penyelesaian parsial karena masih menyisahkan berbagai misteri,” jelas dia. (tan/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler